Cahaya rahmat serta keberkahan bulan suci Ramadhan sejatinya tak hanya bisa dirasakan oleh umat Islam saja. Melainkan dapat dirasakan oleh seluruh umat manusia.
Ramadhan layaknya sinar matahari. Sebagaimana matahari dapat menyinari bumi secara adil tanpa membeda-bedakan. Perannya dapat membawa manfaat bagi segala aspek kehidupan secara keseluruhan.
Segala aspek nilai spiritualitas Ramadhan pada hakikatnya menuntun kita agar lebih memanusiakan manusia lain. Agar kita menyadari, bahwa kita tidak bisa egois dalam hidup atau penuh dengan rasa keangkuhan. Karena kita adalah makhluk sosial yang harus senantiasa menjaga keharmonisan satu sama lain.
3 Cahaya Rahmat Ramadhan untuk Umat Manusia
Pertama, puasa di bulan suci Ramadhan pada hakikatnya bukan perkara hanya selesai pada ramah “syariat” menahan haus dan rasa lapar semata. Melainkan juga mengajarkan umat Islam, agar juga bisa menahan segala egoisme dan kebencian yang membebal di dalam diri kita.
Ini adalah fakta penting bahwa spiritualitas puasa itu harus menjauhi dari segala egoisme dan keangkuhan dalam beragama. Maka sangat keliru ketika ada perilaku yang selalu ingin dihargai ketika puasa Ramadhan. Lalu cenderung tak menghargai terhadap mereka yang tidak puasa.
Jadi, menahan egoisme dan kebencian sebagai bagian penting dari substansi puasa sebagai nilai rahmat bagi seluruh umat. Bahwa Ramadhan mengajarkan kita untuk selalu egalitarian dan tolerant. Segala bentuk egoisme dalam beragama harus kita buang dan di sinilah titik-terang Ramadhan akan membawa dampak keseimbangan bagi tatanan keumatan itu sendiri.
Kedua, rasa lapar dan haus dalam puasa adalah bentuk (perenungan) sosial. Bagaimana kita diajak untuk memahami kenyataan sosial yang penuh dengan kekurangan. Sehingga, ini mengajarkan arti kehidupan sosial yang mengharuskan kita untuk bersama.
Jadi, puasa adalah simbol tentang kesadaran penting di dalam memanusiakan manusia lain. Menyadari bahwa kita harus menjaga kebersamaan secara sosial. Kita harus saling melindungi, tolong-menolong dan tetap menjaga persatuan.
Tidak ada legitimasi ajaran Islam yang membenarkan segala bentuk kebencian, anti sosial dan memusuhi mereka yang berbeda. Puasa adalah kesejatian Islam yang menegaskan bahwa kita harus bersama dan puasa menekankan bagaimana kepekaan dalam kehidupan sosial.
Ketiga, selama Ramadhan, kita dilarang berghibah, mengadu-domba, berdusta dan berbuat keburukan. Karena perilaku semacam ini membuat puasa kita tak ada gunanya. Karena puasa adalah layaknya madrasah. Agar kita terbiasa menahan diri agar tak melakukan tindakan yang bisa membawa dampak kemudharatan bagi kehidupan sosial di negeri ini.
Menjauhi ghibah, fitnah, dan adu-domba berarti menjauhi hulu perpecahan serta konflik. Jadi, titik relevansi Ramadhan sebagai rahmat bagi seluruh umat, karena menuntut kita untuk meninggalkan segala perilaku yang merusak kemaslahatan sosial, kemanusiaan dan utamanya tatanan sosial di tengah keragaman.
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…