Narasi

Mewaspadi Provokasi Siber Saat Pandemi

“Jika terjadi banjir kita lari ke masjid. Jika terjadi bencana, kita kumpul di masjid. Kok, ada virus kita disuruh menjauh dari masjid?” adalah salah satu provokasi yang tersebar dan viral di media sosial.

Dalam kondisi pandemi yang semakin meningkat, yang harus kita waspadai adalah adanya sekelompok orang yang memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan pragmatis kelompoknya.

Dalam keadaan seperti ini, provokasi, menyudutkan kelompok tertentu, narasi destruktif, serta ujaran kebencian lainnya, sering dilakukan did medias sosial untuk tujuan tertentu. Situasi tidak menentu dan dalam keadaan genting, sudah lumrah dijadikan sebagai ladang subur provokasi.

Kita dengan mudah menemui di sosial media banyak yang memprovokasi. Pemerintah dituduh plin-plan, tidak tegas, tidak pro-rakyat, sampai ada yang menyodorkan syariat Islam sebagai solusi mengatasi Corona.

Provokasi dimainkan, karena mereka lihat masyarakat bingung di tengah-tengah kepungan kebijakan dan pemberitaan yang tek menentu. Dulu bilang A, sekarang bilang B. di tempat ini bilang X, tempat itu bilang Y.

Efek samping dari paradoks dan ketidaksinkronan ini, tidak sedikit kelompok tertentu mempertentangkan Pemerintah Daerah (Pemda) dengan Pusat. Bahkan dengan terang-terangan, mereka memprovokasi bahwa Pusat tidak becus, gubernur inilah yang top dan tau persoalan yang sebenarnya.

Sederet narasi provokatif , sektarian, dan penuh dengan kepentingan politik, menghiasi media sosial kita.  Corona dijadikan sebagai ajang untuk mendulang suara, mencari simpati untuk kepentingan politik.

Tidak ada cara lain untuk menghilangkan provokasi ini selain perlu kebijakan yang sinkron dan terintegrasi. Kita harus satu komando, satu tujuan dalam memerangi virus yang sangat berbahaya ini. Dari Pusat sampai ke daerah harus satu garis perintah. Jangan ada yang menggunting dalam lipatan dan mengambil keuntungan di tengah kegentingan ini.

Sinergistas sangat dibutuhkan sekarang. Jika dari Pusat sudah bilang A, maka sampai ke bawah juga harus A. Yang sering terjadi, di Pusat A, tetapi eksekusinya di bawah malah B. ditambah lagi pemberitaan media yang kadang memperkeruh suasana.

Situasi darurat sekarang ini sangat rawan dimanfaatkan oleh penumpang gelap. Berbekal sosial media, dibangunlah narasi bahwa pemerintah anti-Islam sebab ada larangan berkumpul-kumpul termasuk dalam rumah ibadah.

Provokasi ini muncul sebab sifat paradoks yang dipertontonkan, yakni adanya tempat belanja, pesta pernikahan, rapat kerja yang masih mengundang orang banyak untuk berkumpul.

Provokasi “kenapa kami dilarang beribadah, sementara mereka tidak” dimainkan. Pemerintah dituduh tidak berpihak kepada agama tertentu. Seolah-olah hanya “kami” yang dilarang berkumpul sementara mereka tidak.

Penolakan jenazah di beberapa wilayah tertentu, juga akibat dari sikap paradoks kita. Sebagaimana terjadi di lapangan, kita disuruh agar jangan panik, tetapi data-data dari berbagai sumber serta isi pemberitaan media justru menyatakan sebaliknya.  

Adanya kesatupaduan sikap, tindakan, dan kebijakan akan meminimalisir aksi-aksi provokasi dari kelompok tertentu. Kita harus tetap waspada terhadap muncul provokator-provokator yang mendramatisir keadaan seperti saat ini.

Kita harus satu komando, satu suara, dan satu tujuan. Agar virus ini bisa dengan cepat bisa ditanggulangi. Mari sejenak membuang perbedaan pilihan politik, kita fokus bergandengan tangan menangkal Corona. Tidak ada masalah yang tanpa solusi dan tidak ada ujian yang tanpa penyelesaian jika semua aspek dan lini masyarakat terlibat aktif.

This post was last modified on 28 Juli 2021 2:14 PM

Abdul Rahman Harahap

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

18 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

18 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

18 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago