Narasi

2019 Ganti Pola Pikir, Tinggalkan Hoaks Dan Ujaran Kebencian

Tahun 2018 telah berlalu, peristiwa demi peristiwa dalam satu tahun itu telah kita lewati. Jika saja ingatan kita disuruh mundur sedikit, kita akan menemukan peristiwa-peristiwa yang menggemparkan tanah air, mulai dari kasus-kasus besar hingga kecil tak ketinggalan kasus hoaks (biasanya menyatu dengan ujaran kebencian) yang sempat menghebohkan jagad media. Semestinya peristiwa-peristiwa besar ini tidak hanya menjadi bayang-bayang dalam ingatan atau hanya menjadikannya kliping dalam kamar. Akan tetapi, bagi makhluk berpikir pristiwa adalah iktibar, itu sebabnya orang bijak mengambil prinsip tidak akan mau jatuh berulang kali kelubang yang sama, sementara orang arif memiliki filosofis bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.  itu artinya butuh keluar dari kesalahan-kesalahan yang selama ini kita lakukan lebih-lebih yang menyangkut dengan dosa sosial kita, mulai dari menghasut dan menyebarkan kabar hoaks.

Anehnya, Belum lagi kering ingatan kita tentang kasus hoaks Ratna Sarumpaet, sekarang ingatan itu sudah dibasahi dengan kasus yang sama. Baru-baru ini kasus hoaks yang juga sudah menjalar di jagad maya, tujuh kontainer berisi surat suara yang datang dari Cina, memantik amarah dan menggembosi masyarakat. Tentu, hal ini mengundang keprihatinan kita, bukan persoalan kasusnya akan tetapi mudahnya sebuah berita menyebar, dan tidak mau menunggu klarifikasi pihak yang berwajib. Penulis pikir, kejadian yang berulangkali ini adalah pertanda bahwa sebagian kita tidak ingin mencari kebenaran bahkan terkesan melumat berita tanpa ada filter dan pikiran.

Ganti Pola Pikir Upaya Meninggalkan Hoaks & Ujaran Kebencian

Mansuia sebagai makhluk berpikir sering disesatkan dengan sentimen agama maupun fanatisme kelompok. Bagi orang yang seperti ini, kebenaran baginya disandarkan pada siapa dan golongan mana yang menyebarkan berita tersebut. Akibatnya, ia malah ikut-ikutan tanpa memahami duduk perkara, bahkan mengabaikan vrefikasi kebenaran melalui pelacakan keabsahan yang dilakuakan oleh orang yang memiliki kafasitas tertentu. Pola pikir seperti ini tidak bisa dipakai apalagi dipertahankan. Dikarenakan cara berpikir yang demikian sama saja dengan tidak punya pikiran sama-sekali.

Berita sejatinya mengandung benar dan salah, mengadakan perhitungan kepada sebuah informasi adalah tindakan awal memulai pikiran. Mengganti pola pikir yang pada mulanya menyandarkan kebenaran terhadap isu dan konten berita kepada kebenaran yang divrefikasi lewat fakta adalah sebuah tindakan dan upaya untuk tidak terjerumus ke lobang yang sama (hoaks). Terburu-buru mengambil keputusan (jumping conclusion) juga salah satu penyakit yang menghalangi bahkan menutup peran akal dalam melihat berita secara cermat.

Baca juga : Jadikan Tahun 2019 sebagai Tahun “Bijak” dalam menyelesaikan Setiap Persoalan

Mengganti pola pikir yang salah seperti di atas adalah keharusan, apalagi menyongsong 2019 yang sebentar lagi mengadakan pesta demokrasi. Berbagai macam intrik akan membanjiri sosial media kita. Lebih rentan lagi ujaran kebencian lewat isu agama, karena memang, di Indonesia yang dosis keagamaannya sangat tinggi ini, ujaran kebencian menggunakan agama cepat laku dan bisa memicu konflik di antara sesama. Tanpa kehati-hatian mencerna berita akan mudah bagi orang-orang yang menginginkan untuk memecah belah kita sebagai anak bangsa.

Kecermatan kita membaca berita dengan hukum-hukum logika yang benar (tidak didasari fanatisme)  membuat kita nyaman dan tidak terdorong untuk ikut-ikutan nimbrung dalam mempersoalkan sesuatu yang belum jelas adanya. Terlebih-lebih ujaran kebencian yang biasanya menyatu dengan hoaks.

Dengan demikian, mengganti pola pikir dari pola pikir yang didasari oleh fanatisme dengan pikiran yang menyandarkan kebenaran kepada fakta akan memudahkan kita membaca kebenaran. Dengan begitu insyaallah, kita tidak akan mengulangi dan tak akan terprosok kedalam lubang yang sama berulang kali.

Suheri Sahputra Rangkuti

View Comments

Recent Posts

Kekerasan Performatif; Orkestrasi Propaganda Kebencian di Ruang Publik Digital

Dalam waktu yang nyaris bersamaan, terjadi aksi kekerasan berlatar isu agama. Di Sukabumi, kegiatan retret…

2 jam ago

Mengapa Ormas Radikal adalah Musuk Invisible Kebhinekaan?

Ormas radikal bisa menjadi faktor yang memperkeruh harmoni kehidupan berbangsa serta menggerogoti spirit kebhinekaan. Dan…

2 jam ago

Dari Teologi Hakimiyah ke Doktrin Istisyhad; Membongkar Propaganda Kekerasan Kaum Radikal

Propaganda kekerasan berbasis agama seolah tidak pernah surut mewarnai linimasa media sosial kita. Gejolak keamanan…

2 jam ago

Merawat Persatuan, Meredam Bara di Tengah Fanatisme Golongan

Peristiwa bentrokan antar kelompok yang terjadi di Pemalang, Jawa Tengah dan Depok, Jawa Barat beberapa…

2 jam ago

Apakah Ada Hadis yang Menyuruh Umat Muslim “Bunuh Diri”?

Jawabannya ada. Tetapi saya akan berikan konteks terlebih dahulu. Saya tergelitik oleh sebuah perdebatan liar…

1 hari ago

Persekusi Non-Muslim: Cerminan Sikap Memusuhi Nabi

Belum kering ingatan kita tentang kejadian pembubaran dengan kekerasan terhadap retreat pelajar di Sukabumi, beberapa…

1 hari ago