Narasi

Pancasila dalam Menjawab Tantangan Global

Kalau Pancasila hanya sebatas sebagai simbol belaka, maka ketika Indonesia mendapatkan banyak tantangan akan mudah goyah. Berbeda ketika Pancasila sebagai pondasi untuk mengambil setiap kebijakan dan menjadi pijakan dalam berbangsa dan bernegara, walaupun ada berbagai tantangan Indonesia akan mudah mengatasi segala permasalahan bangsa. Pancasila sebagai sebuah pondasi, berarti menerjemahkan nilai yang ada dalam butiran Pancasila sebagai pegangan dalam bermasyarakat.

Dewasa ini banyak tantangan global yang menjadi persoalan cukup serius bagi Indonesia sebagai negara berkembang. Beberapa persoalan akhir-akhir ini yang tampak adalah gerakan transnasional yang menyebabkan radikalisme. Kedua, masyarakat Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Persoalan global yang menjadi tantangan Indonesia bukan hanya dua tersebut, melainkan pada tulisan kali ini, bagaimana mengaplikasikan nilai Pancasila dalam mengatasi tantangan global. Dua kasus tersebut menjadi studi kasus, yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan.

Pada kasus gerakan transnasional yang menyebabkan radikalisme efeknya sangat siginfikan terhadap pengaruh dan budaya di Indonesia. Misalnya yang terjadi adalah gerakan Islam Transnasional yang mengusung sistem khilafah yang menganut paham wahabi, efeknya sangat ketara yaitu mengubah sistem kenegaraan. Efek lain dari gerakan transnasional tersebut adalah pengikisan budaya asli Indonesia dan digantikan dengan budaya yang benar menurut mereka.

Para aktivis gerakan transnasional atau garis keras mereka menganggap bahwa ideologi mereka yang ekstrem adalah satu-satunya interprestasi yang benar tentang Islam. Strategi utama mereka dalam usaha membuat umat Islam menjadi radikal dan keras adalah dengan membentuk dan mendukung kelompok-kelompok lokal sebagai kaki tangan “penyebar” ideologi mereka. Meka juga berusaha meminggirkan dan memusnahkan bentuk-bentuk pengalaman Islam yang lebih toleran yang telah lebih lama ada dan dominan di berbagai belahan dunia Muslim. Upaya mereka adalah untuk melakukan infiltrasi ke berbagai kehidupan umat Islam, baik melalui cara-cara halus hingga yang kasar dan keras.

Dampak menguatnya paham khilafah atau ideologi wahabi bukan hanya menghilangkan budaya lokal, bahkan berusaha untuk menyingkirkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Bahkan mereka mengusung sistem kenegaraan yang baru dan berusaha mengubah sistem demokrasi. Mereka menganggap kebenaran hanya tunggal dan milik mereka, sehingga mereka sulit untuk menerima perbedaan. Prinsip itulah yang menyebabkan suasana masyarakat menjadi keruh. Indonesia didirikan atas dasar bhinneka tunggal ika.

Paham radikalisme yang di bawa oleh suatu kelompok misalnya paham khilafah, harus kita evaluasi. Apakah paham tersebut bertentangan dengan nilai-nilai pancasila atau tidak. Paham khilafah misalnya tidak mengakui kebenaran orang lain, artinya tidak menerima perbedaan adalah salah satu sikap yang bertentangan dengan nilai pancasila. Dalam butir pancasila dijelaskan, Ketuhanan yang Maha Esa. Butir Pancasila pertama tersebut dijelaskan bahwa masyarakat Indonesia tidak mengakui satu kebenaran atau satu agama saja, melainkan prinsipnya berketuhanan. Apapun agamanya harus memperoleh keadilan yang sama di mata hukum.

Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia menunjukkan bahwa tidak ada diskriminasi dalam menerapkan hukum. Semua orang sama di mata hukum, tidak memandang agama, suku, ras, bahasa dan warna kulit. Nilai-nilai Pancasila tersebut harus menjadi pegangan dalam mengatasi sebuah permasalahan yang ada di Indonesia. Apabila ada suatu paham baru atau organisasi baru bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila harus dievaluasi.

Pancasila bukan hanya sebatas butiran yang dihafalkan. Atau pancasila hanya sebatas butiran yang dipajang di setiap dinding rumah, melainkan sebagai ruh atau dasar untuk menganalisa dan menjadi dasar setiap mengatasi permasalahan. Begitu juga permasalahan Masyarakat Ekonomi ASEAN, bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat. Berarti pemerintah harus mengupayakan bahwa perekonomian masyarakat harus dibenahi dengan cara menciptakan ekosistem perekonomian desa. Dengan daulatnya perekonomian desa, maka rakyat dipastikan ekonominya akan sejahtera, misalnya dengan wirausaha

Nur Sholikhin

Penulis adalah alumni Fakultas Ilmu Pendidikan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Saat ini sedang aktif di Majalah Bangkit PW NU DIY.

Recent Posts

Kekerasan Performatif; Orkestrasi Propaganda Kebencian di Ruang Publik Digital

Dalam waktu yang nyaris bersamaan, terjadi aksi kekerasan berlatar isu agama. Di Sukabumi, kegiatan retret…

20 jam ago

Mengapa Ormas Radikal adalah Musuk Invisible Kebhinekaan?

Ormas radikal bisa menjadi faktor yang memperkeruh harmoni kehidupan berbangsa serta menggerogoti spirit kebhinekaan. Dan…

20 jam ago

Dari Teologi Hakimiyah ke Doktrin Istisyhad; Membongkar Propaganda Kekerasan Kaum Radikal

Propaganda kekerasan berbasis agama seolah tidak pernah surut mewarnai linimasa media sosial kita. Gejolak keamanan…

20 jam ago

Merawat Persatuan, Meredam Bara di Tengah Fanatisme Golongan

Peristiwa bentrokan antar kelompok yang terjadi di Pemalang, Jawa Tengah dan Depok, Jawa Barat beberapa…

20 jam ago

Apakah Ada Hadis yang Menyuruh Umat Muslim “Bunuh Diri”?

Jawabannya ada. Tetapi saya akan berikan konteks terlebih dahulu. Saya tergelitik oleh sebuah perdebatan liar…

2 hari ago

Persekusi Non-Muslim: Cerminan Sikap Memusuhi Nabi

Belum kering ingatan kita tentang kejadian pembubaran dengan kekerasan terhadap retreat pelajar di Sukabumi, beberapa…

2 hari ago