Narasi

Romo Mangun, Teologi yang Memanusiakan Manusia

Dari masa ke masa, agama memiliki peran yang penting dalam kehidupan manusia. Tidak jarangan, agama yang notabene menjadikan manusia lebih mulia, justru menjerumuskan menjadi menusia menjadi beringas. Atau mereka yang memiliki agama yang lebih menjadi sosok suci yang sulit disentuh orang awam. Kalau seperti ini fungsi agama sudah ternodai.

Memang benar, agama adalah ajaran tentang kewajiban, karena untuk menyadarkan usaha manusia menunaikan kewajiban, terutama kewajiban terhadap sesama. Hak dari sebagian besar manusia yang secara sosial berada dalam posisi yang lemah dan termarginalkan. Agamalah yang pertama kali mengajarkan tentang memanusiakan manusia. Agama apapun tidak ada yang membenarkan tentang penindasan makhluk hidup. Maka demikian, dari kewajiban manusia yang utama dalam beragama adalah masalah HAM.  

Agama harus senantiasa menjadi manusia lebih dari makhluk semata tetapi menausiakan manusia. Orang yang tenggelam dalam agama akan menjadi sosok yang humanis. Lantaran inti agama adalah menjadi kemanusia yang beradab. Salah satu sosok tokoh agama yang membumi tindak melangit adalah Romo Mangun. Penganut Katolik.

Dalam hidupnya, ia memberikan tauladan mengenai agama untuk manusia. Agama memberi jawaban atas kegelisahan manusia. Romo Mangun menyadarkan kepada bawah manusia merupakan makhluk yang bersifat religius. Religiusitas ini dipahami sebagai kesadaran atas eksistensi ilahi dan aspek kesucian dalam bertindak, bukan sekedar beragama. Kesadaran yang muncul ini membuat manusia sadar sebagai ciptaan Tuhan yang menjunjung moralitas dan tidak hanya bertindak atas dasar rasionalitas.

Setiap tindakan yang berasal dari akal bersinergi dengan nilai-nilai kebaikan. Oleh karena itu, semangat kemanusiaan menjadi dasar kerja sama yang dilakukan masyarakat di segala bidang tanpa memberikan ruang perbedaan agama yang dimaknai secara destruktif. Romo mangun tidak hanya sebatas konsep, tetapi ia juga mengejawantahkan pemikirannya dalam tindakan.

Semasa hidupnya, Romo mangun lebih dekat dengan kaum-kaum pinggiran. Ia bisa mengubah kehidupan masyarakat kumuh serta berandal menjadi manusia yang manusiawi. Romo Mangun tidak pernah mengubah keyakinan meraka. Ia memberi contoh bagaimana agama benar-benar hadir dalam kehidupan masyarakat.

Di sisi lain, Romo Mangun juga menawarkan cara bersikap yang mengacu kepada dinamika relativitas dengan mereduksi kemutlakan pada konsep pasca-Einstein. Permasalahan yang dihadapi manusia tidak sederhana, terdapat kompleksitas di dalamnya. Kompleksitas yang membuat manusia tersadar bahwa setiap permasalahan bersifat relatif. Manusia dilihat sebagai makhluk yang seharusnya memiliki paradigma berpikir lateral dalam menyelesaikan masalah. Lebih dari itu, konsep ini mencita-citakan manusia yang dapat menanggapi masalah dengan memperhatikan berbagai dimensi permasalahan.

Untuk mewujudkan konsep ini, Romo Mangun melihat pendidikan dapat menjadi jalan. Pendidikan yang hanya digunakan untuk menyebarkan nilai-nilai mayoritas tanpa memberikan kebebasan kepada siswa tidak dapat menghasilkan manusia humanis. Pendidikan tidak seharusnya melakukan indoktrinasi kepada siswa. Oleh karena itu, pendidikan harus menjadi sarana pencarian identitas diri dan pendewasaan yang evolutif dengan melihat berbagai dimensi kehidupan.

Dengan demikian, ajaran semua agama adalah memanusiakan manusia. Semua agama yang menitikberatkan kepada kemanusia. Karena dengan rasa kemanusiaan, manusia mendapatkan kebebasan untuk hidup. Tidak ada ada satu pun agama di dunia ini yang mengajarkan tentang perpecahan antar umat. Kalaupun jika memang ada agama yang mengajak umatnya untuk menyebarkan kekerasan, berarti yang salah bukanlah agamanya, tetapi bisa saja orang yang ada di dalamnya memanfaatkan kekuasaannya untuk kepentingan pribadinya.

Terlepas dari itu semua, pemikiran Romo Mangun ini dapat direfleksikan kembali dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini yang cenderung memperjelas perbedaan agama dan menjadikan hal itu sebagai alasan tidak bekerja sama. Oleh karena, tokoh-tokoh agama tidak hanya berdiam diri rumah ibadah, tetapi menjadi pelopor kehidupan masyarakat kini.  Masyarakat awam lebih membutuhkan bukti dari pada janji.

This post was last modified on 1 Juli 2021 1:24 PM

Novita Ayu Dewanti

Fasilitator Young Interfaith Peacemaker Community Indonesia

Recent Posts

Membaca Ulang Fatwa Jihad Palestina: Perspektif Kritis terhadap Fatwa IUMS

Beberapa waktu lalu, Organisasi Internasional yang menaungi para ulama Muslim dari berbagai belahan dunia, yaitu…

2 jam ago

Menimbang Dampak Maslahat-Mudharat Fatwa Jihad ke Palestina

IUMS (International Ulama Muslim Scholars) beberapa waktu yang lalu, mengeluarkan sebuah fatwa seruan Jihad ke…

2 jam ago

Fatwa Jihad Internasional: Perlukah Indonesia Bertindak di Luar Jalur Diplomasi?

Fatwa jihad yang dikeluarkan oleh International Union of Muslim Scholars (IUMS) pada awal April 2025…

3 jam ago

Bagaimana Seharusnya Muslim Nusantara Meratifikasi Seruan Jihad Global Melawan Israel?

Gelombang kekerasan dan genosida di Palestina, terutama di Gaza oleh zionis Israel seolah kian menggila.…

3 jam ago

Terorisme Pasca JI : Jurnal Jalan Damai Vol. 1. No. 2 April 2025

Salam Damai, Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya Jurnal Jalan…

6 jam ago

Masjid Rasa Kelenteng; Akulturasi Arsitektural Islam dan Tionghoa

Menarik untuk mengamati fenomena keberadaan masjid yang desain arsitekturnya mirip atau malah sama dengan kelenteng.…

2 bulan ago