Narasi

Moderasi Beragama: Mazhab Beragama yang Paling Relevan dalam Konteks Indonesia

Di tengah gejolak sosial dan politik yang semakin memanas, radikalisasi agama menjadi isu yang tak bisa diabaikan. Kita sering mendengar tentang kelompok-kelompok yang mengklaim diri mereka sebagai penganut paham yang paling benar dan menganggap kelompok lain sebagai sesat. Fenomena ini tidak hanya terjadi di dunia internasional, tetapi juga merambah ke dalam masyarakat Indonesia.

Sebuah fenomena yang patut diwaspadai adalah bahwa radikalisasi tidak hanya berasal dari kelompok-kelompok teroris yang menggunakan propaganda ekstrem, tetapi juga bisa timbul akibat kecerobohan dan sikap dari figur-figur moderat itu sendiri. Kalangan moderat, yang seharusnya menjadi penyeimbang di tengah masyarakat, juga memiliki peran besar dalam mencegah atau bahkan memperburuk polarisasi agama.

Beberapa akun media sosial misalnya, mengatakan, “Mereka yang mengklaim diri sebagai moderat, pada kenyataannya tidak lebih baik dari kami yang kalian cap radikal.” Pernyataan seperti ini mencerminkan kekecewaan yang mendalam dari sebagian kelompok yang merasa bahwa moderasi yang digembar-gemborkan justru tidak konsisten dengan praktik yang ada di lapangan.

Para kelompok moderat yang mestinya menjadi contoh dalam beragama dan berdakwah seringkali terjebak dalam ketidaktahuan, kecerobohan, atau bahkan kelalaian dalam menjaga prinsip-prinsip dasar ajaran agama mereka. Mazhab moderasi beragama masih menjadi paling relevan dalam konteks masyarakat yang beragam. Sikap ekstrem tidak hanya membawa dampak buruk terhadap kehidupan beragama, tetapi juga terhadap integrasi sosial dan stabilitas negara. Indonesia, dengan keragaman suku, agama, dan budaya, sangat rentan terhadap penyebaran paham-paham radikal.

Karena itulah, Pemerintah memiliki peran penting untuk memperkuat moderasi sebagai fondasi utama dalam kehidupan beragama di Indonesia. Salah satu cara untuk menghadapinya adalah dengan meneguhkan kembali pentingnya moderasi dalam beragama, sebagai mazhab yang membawa kedamaian, toleransi, dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Moderasi beragama atau yang dikenal dengan istilah “wasathiyah” dalam Islam, adalah pendekatan yang seimbang dan jauh dari ekstremisme, baik dalam pemikiran, sikap, maupun tindakan. Wasathiyah adalah paham yang menekankan pada keseimbangan antara dua hal yang bertentangan.

Dalam beragama, kita wajib dan senantiasa menjaga keseimbangan antara teks-teks suci agama dan masalah sosial yang sedang berkembang, atau antara keyakinan yang kuat dengan sikap toleransi terhadap perbedaan, serta antara kewajiban agama dengan hak-hak individu dalam kehidupan sosial.

Menurut Muhammad Quraish Shihab, moderasi beragama adalah pengamalan ajaran Islam yang penuh keseimbangan dan keadilan, tanpa terjebak pada ekstremisme baik kiri maupun kanan. tradisi Islam yang berkembang di Indonesia lebih menekankan pada sikap inklusif, toleran, dan berpihak pada keadilan sosial.

Dakwah yang dilakukan oleh figur-figur agama haruslah bersifat moderat, tidak berlebihan, dan tidak menutup peluang untuk dialog. Dakwah moderat memerlukan sikap bijaksana dalam menanggapi isu-isu sosial, tanpa memaksakan pandangan yang ekstrem. Di Indonesia, dakwah yang berbasis moderasi ini sangat cocok untuk menghadapi potensi radikalisasi yang sedang berkembang.

Tantangan tentang bagaimana membangun sikap moderat yang lebih konsisten, tidak hanya sebagai slogan, tetapi sebagai cara hidup dalam masyarakat. Tokoh-tokoh agama harus menegaskan kembali peran mereka sebagai pelopor perdamaian. Ini juga menjadi tanggung jawab pemerintah dalam memberikan kebijakan yang mendukung kehidupan beragama yang moderat, sekaligus melawan segala bentuk radikalisasi yang mengancam keberagaman dan keutuhan bangsa.

Sikap radikal sering kali berkembang di ruang-ruang terbatas di mana kebebasan berpendapat dibatasi, dan dialog antar agama serta budaya minim. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan ruang yang cukup bagi diskursus agama yang inklusif dan saling menghargai. Hal ini dapat diwujudkan melalui kebijakan yang mendukung penguatan dialog antar umat beragama, serta pengembangan lembaga-lembaga pendidikan yang mengajarkan prinsip moderasi dan toleransi.

Penting bagi seluruh elemen bangsa, termasuk pemerintah dan masyarakat, untuk memperkuat moderasi beragama sebagai mazhab beragama yang lebih manusiawi dan inklusif. Moderasi ini harus dimulai dari dalam diri masing-masing individu, kemudian berkembang dalam ruang-ruang publik sebagai basis bagi terciptanya Indonesia yang adil, damai, dan sejahtera.

Ernawati Ernawati

Recent Posts

Membaca Efek Domino Kemenangan Hayat Tahrir al-Sham di Suriah terhadap Kebangkitan Radikalisme di Indonesia

Kemenangan kelompok oposisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dalam menggulingkan Presiden Suriah, Bashar al-Assad, telah memunculkan…

8 jam ago

Tidak Ada Alasan Syar’i untuk Jihad dan Hijrah ke Suriah

Konflik di Suriah telah memasuki babak baru dengan runtuhnya rezim Bashar al-Assad. Kemenangan ini diraih…

9 jam ago

Jangan Masuk Jebakan Hijrah Jilid 2 untuk Konflik Suriah: Belajar dari Kasus ISIS

Runtuhnya rezim Bashar al-Assad di Suriah pada 8 Desember 2024 yang lalu menjadi rentetan dari…

10 jam ago

Euforia Hay’at Tahrir Al Sham; Waspada Kebangkitan Sel Teroris Lokal

Berita mengejutkan datang dari Suriah. Secara mengejutkan pemerintahan Bassar al Assad berhasil dikalahkan oleh milisi…

1 hari ago

Kesesatan Narasi Jihad Kebangkitan Khilafah Pasca Kemenangan HTS di Suriah

Presiden Suriah Bashar al-Assad berhasil digulingkan oleh kelompok oposisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS). Dari situ…

1 hari ago

Mewaspadai Kebangkitan Ideologi Transnasional di Tengah Euforia Kemenangan HTS Atas Rezim Bashar Al-Assad di Suriah

Euforia kemenangan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) Atas Rezim Bashar Al-Assad di Suriah telah membuka ruang…

1 hari ago