Narasi

Ramadan di Tahun Politik: Puasa Sebagai Peredam Provokasi dan Adu Domba

Kondisi politik di Indonesia dan di banyak negara di dunia memang masih sangat dinamis dan penuh dengan ketidakpastian. Tahun politik sering kali memicu konflik dan perselisihan yang dapat memecah belah masyarakat.

Salah satu contohnya adalah Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) Indonesia pada tahun 2019, di mana terjadi polarisasi yang cukup tajam antara dua kubu pasangan calon. Masing-masing kubu cenderung mengedepankan isu identitas, seperti agama, suku, dan asal daerah untuk memperoleh dukungan dari basis massa. Hal ini mengakibatkan adanya gesekan dan konflik antara kelompok yang memiliki identitas berbeda, serta potensi munculnya tindakan provokasi dan kekerasan.

Selain itu muncul juga kasus-kasus intoleransi yang ikut mengoyak kerukunan umat beragama. Kasus paling baru adalah penutupan patung bunda Maria di Kulonprogo. Hal ini jelas melanggar nilai-nilai Pancasila berkaitan dengan kebebasan beragama. Kemudian problematika timnas Isarel di Piala Dunia U 20 yang digelar di Indonesia terus digoreng oleh sejumlah pihak untuk memecah persepsi rakyat. Dengan banyaknya permasalahan seperti itu, Ramadan dapat dijadikan momentum penting untuk meredam perselisihan dan memperkuat tali persaudaraan di antara masyarakat.

Selama Ramadan, umat Muslim diwajibkan untuk menahan diri dari makan dan minum selama seharian. Hal ini sebenarnya dapat menjadi pelajaran bagi kita untuk menahan diri dalam merespon berbagai perdebatan dan perselisihan yang muncul di tahun politik. Dengan menahan diri dan mempertimbangkan setiap kata yang kita ucapkan, kita dapat menghindari konflik dan perselisihan yang dapat merusak tali persaudaraan di antara masyarakat.

Selain itu, kegiatan sosial seperti buka puasa bersama juga dapat dijadikan momen untuk memperkuat tali persaudaraan di antara masyarakat. Dengan mengundang teman dan tetangga yang berbeda pandangan politik, kita dapat saling mengenal dan memperkuat tali persaudaraan di antara kita. Hal ini dapat mengurangi ketegangan yang muncul akibat perbedaan pandangan politik di tahun politik.

Umat Muslim juga dianjurkan untuk meningkatkan ibadahnya dengan membaca Al-Qur’an dan melakukan shalat tarawih. Hal ini dapat menjadi momen yang tepat untuk merenungkan makna dari ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan toleransi, keadilan, dan perdamaian. Dengan memahami nilai-nilai keislaman tersebut, kita dapat memperkuat komitmen kita untuk menjaga perdamaian dan persatuan di antara masyarakat.

Dalam konteks politik, Ramadan juga dapat menjadi momen yang tepat untuk memperkuat komitmen kita untuk memilih pemimpin yang memiliki visi dan misi yang jelas untuk memajukan bangsa dan negara. Dengan memilih pemimpin yang tepat, kita dapat memperkuat komitmen kita untuk menjaga perdamaian dan persatuan di antara masyarakat.

Selain itu, sebagai masyarakat yang beragam, kita juga dapat mengambil pelajaran dari nilai-nilai keislaman yang diajarkan di dalam Ramadan, seperti saling tolong-menolong, saling menghargai, dan saling memaafkan. Dengan mengedepankan nilai-nilai tersebut, kita dapat memperkuat tali persaudaraan di antara masyarakat dan mengurangi konflik yang muncul akibat perbedaan pandangan politik.

Identitas politik adalah sebuah label atau identitas yang diberikan kepada seseorang berdasarkan kecenderungan politiknya. Identitas politik ini dapat mencakup preferensi partai politik, pilihan calon dalam pemilu, atau pandangan politik dalam berbagai isu penting. Identitas politik seringkali menjadi faktor yang memicu konflik atau perselisihan di masyarakat, karena perbedaan pandangan politik yang dimiliki.

Namun, bulan Ramadan dapat menjadi kesempatan untuk mengatasi identitas politik tersebut. Hal ini karena bulan Ramadan mendorong umat Islam untuk fokus pada nilai-nilai kebaikan dan persatuan, daripada mempertegas perbedaan identitas politik. Selama bulan Ramadan, umat Islam di seluruh dunia berpuasa bersama, mengerjakan shalat tarawih bersama, dan membaca Al-Qur’an bersama.

Dalam konteks ini, bulan Ramadan dapat menjadi waktu untuk meningkatkan solidaritas dan persatuan di antara umat Islam, terlepas dari perbedaan identitas politik. Di banyak negara, misalnya, masjid-masjid menjadi pusat kegiatan sosial dan keagamaan yang melibatkan umat Islam dari berbagai latar belakang politik. Hal ini menunjukkan bahwa bulan Ramadan dapat menjadi momentum untuk mengatasi identitas politik dan memperkuat rasa persaudaraan di antara umat Islam.

This post was last modified on 29 Maret 2023 2:34 PM

Nur Faizi

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

2 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

2 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

2 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

3 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

3 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

3 hari ago