Kebangsaan

Muhammad dan Kejawen

Kejawen adalah sebuah istilah yang kerap dipakai untuk menyatakan berbagai konsep dan praktik yang pernah atau sedang hidup di lingkungan budaya Jawa. Istilah ini jelas hidup pada masa perang kemerdekaan yang saat itu, di tengah cekikan penjajahan, menjelma menjadi berbagai aliran kepercayaan, gerakan-gerakan kemerdekaan yang berbasiskan suku Jawa, di samping juga bahwa berbagai penggiatnya turut menjadi pendiri republik Indonesia.

Pada masa pra kemerdekaan orang-orang Jawa nyaris tak pernah menyebut berbagai konsep dan praktik yang dihidupinya sebagai kejawen. Terdapat istilah lain yang sudah hidup jauh sebelum istilah kejawen, semisal istilah kapitayan yang mencakup baik praktik kebudayaan maupun konsep ketuhanan yang monoteistik.

Maka banyak anggapan yang menyatakan bahwa problem ketuhanan sudah selesai di Jawa jauh sebelum agama-agama monoteistik datang, bukanlah isapan jempol belaka. Bahkan, saya kira, untuk sedikit membandingkan dengan misi kenabian Muhammad, problem akhlak pun juga sudah selesai di mana oleh orang Jawa di masa lalu disebut sebagai “budi pakerti.”

Tak heran dari berbagai paguyuban aliran penghayat kepercayaan budi pekerti atau akhlak menjadi titik awal sekaligus titik akhir perjalanan spiritual mereka. Bukankah organisasi perjuangan kemerdekaan di Indonesia bernama “Boedi Oetomo” yang mengacu pada akhlak yang tak sekedar dimaknai sebagai etiket, tapi lebih kepada sebentuk cara hidup yang di Barat lebih dikenal dengan istilah “ethics”?

Problem ketuhanan, sekaligus derivasinya, problem akhlak, memang lekat dengan Nabi Muhammad. Akhlak yang secara umum dianggap sebagai etiket, dengan menilik kiprah sang nabi, mengacu pula pada bagaimana menciptakan tatanan yang lebih baik. Jadi, berkaca pada kiprah sang nabi, problem tauhid memang erat terkait dengan problem etika atau budi pekerti. Bahkah, dengan memakai metode ilmu Jawa yang dikenal sebagai “kerata basa,” ternyata akhlaq adalah jembatan antara Khaliq dan makhluq.

Dengan menyeksamai hal itu, maka dengan tanpa berniat untuk membandingkan dengan etnis atau worldview etnis lain yang pasti juga memiliki ketersambungan, orang patut merenungkan bagaimana dekatnya Nabi Muhammad dengan orang-orang kejawen di masa silam, yang bahkan bukanlah orang-orang Islam.

Di sinilah kemudian perspektif sufisme dapat menjelaskan bagaimana bisa orang-orang kejawen di masa silam seolah begitu dekatnya dengan sang nabi, meskipun secara formal bukanlah para pengikutnya. Dalam diskursus wujudiyah konon istilah “Muhammad” sudah ada bahkan pun sebelum Muhammad putra Abdullah ada. Dengan menilik kasus orang-orang kejawen, maka cara berketuhanan dan cara hidup mereka itulah yang disebut sebagai wujud Muhammad azali yang dipercayai sudah ada sebelum Muhammad putra Abdullah ada. Dari pemahaman demikian, maka dapat dipahami pula berbagai tafsir keagamaan mutakhir yang bersifat inklusif sebagaimana bahwa Islam adalah rahmat bagi semesta alam ataupun bahwa terdapat keselamatan lain di luar gereja.

This post was last modified on 29 September 2023 4:57 PM

Heru harjo hutomo

Recent Posts

Agama Sumbu Pendek; Habitus Keagamaan yang Harus Diperangi!

Indonesia dikenal sebagai negara religius. Mayoritas penduduknya mengaku beragama dan menjalankan ajaran agama dalam kehidupan…

3 hari ago

Evaluasi Kebebasan Beragama di Indonesia 2025

Kebijakan presiden Joko Widodo dalam memerangi aksi ekstremisme dan ideologi radikal terorisme pada 2020 pernah…

3 hari ago

Jangan Membenturkan Kesadaran Nasional dengan Kesadaran Beragama

Dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, narasi yang mencoba membenturkan antara kesadaran nasional dan kesadaran…

3 hari ago

Dialektika dan Titik Temu Nasionalisme dan Ukhuwah

Indonesia, sebuah panggung peradaban yang tak henti menyuguhkan lakon dialektis antara partikularitas dan universalitas, adalah…

3 hari ago

Nasionalisme, Ukhuwah Islamiah, dan Cacat Pikir Kelompok Radikal-Teror

Tanggal 20 Mei berlalu begitu saja dan siapa yang ingat ihwal Hari Kebangkitan Nasional? Saya…

4 hari ago

Ironi Masyarakat Paling Religius: Menimbang Ulang Makna Religiusitas di Indonesia

Indonesia kembali dinobatkan sebagai negara paling religius di dunia menurut dua lembaga besar seperti CEOWORLD…

4 hari ago