Narasi

Pancasila; Payung Kebangsaan Menangkal Ideologi Radikal

Bung Karno pernah mengungkapkan keinginannya untuk membuat wadah yang bisa diterima oleh seluruh elemen bangsa yang ada di Indonesia. Pernyataan tersebut betapa telah melampaui zamannya. Seolah beliau dapat memprediksi akan adanya gesekan kebangsaan yang dilakukan oleh oknum pengasong ideologi radikal yang bertujuan memecah-belah bangsa. Dan memang benar, negeri ini kerap kali disuguhi rentetan tindakan teror. Sebut saja Bom Gereja Samarinda 2016, Bom Gereja Surabaya 2018, dan Bom Gereja Katedral Makassar 2021, dan lain sebagainya.

Bangsa ini patut bersyukur dikaruniai Pancasila. Setidaknya bisa menjadi senjata melawan berbagai tindakan teror dan radikalisme. Tegas! kami adalah bangsa Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika. Meski berbeda, tetapi tetap satu bangsa. Jangan sekali-kali mengadu domba kami dengan cara apapun. Kami punya Pancasila yang merupakan alat pemersatu bangsa, rumah persaudaraan dan kerukunan.

Indonesia adalah bangsa yang beragam suku, agama, etnis, dan ras. Dan hal yang dapat mempersatukan keberagaman ini, tidak lain dan tidak bukan adalah Pancasila. Anugerah yang berharga bangsa ini diharapkan mampu menjadi titik temu, titik tumpu, dan titik maju dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan beragama. Pancasila merupakan pedoman bagi semua bangsa Indonesia untuk berinteraksi dalam konteks kebersamaan untuk mengokohkan persatuan dan kesatuan. Karenanya Pancasila patut diaktualisasikan di setiap lini kehidupan dengan pengamalan yang komprehensif seluruh aspek kehidupan. Pancasila ini harus kita rawat dan dihidupkan dalam segala laku kebangsaan.

Sementara itu, Driyarkara menyebutkan bahwa ada tiga kategori perwujudan Pancasila yang didasarkan pada hubungan dan fungsi Pancasila bagi kehidupan manusia yaitu tematis, imperatif, dan operatif. Kategori tematis, Pancasila merupakan objek yang memiliki rumusan konsep dan ide-ide yang dapat dipikirkan dan dipahami. Adapun kategori imperatif Pancasila dapat dijadikan sebagai dasar norma dalam kehidupan termasuk norma hukum. Sementara kategori operatif, terwujud di dalam prinsip atau norma asasi yang menjadi asas bagi tindakan manusia.

Berdasarkan perwujudan itu, Pancasila direalisasikan dalam kehidupan praksis yang dapat diamalkan dan diusahakan oleh semua warga negara yang meyakininya. Meminjam bahasa Notonagoro bahwa sifat ini dikenal dengan subjektifitas objektif, dimana Pancasila sangat mungkin dilaksanakan dalam kehidupan bersama. Tentunya, dengan pemahaman yang matang akan hakikat Pancasila sebagai inti ajarannya, sehingga meminimalisir penyimpangan ajaran luhur Pancasila (Wahana, 1993: 99). Termasuk diantaranya membendung arus deras ideologi anti-NKRI.

Domain agama yang biasanya sering kali dibenturkan dengan Pancasila oleh pengasong ideologi radikal anti-NKRI. Mereka memprovokasi seolah Pancasila bertentangan dengan agama. Padahal Ngarjito Ardi (2018) mengatakan bahwa agama memiliki korelasi sejalan dengan Pancasila. Kita bisa melihat bagaimana Pancasila sangat menjunjung Ketuhanan Yang Maha Esa. Di mana, setiap warga negara harus meyakini bahwa Tuhan adalah Esa. Keesaan Tuhan secara terang benderang menjadi salah satu inti dari nilai agama (jalandamai.org, 28 Maret 2018).

Selanjutnya, setidaknya  ada tujuh nilai yang paling dasar dari setiap yang dimiliki oleh agama dan Pancasila; yakni kebenaran, non-violence, keadilan, kesetaraan, kasih sayang, cinta dan toleransi. Jika masyarakat Indonesia bisa menjalankan ketujuh nilai ini, ia akan menjadi orang yang paling agamis serta mencintai Indonesia. Menjadi bangsa Indonesia adalah menjadi manusia Pancasila.

Untuk menangkis serangan provokasi dari ideologi radikal, kewajiban kita adalah menjalankan Pancasila dan agama secara beriringan, agar persaudaraan kebangsaan dan keagamaan dapat terjaga. Pun demikian persatuan dan kesatuan Indonesia tetap terjalin. Harapannya dengan itu semua bangsa ini sadar akan adanya titik temu, titik tumpu, titik maju dalam kehidupan berbangsa, kita senantiasa menjaganya dari segala bentuk adu domba yang berusaha mencerai berai kerukunan agama. Kita semua adalah saudara sebangsa dan setanah air.

This post was last modified on 31 Mei 2023 11:22 AM

Suwanto

Penulis merupakan Peneliti Multiple-Representation Learning di PPs Pend.Kimia UNY, Interdisciplinary Islamic Studies di Fak. Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, dan Culture Studies di UGM

Recent Posts

Cara Islam Menyelesaikan Konflik: Bukan dengan Persekusi, tapi dengan Cara Tabayun dan Musyawarah

Konflik adalah bagian yang tak terelakkan dari kehidupan manusia. Perbedaan pendapat, kepentingan, keyakinan, dan bahkan…

5 jam ago

Beragama dalam Ketakutan: Antara Narasi Kristenisasi dan Persekusi

Dua kasus ketegangan umat beragama baik yang terjadi di Rumah Doa di Padang Kota dan…

6 jam ago

Bukti Nabi Sangat Menjaga Nyawa Manusia!

Banyak yang berbicara tentang jihad dan syahid dengan semangat yang menggebu, seolah-olah Islam adalah agama…

6 jam ago

Kekerasan Performatif; Orkestrasi Propaganda Kebencian di Ruang Publik Digital

Dalam waktu yang nyaris bersamaan, terjadi aksi kekerasan berlatar isu agama. Di Sukabumi, kegiatan retret…

1 hari ago

Mengapa Ormas Radikal adalah Musuk Invisible Kebhinekaan?

Ormas radikal bisa menjadi faktor yang memperkeruh harmoni kehidupan berbangsa serta menggerogoti spirit kebhinekaan. Dan…

1 hari ago

Dari Teologi Hakimiyah ke Doktrin Istisyhad; Membongkar Propaganda Kekerasan Kaum Radikal

Propaganda kekerasan berbasis agama seolah tidak pernah surut mewarnai linimasa media sosial kita. Gejolak keamanan…

1 hari ago