Narasi

5 Panduan Praktis Moderasi Beragama di Kalangan Milenial

Di tengah era digital dan globalisasi saat ini, milenial adalah generasi yang dihadapkan pada beragam pandangan dan keyakinan agama. Namun, sayangnya, kondisi saat ini juga memberikan konteks yang kompleks dengan munculnya ancaman ekstremisme agama di kalangan milenial.

Beberapa faktor seperti akses yang lebih besar terhadap internet dan media sosial, pengaruh dari lingkungan sekitar yang terkadang radikal, serta rasa ketidakpastian dan ketidakpuasan terhadap kondisi sosial dan ekonomi, semuanya telah membuat generasi ini menjadi rentan terhadap paparan dan pemikiran ekstremisme agama.

Oleh karena itu, menanamkan wawasan beragama yang moderat di kalangan milenial menjadi sangat penting. Sejak dini, generasi milenial ini harus diberikan pemahaman yang dapat mempromosikan toleransi, perdamaian dan kerukunan dengan berbasis dalil-dalil agama.

Berikut langkah menanamkan wawasan moderasi beragama di kalangan milenial:

1. Mengajarkan pandangan agama yang toleran : Keragaman adalah Kehendak Ilahi !

Penting bagi milenial untuk memperoleh pendidikan agama yang inklusif. Ini berarti peserta didik tidak hanya didoktrin tentang kebenaran agamanya, tetapi menyajikan realitas perbedaan yang harus dihormati. Memegang ajaran agama penting, tetapi menghormati keyakinan orang lain juga tidak kalah pentingnya.

Didiklah generasi saat ini tentang keragaman adalah bagian dari kehendak ilahi. Perbedaan bukan suatu aib, tetapi merupakan bagian dari kehendak Tuhan bagi manusia. Mempertahankan keyakinan dalam konteks keragaman adalah meyakini Tuhan sedang menguji umat beragama untuk berlomba-lomba dalam kebaikan melalui berbagai macam pintu ajaran agama.

2. Membiasakan Dialog Antaragama : Jangan Takut Iman Tertukar!

Sejak dini, milenial harus dikenalkan dengan interaksi antar agama. Dialog antar agama bukan pekerjaan teoritis, tetapi praktek keseharian yang bisa didapatkan di sekolah, lingkungan sosial dan media sosial.

Dialog antaragama bukanlah konversi, tetapi pertukaran pengetahuan dan pengalaman yang memperkaya. Tidak ada alasan untuk takut bahwa iman mereka akan tergoyahkan. Kita harus meyakini bahwa hidayah adalah anugerah Tuhan, bukan hasil tekanan manusia. Dialog antaragama adalah prinsip agama yang memungkinkan kita untuk saling mengenal dan menghapus stereotip serta prasangka tentang agama orang lain.

3. Mempraktikkan Kerjasama Kebaikan antar agama : Tidak Ada Keburukan dalam Ajaran Agama

Moderasi beragama bukan hanya tentang berbicara, tetapi juga tentang tindakan. Milenial dapat mempraktikkan toleransi dalam bentuk kerjasama, tidak hanya menghormati, tetapi juga mendukung hak-hak agama lain. Selain itu, anak-anak bisa diajarkan untuk praktek kerjasama kebaikan sosial tanpa melihat latar belakang agamanya.

Kebaikan adalah bersifat universal. Tidak ada satu pun agama yang mengajarkan kekerasan, pembunuhan, caci maki dan mencela. Semuanya dilarang dalam setiap agama. Keyakinan ini akan diperoleh ketika anak-anak diajak untuk bekerjasama bukan saling menjauhi.

4. Latih Menyaring Informasi di Media Sosial: Jadilah Agen Perubahan Positif dan Inspiratif

Media sosial adalah ruang baru bagi milenial dalam mengkonsumsi informasi dan pengetahuan. Ruang sosial ini juga menjadi cara anak milenial mengekspresikan ide dan gagasannya. Latihlah anak-anak untuk memfilter pengetahuan agar tidak mudah termakan ekstremisme.

Selain itu ajarilah anak-anak untuk menjadikan media sosial sebagai agen penggerak dan penyebar perdamaian di media sosial. Media sosial harus menjadi tempat mengirimkan inspirasi dan motivasi kebaikan. Dengan memanfaatkan media sosial secara positif, mereka dapat menjadi agen perubahan yang menyebarkan pesan moderasi dan perdamaian

6. Ajak Berperan dalam Proyek Kemanusiaan Bersama : Berbuat Baik tidak Perlu Melihat KTP!

Membiasakan anak-anak bekerjasama dalam isu kemanusian tanpa melihat latar belakang agama menjadi sangat penting. Mengunjungi panti asuhan, panti jompo,dan membersihkan jalan bersama akan mendidik mereka bekerjasama dalam isu kemanusiaan.

Anak-anak harus dididik untuk membantu seseorang tidak perlu melihat KTPnya. Hal ini akan memperkuat solidaritas di antara mereka dan secara bersamaan akan ruang bagi penyebaran ekstremisme.

Ancaman ekstremisme agama di kalangan milenial adalah sebuah potensi. Karena itulah, moderasi beragama adalah praktek untuk mempromosikan perdamaian dan harmoni, sambil menghadapi tantangan ekstremisme. Masa depan yang lebih baik dapat dicapai ketika kita saling menghormati dan bekerja sama, terlepas dari perbedaan keyakinan agama kita dan perbedaan lainnya.

This post was last modified on 8 September 2023 11:38 AM

M. Katsir

Recent Posts

Kultur yang Intoleran Didorong oleh Intoleransi Struktural

Dalam minggu terakhir saja, dua kasus intoleransi mencuat seperti yang terjadi di Pamulang dan di…

2 hari ago

Moderasi Beragama adalah Khittah Beragama dan Jalan Damai Berbangsa

Agama tidak bisa dipisahkan dari nilai kemanusiaan karena ia hadir untuk menunjukkan kepada manusia suatu…

2 hari ago

Melacak Fakta Teologis dan Historis Keberpihakan Islam pada Kaum Minoritas

Serangkaian kasus intoleransi dan persekusi yang dilakukan oknum umat Islam terhadap komunitas agama lain adalah…

2 hari ago

Mitos Kerukunan dan Pentingnya Pendekatan Kolaboratif dalam Mencegah Intoleransi

Menurut laporan Wahid Foundation tahun 2022, terdapat 190 insiden intoleransi yang dilaporkan, yang mencakup pelarangan…

2 hari ago

Jaminan Hukum Kebebasan Beragama bisa Menjamin Toleransi?

Indonesia, dengan kekayaan budaya, agama, dan kepercayaan yang beragam, seharusnya menjadi contoh harmoni antar umat…

3 hari ago

Mencegah Persekusi terhadap Kelompok Minoritas Terulang Lagi

Realitas kekayaan budaya, agama, dan kepercayaan di Indonesia seharusnya menjadi fondasi untuk memperkaya keberagaman, namun…

3 hari ago