Narasi

Peristiwa SIGI dan Urgensi Dakwah Santun

Indonesia kembali berduka, pasalnya pada jumat 27 November 2020, terjadi Aksi pembantaian di Sigi, Sulawesi Tengah. Empat orang meninggal, sekian rumah dibakar, ratusan warga mengungsi. Pelakunya adalah kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang dipimpin oleh Ali Kalora. Kelompok ini adalah yang tersisa setelah 4 tahun lalu pimpinan teroris MIT, bernama Santoso, sudah berhasil dibunuh dalam operasi Tinombala (tim gabungan Polri – TNI).

Pembunuhan ini menambah daftar panjang kekejian yang dilakukan oleh MIT. Berdasarkan data yang dihimpun oleh tim media Mosintuwu selama periode tahun 2020: pada tanggal 8 April, pembunuhan keji kepada seorang muslim Daeng Tapo. Kemudian pada 9 April, terjadi pembunuhan kepada Ajeng, kemudian 8 Agustus, pembunuhan kepada Agus Balumba (Kristen). Kemudian 3 September, pembunuhan Wayan Astika (Hindu) serta 27 November kemarin, pembunuhan Naka, Pedi, Yasa, Pinu (keempatnya adalah Kristen).

Para korban ini mayoritasnya adalah petani. Warga kemudian menjadi ketakutan. Pasca peristiwa itu ratusan hektar kebun ditinggalkan. Pada prakteknya aksi terorisme bukan hanya meresahkan masyarakat, tetaapi juga bikin krisis ekonomi (miskin), karena warga terdampak tidak bisa bekerja.

            Bukan hanya di tahun ini, di tahun-tahun sebelumnya juga banyak aksi kekerasan yang dilakukan mereka terhadap warga sipil. Syukurnya, hingga hari ini aparat sudah mengejar dan akan mengepung tempat-tempat yang dicurigai sebagai sarang dari para teroris MIT. Karena sejatinya hukum harus ditegakkan.

Namun, yang lebih penting dari itu, masyarakat jangan sampai terporovokasi apalagi menyebarkan hoax tentang aksi yang terjadi di sana, khususnya bagi warga di Sulawesi Tengah. Karena Indonesia memang akhir-akhir sedang dilanda oleh berbagai peristiwa keagamaan yang rumit, terutama semenjak datangnya Habib Rizieq Shihab ke Indonesia.

Kontroversi kedatangannya di tengah situasi pandemi covid-19 yang di arak oleh para pengikutnya telah membuatnya berseteru dengan artis Nikita Mirzani yang bisa kita akses perdebatannya di media kita saat ini. Dalam jejak digitalnya, sosok Rizieq memang dikenal dengan narasi dakwah provokatif dan cenderung anti pemerintah, apalagi dulu dakwahnya dilakukannya dengan merepresi masyarakat atau tempat yang mereka anggap sebagai ladang maksiat. Dakwah Rizieq beberapa waktu lalu, cukup banyak menjadi sorotan publik setelah ia mengatakan secara eksplisit tentang wacana pemenggalan kepala (aksi ekstremisme) jika agamanya dinistakan, seperti peristiwa pemenggalan kepada Samuel Patty yang terjadi di Prancis.    

Rizieq saat ini semakin meluaskan jangkauan pengikutnya sejak pasca peristiwa politik keagamaan di Indonesia. Menurut Mujibuddin (2020), Rizieq mencoba untuk menyelematkan Indonesia dari kungkungan politik jahiliyah yang ada di Indonesia. Kemampuannya dalam menghapus sekat lintas ormas dan merumuskan pemikiran politik Islam yang dapat merangkul semua aktivis Islam politik menjadikan dirinya sebagai sosok yang kharismatik. Dengan modal seperti ini, Rizieq dianggap sebagai juru selamat Indonesia dari kunkungan sistem jahiliyah.

Masih menurut Mujibuddin, sekembalinya ia ke Indonesia tidak membuatnya sulit untuk membangun jejaring massa. Sebagaimana yang sudah lazim diketahui bahwa saat ini Habib Rizieq memiliki massa yang tergabung dalam jaringan alumni 212. Alumni 212 merupakan sebuah jaringan lintas ormas Islam di Indonesia. Mereka masih konsisten mengikuti arahan dari Habib Rizieq sebagai imam besar mereka, terutama para kelompok muslim perkotaan yang cenderung dogmatis.  

Membumikan Dakwah Santun

 Untuk itu, melihat realitas dakwah di ruang publik saat ini, kita sangat membutuhkan dakwah santun yang harus disemai di berbagai platform media kita. Karena pada dasarnya, dakwah adalah mengajak kepada kebaikan dengan proses internalisasi nilai prefetik agama. Mengajak kepada kebaikan harus dengan cara yang baik, sehingga dakwah tidak sekedar menyampaikan, tetapi juga menanamkan nilai, yakni nilai kebaikan dan etis transformatif. Begitulah metode yang dilakukan para penyebar Islam awal dengan cara menginternalisasikan nilai Islam dengan konteks lokalitas dengan cara santun dan sejuk. Dakwah yang mengislamkan bukan mengkafirkan, dakwah yang merangkul, bukan memukul dan dakwah yang membawa rahmat, bukan laknat.

Narasi dakwah di media kita saat ini masih cenderung provokatif. Hal inilah yang semakin dimanfaatkan oleh kelompok teroris, khususnya di Sigi. Mereka memanfaatkan situasi tidak menentu ini untuk membuat kondisi ruang publik semakin gaduh. Aksi yang mereka lakukan telah mencederai spirit kemanusiaan dan telah mencederai nilai agama itu sendiri. Mereka sebenarnya bukan menyelamatkan agama atau membela tuhan, tetapi mereka telah membela dan membantu para setan untuk merusak nilai-nilai kemanusiaan. Wallahu A’lam  

This post was last modified on 1 Desember 2020 8:52 PM

Ferdiansah

Peneliti The Al-Falah Institute Yogyakarta

Recent Posts

Kesiapsiagaan Merupakan Daya Tangkal dalam Pencegahan Terorisme

Ancaman terorisme yang terus berkembang bukanlah masalah yang dapat diselesaikan dengan pendekatan konvensional atau sekadar…

3 hari ago

Zero Attack; Benarkah Terorisme Telah Berakhir?

Dalam beberapa tahun terakhir, dunia tampak lebih tenang dari bayang-bayang terorisme yang pernah begitu dominan…

3 hari ago

Pembelajaran dari Mitologi Kuda Troya dalam Ancaman Terorisme

Di tengah sorotan prestasi nihilnya serangan teror dalam beberapa tahun terakhir, kita mungkin tergoda untuk…

3 hari ago

Jejak Langkah Preventif: Saddu al-Dari’ah sebagai Fondasi Pencegahan Terorisme

Dalam hamparan sejarah peradaban manusia, upaya untuk mencegah malapetaka sebelum ia menjelma menjadi kenyataan bukanlah…

4 hari ago

Mutasi Sel Teroris di Tengah Kondisi Zero Attack; Dari Faksionalisme ke Lone Wolf

Siapa yang paling diuntungkan dari euforia narss zero terrorist attack ini? Tidak lain adalah kelompok…

4 hari ago

Sadd al-Dzari’ah dan Foresight Intelijen: Paradigma Kontra-Terorisme di Tengah Ilusi Zero Attack

Selama dua tahun terakhir, keberhasilan Indonesia menangani terorisme dinarasikan melalui satu frasa kunci: zero terrorist…

5 hari ago