Narasi

Aisyah dan Kartini : Membumikan Inspirasi dalam Praktek Masa Kini

Dua nama yang mengilhami jutaan orang dengan semangat perjuangan, pengetahuan dan keberaniannya: Katakanlah Aisyah dan Kartini. Keduanya memiliki penikmat kecintaan yang berbeda-beda, tetapi juga kadang tidak perlu dibedakan. Ada pula yang mengidolakan keduanya secara bersamaan yang tidak perlu dipertentangkan.

Kartini, sebagai simbol perjuangan di Indonesia, dan Aisyah, sebagai ikon dalam sejarah Islam yang menjadi istri setia yang mencintai dan dicintai Rasulullah. Keduanya menjadi simbol kekaguman perempuan terhadap sosok yang menyejarah. Tentu menjadi penegasan semangat kesetaraan gender bagi perempuan. Dan itu bukanlah mimpi belaka, melainkan sebuah visi yang dapat diwujudkan oleh siapa pun yang berani menjadi agen perubahan.

Dalam era ini, perjuangan mereka menjadi sumber inspirasi bagi perempuan masa kini untuk menemukan kekuatan cinta dan keberanian dalam menghadapi tantangan.

Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat, atau yang biasa kita kenal sebagai Ibu Kita Kartini, lahir di Jepara, Indonesia pada tahun 1879. Beliau merupakan seorang tokoh yang memperjuangkan hak-hak perempuan dan kesetaraan gender di masa kolonial Belanda.

Meskipun dibatasi oleh budaya patriarki pada zamannya, Kartini tetap berjuang untuk mendapatkan hak pendidikan yang layak bagi perempuan. Melalui surat-suratnya yang terkenal, merupakan surat yang ditujukan kepada teman-temannya di Belanda, seperti Rosa Abendanon dan Estella Zeehandelaar, serta kepada suaminya, RM. Adinegoro.

Dalam surat-surat tersebut, Kartini mengungkapkan aspirasinya untuk hak pendidikan bagi perempuan, kebebasan dalam memilih pasangan hidup, dan peran aktif perempuan dalam masyarakat. Salah satu surat yang paling terkenal adalah surat yang ditulisnya pada tanggal 13 September 1904 kepada Rosa Abendanon, di mana Kartini menggambarkan impian dan harapannya untuk perempuan Jawa memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan pendidikan yang layak seperti halnya laki-laki, sehingga mereka dapat menjadi individu yang mandiri dan berkontribusi secara aktif dalam masyarakat.

Di era jauh sebelum Kartini lahir, terdapat perempuan yang lahir di jaman Nabi Muhammad hidup. Ia adalah Aisyah binti Abu Bakar yang banyak di kenal sebagai istri Nabi Muhammad serta ulama yang dihormati dalam Islam, hidup pada abad ke-7 Masehi. Selain memainkan peran sebagai penjaga hadits-hadits Nabi yang penting dalam Islam, Aisyah juga menonjol karena memberikan pandangan yang mendalam tentang isu-isu sosial, termasuk hak-hak perempuan.

Sebagai seorang ulama, Aisyah tidak hanya menjadi sumber rujukan dalam agama Islam, tetapi juga menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran yang penting dalam memperjuangkan kesetaraan gender dalam konteks Islam. Dengan keberanian Aisyah, tidak hanya memperjuangkan hak-hak perempuan dalam masyarakat pada zamannya, tetapi juga memberikan interpretasi dan pemahaman tentang ajaran Islam yang mempromosikan kesetaraan gender.

Misalnya, Aisyah sering kali memberikan fatwa atau nasihat tentang isu-isu sosial yang berkaitan dengan perempuan, seperti hak-hak dalam pernikahan, pendidikan, dan partisipasi dalam urusan publik. Dengan demikian, Aisyah tidak hanya menjadi figur yang dihormati dalam Islam, tetapi juga menjadi contoh bagi perempuan Muslim tentang pentingnya berperan aktif dalam memperjuangkan kesetaraan gender.

Dalam konteks sejarah Islam, kontribusi Aisyah menjadi penjaga hadits dan ulama yang dihormati adalah sangat penting. Namun, lebih dari itu, Aisyah juga memberikan inspirasi bagi perempuan Muslim untuk mengambil peran aktif dalam memperjuangkan hak-hak mereka dalam masyarakat, bahkan dalam konteks yang patriarkis sekalipun. Dengan demikian, Aisyah tidak hanya diingat sebagai istri Nabi Muhammad, tetapi juga sebagai seorang ulama yang memperjuangkan kesetaraan gender dan memberikan inspirasi bagi generasi perempuan Muslim yang akan datang.

Dalam era sekarang ini, perjuangan untuk kesetaraan gender terus berlanjut. Perempuan masa kini yang menjalani peran sebagai “Kartini masa kini” adalah mereka yang memperlihatkan kekuatan cinta dan keberanian dalam menghadapi berbagai tantangan. Mereka adalah perempuan yang tidak hanya berjuang untuk hak-hak perempuan, tetapi juga untuk hak-hak semua individu untuk hidup dalam kesetaraan dan keadilan.

Dari kisah Kartini dan Aisyah mengajarkan kita bahwa perjuangan untuk kesetaraan gender bukanlah tugas yang mudah, tetapi dengan keberanian, ketekunan, dan keberanian, kita dapat mengubah dunia. Sebagai perempuan masa kini, kita memiliki tanggung jawab untuk melanjutkan perjuangan yang telah dimulai oleh Kartini dan inspirasi Aisyah dan banyak tokoh lainnya. Marilah kita menjadi perempuan agen perubahan yang membawa visi perdamaian, kesetaraan, dan keadilan untuk semua individu di dunia ini.

Novi N Ainy

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

14 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

14 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

14 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago