Narasi

Peran Santri dalam Tantangan Dunia

Ada yang menarik dalam Harvard Business Review edisi September/Oktober 2023 yang mengulas tentang budaya komunikasi lintas budaya, gender, dan generasi dalam perusahaan-perusahaan dunia. Keberagaman generasi di dunia kerja telah meningkat secara signifikan selama beberapa dekade terakhir, seiring dengan semakin banyaknya orang yang hidup lebih lama, hidup lebih sehat, dan pensiun lebih lambat.

Dalam dunia kerja perusahaan-perusahaan ternama saat ini, orang mungkin berkolaborasi dengan kolega dari empat generasi sekaligus, sesuatu yang belum pernah terjadi pada beberapa dekade lalu. Hal ini menjadi konfirmasi bahwa keberagaman adalah keniscayaan bagi penghuni bumi di mana pun berada.

HBR juga menerbitkan berbagai macam penelitian bahwa hidup di tengah keberagaman bukanlah hal yang mudah. Suku, Agama, Ras dan Antar golongan melahirkan pandangan, tutur, dan tindakan yang berbeda-beda, sehingga rawan terjadi gesekan dari perbedaan-perbedaan yang ada. Namun, membentuk kehidupan homogen yang eksklusif berbasis SARA juga bukan sebuah solusi. Hal ini menurut sosiolog Universitas Airlangga (Unair), Bagong Suyanto, berisiko memicu munculnya segregasi sosial lantaran perbedaan ras, etnisitas, dan agama.

Bagong juga mengatakan bahwa kelompok masyarakat homogen tidak terlatih bergaul dalam keberagaman sehingga rawan terjadinya gesekan ketika berinteraksi dengan SARA yang berbeda – sesuatu yang tak dapat terhindarkan.

Konsep Diversity, Equity, Inclusion (DEI) yang diterapkan dalam masyarakat global melalui perusahaan dan organisasi internasional perlu diterapkan secara masif pula di Indonesia alih-alih membentuk kelompok homogen eksklusif. Keanekaragaman, kesetaraan, dan inklusifitas mengacu pada perlakuan yang adil dan partisipasi penuh semua orang, khususnya kelompok yang secara historis kurang terwakili atau mengalami diskriminasi berdasarkan identitas atau disabilitas.

Tak hanya diterapkan di sekolah dan universitas, Indonesia sebagai negara dengan pemeluk agama Islam terbanyak di dunia atau sebanyak 277.534.122 orang perlu melakukan penetrasi melalui kelompok santri yang mencapai 4,37 juta orang di seluruh Indonesia (databoks.katadata.co.id). Kelompok santri yang tersebar di 30.494 pondok pesantren ini merupakan ujung tombak dalam menyiarkan keanekaragaman, kesetaraan, dan inklusifitas dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.

Jihad Santri Jayakan Negeri sebagai tema Hari Santri Nasional 2023 menjadi ajakan lebih dari 4 juta santri untuk melakukan jihad-jihad yang menjayakan Indonesia. Dikutip dari Wikipedia, Jihad (bahasa Arab: جهاد) menurut syariat Islam adalah berjuang/usaha/ikhtiar dengan sungguh-sungguh. Jihad dilaksanakan untuk menjalankan misi utama manusia yaitu menegakkan agama Allah atau menjaga agama tetap tegak, dengan cara-cara sesuai dengan garis perjuangan para Rasul dan Al-Qur’an.

Jihad yang dilaksanakan Rasul adalah berdakwah agar manusia meninggalkan kemusyrikan dan kembali kepada aturan Allah, menyucikan kalbu, memberikan pengajaran kepada umat dan mendidik manusia agar sesuai dengan tujuan penciptaan mereka yaitu menjadi khalifah Allah di bumi melalui jalan perdamaian dan saling mengasihi. Namun dalam berjihad, Islam melarang pemaksaan dan kekerasan, termasuk membunuh warga sipil yang tidak ikut berperang, seperti wanita, anak-anak, dan manula.

Jihad menurut Wakil Presiden Ma’ruf Amin disampaikan dalam peringatan Hari Santri Nasional dan Hari Sumpah Pemuda, ia meminta santri untuk terus menjadi agen perbaikan dan tidak mengejar kekuasaan. Perbaikan harus dilakukan dalam semua sektor, seperti kemasyarakatan, pendidikan, ekonomi, dan sosial (Kompas.id, 24 Oktober 2023)

Pebaikan dalam sektor-sektor yang disebutkan Ma’ruf Amin tentu saja tidak dapat terjadi jika masyarakat Indonesia khususnya generasi muda santri hanya berkutat pada eksklusifitas dan mengedepankan kelompoknya. Menurut Dr. Sri Yunanto dalam bukunya Islam Moderat VS Islam Radikal (2018), Islam sedang kehilangan dominasi dan kendali dalam hal ilmu pengetahuan. Perbedaan mazhab antar kelompok, baik dalam dunia internasional atau nasional, mengalihkan fokus umat Islam dalam menguasai ilmu pengetahuan dan menjadi garda terdepan dalam pendidikan, ekonomi, dan sosial.

Untuk itu, Jihad Santri Jayakan Negeri perlu dimulai dari memperhatikan keanekaragaman, kesetaraan, dan inklusifitas (DEI) sebagai pintu masuk interaksi sosial nasional hingga internasional dan mengambil peran penting dalam pendidikan, ekonomi, dan sosial.

This post was last modified on 27 Oktober 2023 2:40 PM

Bara Wahyu Riyadi

Recent Posts

Sesat Pikir Pengkafiran terhadap Negara

Di tengah dinamika sosial dan politik umat Islam, muncul kecenderungan sebagian kelompok yang mudah melabeli…

4 hari ago

Dekonstruksi Syariah; Relevansi Ayat-Ayat Makkiyah di Tengah Multikulturalisme

Isu penerapan syariah menjadi bahan perdebatan klasik yang seolah tidak ada ujungnya. Kaum radikal bersikeras…

4 hari ago

“Multikulturalitas vis-à-vis Syariat”, Studi Kasus Perusakan Makam

Anak-anak tampak menjadi target prioritas kelompok radikal teroris untuk mewariskan doktrin ekstrem mereka. Situasi ini…

4 hari ago

Bertauhid di Negara Pancasila: Menjawab Narasi Radikal tentang Syariat dan Negara

Di tengah masyarakat yang majemuk, narasi tentang hubungan antara agama dan negara kerap menjadi perbincangan…

5 hari ago

Penangkapan Remaja Terafiliasi ISIS di Gowa : Bukti Nyata Ancaman Radikalisme Digital di Kalangan Generasi Muda

Penangkapan seorang remaja berinisial MAS (18 tahun) oleh Tim Densus 88 Antiteror Polri di Kabupaten…

5 hari ago

Jalan Terang Syariat Islam di Era Negara Bangsa

Syariat Islam dalam konteks membangun negara, sejatinya tak pernah destruktif terhadap keberagaman atau kemajemukan. Syariat…

5 hari ago