Diantara beberapa ibadah wajib dalam Islam, puasa adalah salah satu (atau bahkan satu-satunya) ibadah yang tidak bisa dipamerkan. Tidak peduli seberapa banyak puasa yang anda lakukan, anda tidak akan mendapat gelar semacam “pak puasa” atau “bu Puasa” laiknya gelar yang akan anda dapat manakala anda melakukan ibadah Haji. Puasa juga tidak bisa dipertontonkan melalui gerak gerik tertentu, seperti halnya sholat; Anda tidak bisa pura-pura lemas untuk menunjukkan bahwa anda sedang berpuasa. Maka, ketika ada seseorang yang mengaku sedang berpuasa, sesungguhnya hanya dia dan Allah saja yang tahu apa yang terjadi sebenarnya.
Banyak usaha yang telah dilakukan para ulama untuk mengetahui maksud yang ada dibalik sifat ‘anti-pamer’ dari puasa ini, banyak pendapat telah pula dilontarkan demi mengerti makna dibalik keengganan ibadah puasa untuk tampak mencolok mata. Beberapa ulama berpendapat bahwa ibadah puasa, yang secara bahasa berarti “menahan”, adalah momen dimana Allah ingin berkomunikasi secara lebih personal dengan hambanya, hanya berdua saja!
‘komunikasi’ tersebut hanya bisa terlaksana manakala hambanya kuat untuk menahan, termasuk menahan diri dari makan, minum dan melakukan hubungan suami-istri.
Lebih luas lagi, puasa juga diartikan dengan menahan diri dari marah, menggunjing, dan melakukan hal-hal buruk lainnya. Sebaliknya, selama melakukan ibadah puasa seorang hamba diminta untuk memperbanyak melakukan ibadah; cuti sejenak dari kesibukan harian demi meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan Allah yang tidak pernah sibuk.
Beberapa kalangan bahkan berpendapat bahwa menahan diri dari makan dan minum hanyalah ‘syarat pembuka’ dalam ibadah puasa, karena inti dari ibadah yang datangnya setahun sekali tersebut adalah menahan diri dari keburukan, baik secara aktif (menjadi pelaku) maupun pasif (turut menikmati keburukan). Pendapat ini merujuk langsung kepada hadis Rasul SAW yang berbunyi “Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu (sia-sia) dan rofats (perkataan jorok). Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”.” (HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1082).
Hal ini tidak lantas berarti bahwa ibadah puasa yang dilakukan dengan hanya menahan makan dan minum saja tidak sah, akan tetapi ibadah yang hanya dilandasi dengan tumpukan rasa lapar dan dahaga saja hanya akan membuat puasa terjerembab pada tingkatan yang paling rendah. Salah seorang ulama Islam, Ibnu Rojab, menyatakan bahwa “Tingkatan puasa yang paling rendah (adalah) hanya meninggalkan minum dan makan saja.” Puasa jenis ini masuk dalam kategori tingkatan paling rendah karena tidak menghasilkan pahala, melainkan hanya lapar dan dahaga saja. Berikut adalah dua hal yang dapat membuat pahala puasa kita melayang begitu saja:
1. Berkata dusta
Selain menahan mulut dari asupan makanan dan minuman mulai fajar hingga terbenamnya matahari, puasa juga merupakan latihan momentum untuk menahan mulut dari berkata dusta. Rasul SAW dengan tegas menyatakan, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903).
2. Melakukan maksiat
Jabir bin ‘Abdillah, salah seorang sahabat Rasul SAW yang terkemuka, suatu kali memberi petuah tentang ibadah puasa. Ia berkata, “Seandainya kamu berpuasa maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu turut berpuasa dari dusta dan hal-hal haram serta janganlah kamu menyakiti tetangga. Bersikap tenang dan berwibawalah di hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari puasamu dan hari tidak berpuasamu sama saja.” (Lihat Latho’if Al Ma’arif, 1/168, Asy Syamilah)
Meskipun jumhur ulama (mayoritas ulama) bersepakat bahwa dua hal di atas tidak membatalkan puasa, namun mencemari ibadah puasa dengan perbuatan maksiat dan dusta akan mengurangi atau bahkan menghilangkan sama sekali limpahan pahala dan kemuliaan ibadah puasa. Karenanya, mari berpuasa dengan tidak hanya mengumbar lapar dan dahaga, masak gitu aja udah lemes!
This post was last modified on 26 Juni 2015 4:52 AM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…