Narasi

Provokasi di Tengah Pandemi, Yuk Simak Petunjuk Islam dalam Menghadapi Provokator!

Provokasi telah menjadi penyakit sejak dahulu kala. Artinya, dalam kehidupan sosial, terlebih dalam lingkup negera, kita sulit untuk menghindari provokasi. Pasti kelompok provokator ini akan selalu ada. Oleh karenanya, yang harus kita lakukan adalah menyikapi provokator itu dengan bijak agar dampak negatifnya tidak meluas.

Patut disayangkan memang, di tengah pandemi yang belum usai dan perjuangan luar biasa dari seluruh rakyat Indonesia, kelompok provokator masih bergentayangan. Nalar sehat dan empatinya benar-benar nihil. Sungguh terlalu. Namun mau bagaimana lagi, itulah yang terjadi hari ini. Bahkan hoaks dan provokasi telah mewabah dan menjadi penyakit atau virus ‘tambahan’ lantaran menunggangi isu pandemi.

Tidak hanya optimisme masyarakat dalam berjuang melawan wabah ini yang dipatahkan oleh kelompok provokar, tetapi mereka juga merambah ke aspek lain, seperti melakukan hasutan untuk tidak taat dan percaya dengan ikhtiar pemerintah dalam melawan wabah. Artinya, mereka berusaha menggiring masyarakat untuk melakukan pembangkangan sosial terhadap pemerintah melalui narasi-narasi yang dapat menyulut emosi rakyat.

Harus diakui memang, bahwa kebosanan dan kepanikan masyarakat akibat terpaan Covid-19, menjadi celah tersendiri bagi berkembang biaknya kelompok provokator. Mereka memang pandai memanfaatkan kondisi. Oleh sebab itu, masyarakat harus diedukasi agar lebih pandai dan bijak dalam menyikapi provokasi. Agar masyarakat tidak terprovokasi, dibutuhkan literasi dan filter yang memadai agar mampu mengeleminasi konten provokasi.

Dalam bingkai itulah, menguak bagaimana cara Nabi dalam menghadapi provokasi menjadi uraian yang harus segera diproduksi secara massal. Tujuannya tidak lain dan tiada bukan agar masyarakat lebih jeli dalam memilih dan mensikapi informasi yang begitu deras dan bebas seperti saat sekarang ini.

Provokasi dalam Lintasan Sejarah Islam

Provokasi bisa dalam bentuk hasutan atau menyebarkan berita hoax. Semuanya itu sangat beririsan, terutama dalam hal tujuan akhirnya, yakni menciptakan kerusuhan atau permusuhan. Dalam rentetan sejah Islam, provokasi dan hoax sudah menyeruak di zaman Nabi. Kala itu, terdapat berita hoax yang ditujukan kepada istri beliau, Sayyidah ‘Aisyah, yang dituduh selingkuh.

Ratna Istriyani sebagaimana dikutip Razaki (2019) menguraikan bahwa tuduhan tersebut bermula setelah ‘Aisyah r.a mengikuti peperangan dengan Bani Mushtaliq pada bulan sya’ban 5 H. Dalam perjalanan mereka kembali dari peperangan, mereka berhenti pada suatu tempat. Aisyah keluar dari sekedupnya untuk suatu keperluan, kemudian kembali. Tiba-tiba dia merasa kalungnya hilang, lalu dia pergi lagi mencarinyaSementara itu, rombongan berangkat dengan persangkaan bahwa Aisyah masih ada dalam sekedup.

Setelah Aisyah mengetahui, sekedupnya sudah berangkat, dia duduk di tempatnya dan mengaharapkan sekedup itu akan kembali menjemputnya. Kebetulan, lewat di tempat itu seorang sahabat Nabi, Shafwan bin Mu’aththal as- Sulami, diketemukannya seseorang sedang tidur sendirian dan dia terkejut lalu mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilathi raji’un, isteri Rasul!” Aisyah terbangun. Lalu dia dipersilahkan oleh Shafwan mengendarai untanya.

