Narasi

Mewaspadai 4 Sel Terorisme Menjelang Natal

Cobalah pahami, mengapa propaganda larangan mengucapkan selamat Natal itu terus digaungkan setiap tahun? Padahal, persoalan ini telah terjawab. Bahwa ada subtansi tujuan (membangun keharmonisan) secara sosial di tubuh NKRI yang dapat dirajut melalui sikap saling mengucapkan selamat keagamaan itu.

Ucapan selamat keagamaan jelas tidak ada korelasi kognitif dengan runtuhnya iman. Lantas, mengapa propaganda itu muncul setiap tahun? Kalau kita amati, propaganda yang terus berulang ini tampaknya akan menanam watak sentimen. Sebagaimana, sel terorisme tumbuh dari kebencian-kebencian yang telah mengakar.

Maka menjadi penting sekali bagi kita dalam mengenali dan mewaspadai sel-sel radikalisme-terorisme itu.  Sebagaimana, ada beberapa tipe kebangkitan sel terorisme menjelang Natal yang harus kita cegah.

Inilah 4 Sel Terorisme Menjelang Natal yang Harus Kita Waspadai

Pertama, umat Islam sering diprovokasi bahwa perayaan Natal dan Tahun Baru diklaim sebagai kemenangan orang Kafir yang harus dihentikan. Ini merupakan modus kelompok radikal-teroris dalam “merangsang” pikiran-pikiran primordialisme identitas umat Islam. Ditambahkan dengan berbagai macam perasaan penuh curiga dan kebencian yang menjalar.

Berbagai macam narasi dipermainkan di sosial media untuk tidak mengucapkan selamat hari raya natal dan tidak merayakan perayaan tahun baru. Kondisi ini mengharapkan sikap-sikap brutal, radikal dan anarkisme. Seperti mengajak umat Islam untuk menggagalkan perayaan tersebut seperti dengan tindakan bom bunuh diri dan sebagainya.

Jika ada propaganda yang demikian, baik di sosial media atau-pun di tempat-tempat pengajian. Maka, hindari karena ini jebakan kelompok radikal agar kita bisa terjebak ke dalam misi gerakan untuk melakukan aksi-aksi teror menjelang Nataru. Sebab, di dalam Islam hak beribadah bagi non-muslim itu harus diberikan karena “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama Islam” (Qs. Al-baqarah:256).

Kedua, mengungkit sentiment peperangan di masa lalu untuk membakar api kebencian. Kelompok radikal-teroris selalu memanfaatkan romantisme masa lalu seperti gejolak sejarah peperangan antar umat Islam dengan non-muslim agar menjadi “pengikat”. Bahwa, non-muslim tetap dianggap musuh dari masa lalu hingga saat ini.

Lalu, perayaan keagamaan mereka seperti Natal dianggap kesempatan untuk menyerang/memerangi musuh Islam. Jadi, modus semacam ini harus kita waspadai dan perlu kita hindari. Karena, Islam di dalam Al-Qur’an mengharamkan memerangi non-muslim atau berbuat zhalim terhadap non-muslim selama non-muslim tidak memerangi umat Islam.

Berbuat kerusakan, melakukan tindakan zhalim dan menghilangkan nyawa non-muslim dalam kondisi tidak dalam peperangan adalah keliru dan melanggar kemanusiaan yang harus dihentikan. Seperti di dalam (Qs. al-Hajj:39) “Telah diizinkan (berperang) bagi siapa yang diperangi”.

Ketiga, menggagalkan non-muslim beribadah dianggap dakwah amal Ma’ruf Nahi Mungkar. Ini merupakan modus yang harus kita hindari dan perlu kita waspadai. Sebab, dalam konteks keragaman Islam telah selesai dalam prinsip (saling menghargai) lakum dinukum waliyadin (Qs. Al-Kafirun:6).

Menggagalkan non-muslim beribadah dan bahkan menghancurkan tempat ibadah mereka merupakan perilaku yang sangat dilarang di dalam Islam. Seperti di dalam (Qs. Al-Hajj:41) “Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagai manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara, gereja-gereja, sinagoge-sinagoge dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebutkan nama Allah”.

Keempat, membunuh orang kafir dianggap jihad. Kita harus hati-hati dengan propaganda yang semacam ini dan perlu kita hindari. Karena yang harus kita sadari, kita saat ini hidup dalam kondisi damai dan tidak dalam peperangan. Ditegaskan dalam (Qs. Al-Baqarah:4) “Ingatlah, ketika Kami mengambil perjanjianmu agar kamu tidak menumpahkan darah (membunuh orang) dan mengusir dirimu (saudara kebangsaan) dari kampung halamanmu. Kemudian, kamu berikrar dan bersaksi”.

Oleh karena itu, dari 4 ciri modus propaganda kelompok radikal-teroris di atas. Kita harus melawan. Karena ini sebagai tugas dan tanggung-jawab kita dalam membela Islam yang tidak mengajarkan kekerasan dan kezhaliman. Mari jaga keamanan dan tanamkan toleransi beragama menjelang Natal dan Tahun Baru demi terhindar ancaman Indonesia menjadi negara konflik.

This post was last modified on 13 Desember 2023 5:24 PM

Sitti Faizah

Recent Posts

Makna Jumat Agung dan Relevansinya dalam Mengakhiri Penjajahan di Palestina

Jumat Agung, yang diperingati oleh umat Kristiani sebagai hari wafatnya Yesus Kristus di kayu salib,…

1 hari ago

Jumat Agung dan Harapan bagi Dunia yang Terluka

Jumat Agung yang jatuh pada 18 April 2025 bukan sekadar penanda dalam kalender liturgi, melainkan…

1 hari ago

Refleksi Jumat Agung : Derita Palestina yang Melahirkan Harapan

Jumat Agung adalah momen hening nan sakral bagi umat Kristiani. Bukan sekadar memperingati wafatnya Yesus…

1 hari ago

Belajar dari Kisah Perjanjian Hudaibiyah dalam Menanggapi Seruan Jihad

Perjanjian Hudaibiyah, sebuah episode penting dalam sejarah Islam, memberikan pelajaran mendalam tentang prioritas maslahat umat…

3 hari ago

Mengkritisi Fatwa Jihad Tidak Berarti Menormalisasi Penjajahan

Seperti sudah diduga sejak awal, fatwa jihad melawan Israel yang dikeluarkan International Union of Muslim…

3 hari ago

Menguji Dampak Fatwa Aliansi Militer Negara-Negara Islam dalam Isu Palestina

Konflik yang berkecamuk di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga hari ini telah menjadi…

3 hari ago