Narasi

Pesantren Menguatkan Daya Tahan Perempuan dari Jeratan Narasi Radikalisme yang Patriakis

Peran pesantren putri dalam mencetak kader ulama perempuan yang memiliki wawasan religius, nasionalis, dan pancasilais sangatlah penting dalam memperkuat posisi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Pesantren memiliki peran strategis dalam membentuk karakter dan kepribadian para kader perempuan, serta memberikan pengetahuan agama yang kuat sebagai landasan spiritualitas mereka.

Melalui pendidikan agama yang terintegrasi dengan pemahaman nasionalisme dan nilai-nilai Pancasila, pesantren mampu mencetak kader ulama perempuan yang tidak hanya berkompeten dalam bidang keagamaan, tetapi juga memiliki kesadaran akan tanggung jawab sosial dan politik mereka sebagai warga negara Indonesia. Kader ulama perempuan yang dihasilkan oleh pesantren putri memiliki potensi besar untuk membawa perubahan positif dalam masyarakat.

 

Tidak dipungkiri, kerentanan perempuan dalam jeratan jaringan terorisme karena ketidakmampuan perempuan dalam melawan narasi laki-laki yang mengeksploitasi ajaran agama. Perempuan dijadikan korban dengan mengatasnamakan doktrin agama sebagai persembahan dalam aksi. Tak ayal, militansi dan loyalitas perempuan direkayasa sebagai bahan bakar dalam melakukan aksi.

 

Salah satu penyebab utama adalah karena perempuan tidak mempunyai basis pengetahuan keagamaan yang kuat dalam melawan narasi radikalisme yang patriarkis. Doktrin kewajiban kepatuhan, ketaatan terhadap laki-laki, suami sebagai jalan surga, dan heroisme perempuan yang diramu dalam budaya pemikiran yang patriarkis berperan dalam menjerat perempuan dalam jaringan teror.

Mereka tidak hanya memiliki pengetahuan agama yang mendalam, tetapi juga memiliki kesadaran akan pentingnya berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan negara. Dengan wawasan religius yang kuat, mereka dapat menjadi pemimpin spiritual yang mampu membimbing masyarakat menuju ke arah yang lebih baik, sambil juga memperjuangkan hak-hak perempuan dalam berbagai aspek kehidupan.

Ketika perempuan tidak memiliki akses yang sama dengan laki-laki dalam pendidikan agama dan kesempatan untuk mengembangkan diri mereka secara penuh, hal ini akan menciptakan lingkungan yang rentan terhadap keterpengaruhan perempuan. Perempuan dalam jaringan teror walaupun sebagai pelaku aktif, sesungguhnya ia berposisi sebagai obyektifikasi dari maskulinitas terorisme.

Karena itulah, memperkuat perempuan melalui pesantren khususnya memiliki peran penting dalam menciptakan pondasi yang kokoh bagi ketahanan perempuan. Investasi dalam pendidikan agama yang inklusif dan berimbang bagi perempuan khusunya di pesantren merupakan langkah strategis untuk memperkuat posisi perempuan dalam masyarakat dan membangun negara yang lebih adil dan sejahtera.

Kita harus mengapresiasi peran pesantren dalam mencetak kader ulama perempuan yang berwawasan religius, nasionalis, dan pancasilais. Pendidikan agama yang seimbang dan inklusif bagi perempuan merupakan kunci untuk menciptakan masyarakat yang lebih berkeadilan dan beradab.

Dengan menghasilkan kader ulama perempuan yang berkualitas dan berkompeten, pesantren putri memberikan kontribusi yang signifikan dalam memperkuat posisi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, sosial, dan politik. Keterlibatan perempuan dalam berbagai sektor kehidupan merupakan kunci tidak hanya bagi keadilan gender, tetapi juga mngurangi resiko kerentanan perempuan.

Dengan memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk mengakses pendidikan agama yang berkualitas, kita dapat menciptakan sumber daya manusia yang lebih terampil dan berdaya saing, yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi positif bagi pembangunan ekonomi negara.

Dengan demikian, peran pesantren putri dalam mencetak kader ulama perempuan yang memiliki wawasan religius, nasionalis, dan pancasilais sangatlah penting dalam memperkuat posisi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Melalui pendidikan agama yang terintegrasi dengan nilai-nilai kebangsaan dan Pancasila, pesantren tidak hanya mencetak ulama perempuan yang berkualitas dalam bidang keagamaan, tetapi juga membentuk pemimpin yang peduli terhadap tanggung jawab sosial dan politik mereka sebagai warga negara Indonesia.

This post was last modified on 25 April 2024 12:05 PM

Septi Lutfiana

Recent Posts

Apakah Ada Hadis yang Menyuruh Umat Muslim “Bunuh Diri”?

Jawabannya ada. Tetapi saya akan berikan konteks terlebih dahulu. Saya tergelitik oleh sebuah perdebatan liar…

4 jam ago

Persekusi Non-Muslim: Cerminan Sikap Memusuhi Nabi

Belum kering ingatan kita tentang kejadian pembubaran dengan kekerasan terhadap retreat pelajar di Sukabumi, beberapa…

4 jam ago

Tabayun, Disinformasi, dan Konsep Bom Bunuh Diri sebagai Doktrin Mati Syahid

Dalam era digital yang serba cepat dan terbuka ini, arus informasi mengalir begitu deras, baik…

4 jam ago

Amaliyah Istisyhad dan Bom Bunuh Diri: Membedah Konsep dan Konteksnya

Kekerasan atas nama agama, khususnya dalam bentuk bom bunuh diri, telah menjadi momok global yang…

4 jam ago

Alarm dari Pemalang dan Penyakit Kronis “Kerukunan Simbolik”

Bentrokan yang pecah di Pemalang antara massa Rizieq Shihab (“FPI”) dan aliansi PWI LS lalu…

1 hari ago

Pembubaran Pengajaran Agama dan Doa di Padang: Salah Paham atau Paham yang Salah?

“hancurkan semua, hancurkan semua, hancurkan semua”. Begitulah suara menggelegar besautan antara satu dengan lainnya. Di…

1 hari ago