Narasi

Tiga Strategi Mencegah Ancaman Swa-Radikalisasi pada Gen Z

Fenomena swa-radikalisasi di kalangan Gen Z memasuki tahap yang semakin mengkhawatirkan. Belum lama ini, Densus 88 berhasil menangkap seorang pelajar berusia 19 tahun di Malang, Jawa Timur, yang diduga terpengaruh swa-radikalisasi. Kasus ini menunjukkan betapa rentannya generasi muda terhadap pengaruh ideologi radikal yang disebarkan melalui berbagai platform online seperti IG, Youtube, Tiktok, Facebook, dll.

Swa-radikalisasi adalah proses di mana individu (Gen Z pada khususnya) mengadopsi pandangan ekstremis atau Radikal tanpa melakukan kontak langsung dengan kelompok radikal. Hal ini barang tentu merupakan ancaman serius yang senantiasa perlu diwaspadai oleh kita. Mengingat Gen Z adalah generasi yang tumbuh bersama internet dan media sosial. Gen Z dalam hal ini adalah target empuk bagi propaganda radikal yang tersebar luas di dunia maya.

Salah satu faktor utama yang membuat Gen Z rentan terhadap swa-radikalisasi adalah penggunaan media sosial yang sangat intensif. Platform atau media sosial seperti Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram menjadi alat yang efektif bagi kelompok radikal untuk menyebarkan ideologi mereka. Melalui video, artikel, dan postingan yang tampak menarik, mereka akan mampu menarik perhatian dan mempengaruhi pola pikir anak muda.

Algoritma media sosial yang dirancang untuk menampilkan konten sesuai minat pengguna berperan besar dalam memperkuat paparan terhadap konten radikal. Ketika seorang remaja menunjukkan minat terhadap topik tertentu, algoritma akan terus menyuguhkan konten serupa, termasuk yang mengandung unsur radikal, yang pada akhirnya dapat menyebabkan proses swa-radikalisasi pada gen z terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM).

Kelompok radikal memanfaatkan kondisi ini dengan menggunakan pflaform online untuk menyebarkan narasi yang menggugah dan memberikan rasa kepemilikan kepada remaja yang merasa teralienasi atau tidak puas dengan keadaan sekitar. Dalam kasus pelajar yang ditangkap di Malang, misalnya, kemungkinan besar ia merasa menemukan makna dan tujuan melalui konten-konten radikal yang dikonsumsi secara online di platform-platform online.

Bagaimana Upaya Mencegahnya?

Untuk mencegah swa-radikalisasi di kalangan Gen Z, langkah pertama yang harus dilakukan adalah meningkatkan literasi digital melalui lembaga pendidikan. Gen Z perlu diberitahu tentang bahaya radikalisme dan cara mengenali serta menghindari konten ekstremis harus menjadi bagian dari kurikulum sekolah. Guru dan orang tua perlu bekerja sama untuk membekali anak-anak dengan pengetahuan kritis agar gen z tidak mudah terpengaruh.

Selanjutnya, orang tua juga harus melakukan pengawasan terhadap aktivitas online anak. Orang tua harus lebih proaktif dalam memantau aktivitas online anak-anak mereka. Hal ini tidak berarti mengawasi setiap langkah yang diambil anak, tetapi lebih pada menciptakan komunikasi yang terbuka dan penuh kepercayaan antara anak dan orang tua.

Dengan begitu, anak-anak akan merasa nyaman untuk berbicara tentang apa yang mereka lihat dan lakukan di dunia maya. Sehingga dengan demikian orang tua bisa terusan memantau perilaku anak, apakah ketertarikan pada isu-isu tertentu, perubahan drastis dalam sikap, atau isolasi sosial. Tindakan pencegahan ini dapat membantu mengidentifikasi tanda-tanda awal swa-radikalisasi dan mengambil langkah yang tepat sebelum terlambat.

Terakhir, dukungan psikologis juga tidak boleh diabaikan. Remaja yang menunjukkan tanda-tanda swa-radikalisasi perlu mendapatkan bantuan dari profesional kesehatan mental. Terapi dan konseling dapat membantu mereka mengatasi masalah emosional dan psikologis yang mungkin menjadi akar dari ketertarikan mereka pada ideologi radikal. Dalam hal ini, peran sekolah sangat penting untuk menyediakan layanan konseling yang memadai dan menciptakan lingkungan yang aman bagi siswa untuk mencari dan mendapatkan bantuan.

susi rukmini

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

12 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

12 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

12 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

12 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago