Categories: Kebangsaan

Allahu Akbar : Mengagungkan atau Menghajar

Pada awal tahun 2012 salah seorang polisi senior di bidang counter terrorism dari Kedutaan Inggris di Jakarta berkunjung ke ruangan saya di kantor BNPT di jalan Imam Bonjol karena sudah berakhir masa kerjanya dan sebelumnya kami sering berdiskusi. Kami berbincang serius dan dalam tempo yang agak lama juga, salah satu pertanyaan yang menarik dari point perbincangan kami adalah, pertama Apa makna sesungguhnya ‘Allahu Akbar‘, terutama ketika diucapkan saat sholat atau diteriakkan saat melempar dan menghajar orang lain ? Kedua Apakah bisa saya membawa Pancasila ke negara saya di Inggris ?

Dua pertanyaan singkat, padat dan menakjubkan tersebut membuat berontak rasa dan cakrawala keilmuan, keimanan dan ke-Indonesia-an saya sebagai warga negara Indonesia, plus sebagai akademisi dan sebagai orang Islam. Tiga point tersebut keimanan, keilmuan dan ke-Indonesia-an yang menjadi sasaran substansi dalam menjawab pertanyaan singkat di atas. Fenomena yang terjadi, fakta yang disaksikan oleh polisi senior Inggris tersebut, dan sering juga kita saksikan sendiri secara langsung, adalah masih adanya oknum yang secara sembarangan menggunakan dan meneriakkan kalimat suci “Allahu Akbar” itu justru untuk menghajar, melempar, memfitnah, dan bahkan menteror dan merusak.

Pengalaman tersebut diketahui banyak orang, bukan hanya polisi Inggris tadi yang merasakan kebingungan, karena kadang kita juga menyaksikan orang yang menghajar, merusak dan bahkan melakukan bom bunuh diri terus tidak pernah berhenti meneriakkan kalimat Allahu Akbar. Hal itulah yang kiranya mendasari munculnya pertanyaan tentang mengapa kalimat Allau Akbar juga dipergunakan untuk melempar dan menghajar.

Tentu bukan Allah Akbar yang salah bila terjadi aksi anarkisme, hal ini lebih karena oknum yang menggunakan lafadz tersebut tidak memahami kedalaman makna Allahu Akbar. Mereka menyalahgunakan lafadz suci tersebut hanya dengan alasan membangkitkan semangat keagamaan berdasarkan interpretasi sepihak, akibatnya kalimat tersebut justru sering digunakan untuk merusak lingkungan dan menghajar orang lain, bahkan tanpa mereka sadari, mereka telah menghina dan melecehkan Allah SWT.

Saya kemudian tegaskan kepada tamu Inggris saya bahwa Allahu Akbar itu hanya dipergunakan untuk mendirikan sholat bagi umat Islam di seluruh dunia. Makna Allahu Akbar adalah Allah Maha Besar, itulah yang dilafalkan saat mengawali perintah Allah mendirikan sholat. Bahasa Indonesia dan seluruh bahasa yang dipergunakan manusia di seluruh dunia, tamsil bahasa Arab sendiri, sangat terbatas dalam memaknai Allahu Akbar.

Intinya saat seorang hamba mendirikan sholat sebagai wujud pelaksanaan perintah Allah SWT. Lafadz Allahu Akbar diucapkan sambil mengangkat tangan, ada yang melipat tangan di dada persis di atas perut, ada yang melipat tangan dibawah dagu, bahkan ada pula yang tidak melipat tangan, dan setelah mengucapkan Allahu Akbar, diluruskan kembali tangannya.

Semua tata cara tersebut memiliki dasar dan dalil, hal itu juga telah dicontohkan oleh para sahabat pada masa Nabi Muhammad SAW, serta dilanjutkan oleh para Imam Mazhab. Filosofinya, semua hamba yang mendirikan sholat mengagungkan asma Allah SWT dengan mengucapkan Allahu Akbar, Allah Maha Besar. Ikrar yang membesarkan Allah SWT, serta komitmen imani untuk menganggap Allah SWT jauh lebih besar dari pada semua ciptaan-Nya. Manusia hanya merencanakan, mencita-citakan dengan segala keterbatasan dan kemampuan yang dimilikinya, namun semuanya berpulang kepada kehendak dan keputusan Allah SWT.

Penggunaan lafadz Allahu Akbar sebagai pembenaran tindakan urakan seperti melempar, menghajar, merusak, bahkan melakukan aksi bom bunuh diri, sama sekali tidak ada kaitannya dengan makna Allahu Akbar itu sendiri. Suatu prilaku yang sangat tercela bila meneriakkan Allahu Akbar untuk melakukan perusakan. Mereka jelas tidak sedang mengagungkan asma Allah, karena nyatanya bisikan syaitan lebih besar dari panggilan Allah SWT.

Iblis dan syaitan tentu sangat bergembira menyaksikan gemuruh kalimat agung di atas digunakan untuk menindas. Kamilat agung ini sebenarnya paling dibenci iblis dan syaitan sekeluarga, tapi karena pekikan kalimat tersebut kerap diiringi dengan tindakan brutal, merekapun senang; mereka berhasil mendapat kawan untuk menemani mereka di neraka kelak.

pertanyaan yang kedua dari polisi Inggris tadi, apakah saya boleh membawa Pancasila ke negara saya di Inggris? Jawaban saya singkat, tentu! Anda boleh membawanya ke negara anda. Tentu bukan teks Pancasila dan semua lambang yang ada di dalamnya, karena yang Anda boleh bawa adalah nilai-nilai yang terdapat di sila-sila di dalamnya, di antaranya nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai permusyawaratan dan nilai keadilan.

Meski saya bersyukur dengan ketertarikan pejabat negara lain kepada Pancasila, saya juga merasakan ironi karena sebagian warga negara Indonesia justru berusaha mati-matian untuk menolak Pancasila. Hal ini haruslah menjadi pembelajaran bagi masyarakat Indonesia, terutama generasi muda yang rawan mengalami goncangan ideologi. Seharusnya mereka yang menolak Pancasila merasa malu untuk bernegara dan berbangsa. Mereka mengingkari keindahan negeri ini hanya karena telah tertimbun fantasi negera ilahi.

Akhirnya, sebagai umat Islam tentu tiada kalimat yang sarat makna dan lebih agung selain Allahu Akbar, segalanya menjadi kecil di hadapan Allah SWT. Sementara sebagai bangsa Indonesia, kita patut berbangga memiliki Pancasila, karena kebesaran dan kemakmuran negeri ini berdasar pada konsep-konsep dalam pancasila. Nilai-nilai Pancasila juga dapat diinternalisasikan dengan Semangat Allahu Akbar untuk membangun Indonesia tanpa anarkisme dan jauh dari aksi terorisme.

Irfan Idris

Alumnus salah satu pesantren di Sulawesi Selatan, concern di bidang Syariah sejak jenjang Strata 1 hingga 3, meraih penghargaan dari presiden Republik Indonesia pada tahun 2008 sebagai Guru Besar dalam bidang Politik Islam di Universitas Islam Negeri Alauddin, Makasar. Saat ini menjabat sebagai Direktur Deradikalisasi BNPT.

Recent Posts

Cara Islam Menyelesaikan Konflik: Bukan dengan Persekusi, tapi dengan Cara Tabayun dan Musyawarah

Konflik adalah bagian yang tak terelakkan dari kehidupan manusia. Perbedaan pendapat, kepentingan, keyakinan, dan bahkan…

16 jam ago

Beragama dalam Ketakutan: Antara Narasi Kristenisasi dan Persekusi

Dua kasus ketegangan umat beragama baik yang terjadi di Rumah Doa di Padang Kota dan…

17 jam ago

Bukti Nabi Sangat Menjaga Nyawa Manusia!

Banyak yang berbicara tentang jihad dan syahid dengan semangat yang menggebu, seolah-olah Islam adalah agama…

17 jam ago

Kekerasan Performatif; Orkestrasi Propaganda Kebencian di Ruang Publik Digital

Dalam waktu yang nyaris bersamaan, terjadi aksi kekerasan berlatar isu agama. Di Sukabumi, kegiatan retret…

2 hari ago

Mengapa Ormas Radikal adalah Musuk Invisible Kebhinekaan?

Ormas radikal bisa menjadi faktor yang memperkeruh harmoni kehidupan berbangsa serta menggerogoti spirit kebhinekaan. Dan…

2 hari ago

Dari Teologi Hakimiyah ke Doktrin Istisyhad; Membongkar Propaganda Kekerasan Kaum Radikal

Propaganda kekerasan berbasis agama seolah tidak pernah surut mewarnai linimasa media sosial kita. Gejolak keamanan…

2 hari ago