Narasi

Pancasila sebagai Vaksin dari Virus Teologi Destruktif

Virus ideologis intoleransi, radikalisme dan terorisme pada dasarnya membawa semacam gejala yang disebut “klaim teologis” yang destruktif. Efeknya dapat merusak jaringan pola-pikir umat dalam kehidupan sosial. Menganggap semua di luar keyakinannya salah, sesat, kafir, musyrik dan perlu dibasmi. Gejala ini semakin terbentuk menjadi sel-sel perilaku kezhaliman dan melanggar nilai kemanusiaan yang dianggap benar, jika tidak segera diatasi.

Pancasila secara orientasi-subtansial pada dasarnya tak sekadar tegak sebagai prinsip berbangsa kita. Dia adalah vaksin dari berbagai macam virus ideologis yang menyebabkan masyarakat Indonesia menjadi “zombie” dalam merusak tatanan bangsanya sendiri. Sebagaimana, dalam konteks menyembuhkan pola-pikir destruktif terhadap klaim ketuhanan secara eksklusif di Indonesia yang kian-hari kian mewabah.

Ketuhanan di dalam nilai Pancasila dalam sila ke-1 “Ketuhanan yang Maha Esa”. Sejatinya membangun ruang egalitarian teologis, dengan prinsip titik-tengah di antara nilai prinsipil ketuhanan dalam tiap agama yang ada di Indonesia. Sebagaimana dalam tradisi agama-agama, penyebutan Nama/istilah atau-pun definsi yang berbeda, tetapi memiliki titik-fundamental yang mengerucut ke dalam wilayah yang disebut Ketunggalan “Esa”.

Upaya Pancasila sebagai titik-tengah di balik nilai teologis ketuhanan dalam tiap agama mengacu ke dalam nilai subtansial, yaitu bukan perkara Tuhan yang diberi nama atau-pun diberi definisi. Artinya tidak memihak terhadap prinsip Tuhan dalam Islam atau Kristen. Melainkan Tuhan secara esensial dalam keimanan tiap agama yang disebut sebagai “kebenaran teologis” yang melampaui segala hal yang didefinisikan dalam tiap-tiap agama itu sendiri.

Di sinilah yang Saya sebut sebagai ketuhanan di dalam Pancasila yang tidak pernah destruktif. Sebab, ketegasan tentang prinsip ketuhanan di dalam Pancasila sejatinya tidak lagi saling “menegasi”. Sebagaimana, menuntun manusia Indonesia bisa ber-ketuhanan dan tetap dalam prinsip ketuhanan yang telah dimiliki dalam keyakinannya masing-masing.

Ketuhanan di dalam Pancasila pada dasarnya mengacu ke dalam satu kesadaran penting yang disebut menjadi umat yang tunduk atas perintah Tuhan. Korelasi etis-nya akan menjadi vaksin atas segala virus intolerant-radikal-teroris. Karena acuan yang dibangun, meminta manusia Indonesia untuk menaati segala perintah Tuhan/hukum-hukum Tuhan itu sendiri. Tentu, kalau kita pahami, semua agama memiliki prinsip hukum ketuhanan/teologis yang sangat melarang pembunuhan, merusak tatanan apalagi membenci.

Ibnu Arabi bukan sekadar asumsi, jika beliau memiliki kesimpulan etis bahwa setiap agama tidak pernah mengajarkan keburukan, karena semua agama mengajarkan kebaikan. Ungkapan ini lahir ketika beliau mendalami nilai-nilai prinsipil dalam tiap-tiap agama secara ilmiah dan objektif. Maka, kalau kita kembali ke dalam prinsip ketuhanan dalam Pancasila, itu mutlak sebagai satu cara membangun pola pikir kita yang tolerant di hadapan keragaman agama dengan segala prinsip ketuhanan yang dimiliki.

Ketuhanan di dalam Pancasila akan memutus yang namanya virus “justifikasi eksklusif” yang dimiliki kelompok radikal-intolerant. Ketuhanan dalam Pancasila ibaratkan sebuah anti-biotik yang menetralkan semacam pola-pikir merasa paling benar dalam konteks prinsip ketuhanan itu. Sebagaimana, kecenderungan kelompok radikal-intolerant selalu merusak jaringan pola-pikir umat dengan spirit merasa paling benar itu sebagai dalih untuk merobek keragaman dan merusak tatanan mengatasnamakan “jihad”.

Sebagaimana yang Saya sebutkan di atas, bahwa prinsip teologis/ketuhanan di dalam Pancasila tidak pernah destruktif. Sebab, nilai subtansial di dalamnya akan memperbaiki sel-sel pola-pikir tentang ketuhanan yang condong akan melahirkan disentegritas. Ketuhanan dalam Pancasila adalah vaksin yang akan membuat imunitas pola-pikir kita dalam beragama/bertuhan condong egalitarian serta menjunjung tinggi sikap menghargai.

This post was last modified on 31 Mei 2023 11:09 AM

Saiful Bahri

Recent Posts

Sesat Pikir Pengkafiran terhadap Negara

Di tengah dinamika sosial dan politik umat Islam, muncul kecenderungan sebagian kelompok yang mudah melabeli…

4 hari ago

Dekonstruksi Syariah; Relevansi Ayat-Ayat Makkiyah di Tengah Multikulturalisme

Isu penerapan syariah menjadi bahan perdebatan klasik yang seolah tidak ada ujungnya. Kaum radikal bersikeras…

4 hari ago

“Multikulturalitas vis-à-vis Syariat”, Studi Kasus Perusakan Makam

Anak-anak tampak menjadi target prioritas kelompok radikal teroris untuk mewariskan doktrin ekstrem mereka. Situasi ini…

4 hari ago

Bertauhid di Negara Pancasila: Menjawab Narasi Radikal tentang Syariat dan Negara

Di tengah masyarakat yang majemuk, narasi tentang hubungan antara agama dan negara kerap menjadi perbincangan…

5 hari ago

Penangkapan Remaja Terafiliasi ISIS di Gowa : Bukti Nyata Ancaman Radikalisme Digital di Kalangan Generasi Muda

Penangkapan seorang remaja berinisial MAS (18 tahun) oleh Tim Densus 88 Antiteror Polri di Kabupaten…

5 hari ago

Jalan Terang Syariat Islam di Era Negara Bangsa

Syariat Islam dalam konteks membangun negara, sejatinya tak pernah destruktif terhadap keberagaman atau kemajemukan. Syariat…

5 hari ago