Kejadian tersebut digoreng oleh kaum munafik dengan narasi bahwa Sayyidah ‘Aisyah selingkuh. Fitnah terhadap Aisyah pun semakin meluas sehingga menimbulkan keguncangan di kalangan kaum Muslimin. Dan peristiwa ini, menurut sebagian ulama, menjadi sebab Allah menurunkan QS. An-Nur ayat 11-18.

Pasca Nabi Muhammas SAW wafat, provokasi yang berkedok menyebarkan berita hoax pun masih terjadi. Bahkan, terbunuhnya Khalifah Ustman bin Affan sebagai salah satu akibat berita hoax dan provokasi. Adalah Abdullah bin Saba’ yang menyulut api permusuhan dengan menyebarkan berita tidak benar seperti Ustman bin Affan dan segenap sahabat lainnya yang memimpin saat itu dituduh sebagai sahabat yang tidak terhormat lantaran menjadikan unsur kekeluargaan untuk menjabat sebagai khalifah. Hoax ini menimbulkan provokasi di tengah kaum Muslimin, yang pada akhirnya menyebabkan Ustman bin Affan terbunuh (Sirajuddin, 20018).

 Petunjuk Islam dalam Menghadapi Provokator

Provokasi, dengan beragam cara dan gerakannya, sesungguhnya mudah diredam, tentu saja dengan catatan segenap rakyat Indonesia, terutuma umat Islam yang kebetulan menjadi mayoritas di negeri ini, memperhatikan Alquran, hadis dan perkataan ulama. Sebab, di dalamnya terdapat arah dan petunjuk yang jelas dalam menghadapi persoalan seperti ini. Beberapa cara atau pentunjuk yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Pertama, membentengi diri dari belenggu purba-sangka dan mencari-cari keburukan orang lain. Orang yang gampang curiga, suka mencari keburukan orang lain dan suka menggunjing, sangat mudah sekali terprovokasi. Oleh sebab itu, Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Hujarat [49]: 12).

Ayat di atas memberikan petunjuk kepada kita semua agar sifat-sifat berburuk sangka dan lainnya itu dihapuskan dari dalam diri kita masing-masing. Di sini hati nurani yang akan berbicara. Dengan cara ini, berita hoax, provokasi dan semacamnya akan mental.

Kedua, meningkatkan literasi. Di era banjir informasi seperti saat ini, kemampuan literasi sangat dibutuhkan. Dengan literasi yang tinggi, seseorang akan mampu memfilter informasi sehingga bisa memilih dan memilahnya. Wahyu pertama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad, yakni QS. al-‘Alaq 1-5 berbicara tentang literasi. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa literasi adalah hal pertama dan utama yang harus dimiliki kaum Muslimin.

Ketiga, tabayyun. Dengan kemampuan literasi yang mumpuni itu, selanjutnya lakukanlah check n receck (tabayyun). Hal ini sebagaimana firman Allah:

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. (QS. Al-Hujarat [49]: 6).

Imam Asy-Syaukani dalam Fathul Qadir, menerangkan yang dimaksud dengan tabayyun adalah memeriksa dengan teliti dan yang dimaksud dengan tatsabbut adalah berhati-barhati dan tidak tergesa-gesa, melihat dengan keilmuan yang dalam terhadap sebuah peristiwa dan kabar yang datang, sampai menjadi jelas dan terang baginya. Jika demikian yang dilakukan, tentunya provokasi akan lenyap dengan sendirinya.

Demikianlah petunjuk Islam dalam menghadapi provokasi. Penting kiranya petunjuk ini diterapkan oleh semua kalangan, lebih-lebih di masa pandemi saat ini. Virus provokasi harus dilenyapkan sejalan dengan ikhtiar melenyapkan pandemi Covid-19 ini.

This post was last modified on 28 Juli 2021 2:34 PM

Kumarudin Badi’uzzaman

bergiat di Bilik Literasi, Peradaban dan Keragaman Nusantara (BiLadena) Jakarta

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

13 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

13 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

13 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago