Kebangsaan

Syahid Bela Negara

Allahu Akbar..Allahu Akbar..Allahu Akbar”…pekikan relijius itu menggema begitu lantang membakar semangat pemuda dan masyarakat jawa Timur. Ya, pekikan itu keluar dari seorang pejuang bernama Bung Tomo yang mampu membangkitkan semangat perlawanan terhadap penjajah dan pembelaan terhadap kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Itulah peristiwa penting 10 Nopember 1945 yang menjadi tonggak perjuangan terbesar bangsa ini pasca kemerdekaan. Sebuah perjuangan yang menentukan arah masa depan kemerdekaan bangsa Indonesia saat ini.

Di balik peristiwa penting tersebut, ada kejadian yang tidak kalah pentingnya untuk dijabarkan. Bahkan di balik peristiwa 10 Nopember ini ada peristiwa yang sejatinya menjadi ruh lahirnya gerakan relijius perlawanan masyarakat Jawa Timur kala itu. Peristiwa itu kemudian dikenal dengan nama “Resolusi Jihad”. Sebuah prasasti sejarah yang telah membakar perlawanan arek Suroboyo dengan kobaran semangat keagamaan dalam melawan penjajah dan membela kedaulatan negara Republik Indonesia.

Peristiwa di balik 10 Nopember ini menjadi penting untuk diangkat kembali sebagai momentum yang melahirkan peristiwa besar dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia. Peristiwa ini memang tidak banyak mendapatkan pentas yang layak dalam sejarah Indonesia. Padahal, peristiwa inilah yang sejatinya menjadi tonggak perlawanan dan menyemangati seluruh masyarakat Jawa Timur untuk rela mati syahid demi menegakkan agama dan kedaulatan NKRI.

Resolusi Jihad lahir ketika Rais Akbar NU, Hasyim Asyari memanggil konsul NU  se-Jawa dan Madura untuk rapat besar gedung itu pada 21 dan 22 Oktober 1945 menyikapi kembalinya negara sekutu untu merebut kembali kemerdekaan Indonesia.  Dipimpin langsung oleh Rois Akbar NU Hadrotus Syekh KH. Hasyim Asy’ary dideklarasikanlah perang kemerdekaan sebagai perang suci atau jihad. Belakangan deklarasi ini populer dengan istilah Resolusi Jihad.

Ribuan kiayi dan santri bergerak ke Surabaya dengan semangat jihad dan mati syahid. Dua minggu kemudian, tepatnya tanggal 10 Nopember meletuslah perperangan dahsyat para syuhada’ melawan kaum penjajah. Tercatat dalam sejarah, kalangan santri, kiayi, umat Islam dan seluruh masyarakat Jawa Timur tidak takluk dengan tentara professional pasukan Inggris. Korban memang lebih berjatuhan dari para syuhada, tetapi kemenangan berada di tangan Indonesia. Para syuhada itu menang karena semangat jihad yang membara dalam mengusir penjajah.

Sebelumnya, pada 17 September 1945, Hasyim Asy’ari secara pribadi telah mengeluarkan fatwa jihad yang intinya sama dengan Resolusi Jihad.  Berikut adalah naskah Fatwa Jihad KH  Hasyim Asy’ari yang dikeluarkan 17 September 1945:

  1. Hoekoemnja memerangi orang kafir jang merintangi kepada kemerdekaan kita sekarang ini adalah fardoe ‘ain bagi tiap2 orang Islam jang moengkin meskipoen orang fakir.
    2. Hoekoemnja orang jang meninggal dalam peperangan melawan NICA serta komplot2nja, adalah mati sjahid.
    3. Hoekoemnja orang jang memetjahkan persatoean kita sekarang ini wadjib diboenoeh

Peristiwa Resolusi Jihad ini menjadi penegasan yang gamblang bagi kelompok yang mempertanyakan kesyahidan membela negara. Sekaligus menjadi bantahan bagi kelompok kecil yang memprovokasi jihad melawan negara. Sebuah kontradiksi sejarah dan pengkhianatan terhadap para syuhada, jika kelompok penebar kebencian ini menyerukan perlawanan terhadap negara yang telah didirikan dengan darah para syuhada di masa lalu.

Saat ini negara Indonesia telah mencapai kemerdekaan dengan jerih payah para syuhada masa lalu. Para syuhada telah gagah dan layak kenang sebagai pahlawan. Atribut syuhada ini sebenarnya tidak perlu penegasan karena jelas bahwa apa yang mereka perjuangkan untuk negara dan agama adalah sebuah ibadah jihad. Namun, sekali lagi penegasan sejarah ini penting bagi kita agar tidak mudah melupakan sejarah dan tidak ada kelompok yang merasa “gagah” meneriakkan kafir terhadap negara ini.

Negara ini dibangun oleh tetes darah para syuhada yang berani mati demi agama dan negara. Bukan mereka yang berani mati hanya untuk memecah belah negeri ini dan membuat teror dan kerasahan masyarakat. Di mana letak kesyahidan mereka yang hanya sibuk dengan membela angan-angan surgawi, tetapi sibuk meneror sesama saudara sebangsa dan seagama dan berupaya memecah belah persatuan bangsa? Atau orang-orang seperti ini layak dikategorikan sebagai orang-orang yang memecah persatuan, sebagaimana fatwa Mbah Hasyim Asy’arie?

Abdul Malik

Redaktur pelaksana Pusat Media Damai BNPT

Recent Posts

Agama dan Kehidupan

“Allah,” ucap seorang anak di sela-sela keasyikannya berlari dan berbicara sebagai sebentuk aktifitas kemanusiaan yang…

2 hari ago

Mengenalkan Kesalehan Digital bagi Anak: Ikhtiar Baru dalam Beragama

Di era digital, anak-anak tumbuh di tengah derasnya arus informasi, media sosial, dan interaksi virtual…

2 hari ago

Membangun Generasi yang Damai Sejak Dini

Di tengah perkembangan zaman yang serba digital, kita tidak bisa lagi menutup mata terhadap ancaman…

2 hari ago

Rekonstruksi Budaya Digital: Mengapa Budaya Ramah Tidak Bisa Membentuk Keadaban Digital?

Perkembangan digital telah mengubah banyak aspek kehidupan manusia, terutama pada masa remaja. Fase ini kerap…

3 hari ago

Estafet Moderasi Beragama; Dilema Mendidik Generasi Alpha di Tengah Disrupsi dan Turbulensi Global

Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka tidak hidup di zamanmu. Kutipan masyhur dari Sayyidina…

3 hari ago

Digitalisasi Moderasi Beragama: Instrumen Melindungi Anak dari Kebencian

Di era digital yang terus berkembang, anak-anak semakin terpapar pada berbagai informasi, termasuk yang bersifat…

3 hari ago