Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka tidak hidup di zamanmu. Kutipan masyhur dari Sayyidina Ali itu terasa kian relevan di tengah perubahan zaman yang kian kencang ini. Disrupsi teknologi dari analog ke digital mendorong perubahan zaman ke arah yang sukar diprediksikan. Tempo hari kita masih berdebat tentang karakter generasi Z yang dicap sebagai generasi lemah, generasi TikTok yang lebay dan label negatif lainnya.
Tapi, gen Z membuktikan semua label itu salah belaka. Aktivisme digital hari ini yang mengusung isu-isu global seperti kemanusiaan dan antikekerasan justru banyak diamplifikasi oleh gen Z. Di dunia maya, gen Z juga dikenal sebagai generasi yang paling sedikit menyebarkan konten hoaks dan ujaran kebencian.
Kini, para orang tua yang memiliki anak generasi Alpha dihadapkan pada tantangan yang tidak kalah beratnya. Karakter gen Alpha ini cenderung berbeda dengan gen Z pada umumnya. Gen Alpha yang lahir dari rentang tahun 2010 hingga sekarang dikenal sebagai generasi melek teknologi. Mereka terbiasa dengan gaya belajar berbasis konten visual seperti gambar dan video serta memiliki kemampuan adaptasi yang cepat terhadap perubahan.
Selain itu, generasi Alpha juga dikenal sebagai generasi yang interatif, terbuka, multitasking, dan kritis. Mereka terbiasa belajar mandiri dengan mengakses sumber pengetahuan dan informasi dari media digital.
Di satu sisi, fenomena itu tampak menjanjikan. Namun, di sisi lain, fenomena itu juga menyimpan ancaman bahaya. Kemudahan akses generasi Alpha pada informasi dan pengetahuan di media sosial meyisakan celah persoalan yang potensial menjadi bom waktu di masa depan. Bagaimana pun juga, tidak semua informasi dan pengetahuan yang tersaji di dunia maya itu sudah terverifikasi kebenarannya. Apalagi pengetahuan yang menyangkut isu-isu keagamaan.
Maka, metode pendidikan keagamaan klasik, seperti mengaji kitab dengan kiai atau ulama kiranya masih tetap relavan di zaman yang serba digital ini. Disinilah peran orang tua dan keluarga sangat menentukan untuk membangun dasar-dasar beragama yang moderat di kalangan generasi Alpha. Orang tua gen Alpha tentu tidak bisa membatasi apalagi melarang anak mereka mengakses media digital. Yang bisa dilakukan adalah memberikan dasar pengetahuan keagamaan yang kuat, agar mereka tidak tersesat di rimba raya media digital.
Agenda estafet moderasi beragama ke generasi Alpha dengan demikian menjadi kebutuhan yang urgen dan mutlak. Apalagi di tengah kondisi dunia yang penuh gejolak konflik dan kekerasan yang beberapa di antaranya dilatari isu keagamaan. Anak-anak generasi Alpha wajib memiliki pemahaman terkait peta konflik global yang komprehensif agar tidak terjebak pada glorifikasi dan demonisasi. Acapkali, kita masih kerap melihat para orang tua atau guru di sekolah yang terjebak pada dua logika tersebut ketika mengajari anak-anak tentang konflik global yang terjadi belakangan ini.
Misalnya, masih banyak orang tua dan guru yang mengglorifikasi kekerasan lantaran hal itu dianggap sebagai perang suci dan mulia. Di sisi lain, masih banyak orang tua atau guru yang mendemonisasi pihak tertentu sebagai kelompok yang jahat dan layak diperangi. Logika glorifikasi dan demonisasi peperangan ini hanya akan membuat anak-anak menormalisasi kebencian terhadap liyan. Alhasil, kekerasan akan diwariskan terus-menerus dan membentuk lingkaran setan yang sukar diputus.
Maka, hal wajib yang patut diajarkan orang tua pada generasi Alpha dalam beragama hari ini sebenarnya bukanlah ritual keagamaan seperti ibadah harian, hafalan doa, atau sejenisnya. Melainkan pemahaman tentang agama sebagai laku hidup yang membawa maslahat bagi semua.
Pola pembelajaran agama secara doktriner dengan menganggap agama sebagai dogma yang kaku, baku, dan tidak dapat dikritisi harus ditinggalkan. Kita perlu merumuskan metode pembelajaran agama bagi generasi Alpha yang berbasis pada model diskusi interaktif dua arah. Model dialog dan diskusi memungkinkan generasi Alpha memahami ajaran agama secara kontekstual.
Selain metode interaksi dua arah, pembelajaran agama bagi gen Alpha idealnya juga bertumpu pada studi kasus yang diarahkan pada isu-isu kontemporer. Seperti konflik di Timur Tengah, krisis lingkungan hidup, penyebaran konten kebencian digital, dan isu sejenisnya. Generasi Alpha harus punya kesadaran sejak dini bahwa agama tidak hanya mengurusi hal-hal yang sakral, seperti ibadah, dan hubungan dengan Tuhan, melainkan juga mengurusi hal profan seperti isu lingkungan, krisis kemanusiaan, dan hal lainnya.
Di sini, orang tua dan guru dituntut memiliki pemahaman yang mumpuni atas isu-isu tersebut. Di rumah, orang tua bisa mempraktikkan metode ini dengan sederhana. Misalnya dongeng tentang Nabi atau Rasul bisa dikoneksikan dengan isu-isu kontemporer. Contohnya, dongeng tentang Nabi Sulaiman yang berinteraksi dengan Ratu Balqis itu bisa dikembangkan ke dalam banyak isu kontemporer.
Antara lain, isu tentang pelestaria lingkungan hidup, dimana Nabi Sulaiman digambarkan sebagai sosok yang bisa berbicara dengan hewan. Juga isu terkait relasi antar-agama dimana Ratu Balqis adalah pemimpin sebuah kerajaan yang rakyatnya dikenal menyembah matahari. Atau isu terkait kesetaraan gender dimana di zaman itu sudah ada pemimpin perempuan.
Dari dongeng sederhana tentang Nabi Sulaiman dan Ratu Balqis itu, anak-anak bisa memahami isu-isu kontemporer sehingga mereka tidak akan lagi memandang agama secara sempit. Mereka akan punya kesadaran bahwa agama (Islam) adalah agama yang visioner, dan mampu mengakomodasi nilai-nilai modernitas sejak dulu.
“Allah,” ucap seorang anak di sela-sela keasyikannya berlari dan berbicara sebagai sebentuk aktifitas kemanusiaan yang…
Di era digital, anak-anak tumbuh di tengah derasnya arus informasi, media sosial, dan interaksi virtual…
Di tengah perkembangan zaman yang serba digital, kita tidak bisa lagi menutup mata terhadap ancaman…
Perkembangan digital telah mengubah banyak aspek kehidupan manusia, terutama pada masa remaja. Fase ini kerap…
Di era digital yang terus berkembang, anak-anak semakin terpapar pada berbagai informasi, termasuk yang bersifat…
Bullying alias perundungan merupakan salah satu problem sosial di linkungan anak-anak yang sampai hari ini…