Peristiwa yang melibatkan ancaman terhadap Paus Fransiskus saat berkunjung ke Indonesia merupakan bentuk ancaman terorisme yang tidak bisa diabaikan. Kasus ini diwarnai oleh penangkapan terhadap tujuh orang yang diduga terlibat dalam penyebaran ujaran provokasi dan ancaman bom terhadap pemimpin tertinggi Gereja Katolik tersebut.
Salah satu pelaku, yang diidentifikasi dengan inisial ER, memberikan komentar provokatif berupa ancaman bom di akun Facebooknya. Komentar ini muncul sebagai tanggapan atas khotbah Paus Fransiskus yang diduga oleh kelompok tersebut sebagai bertentangan dengan pandangan ideologi mereka. ER, menurut pernyataan pihak berwenang, telah berbaiat kepada kelompok teroris ISIS pada tahun 2014 dan memiliki keinginan untuk “hijrah”, sebuah istilah yang sering digunakan oleh kelompok-kelompok radikal untuk menggambarkan perpindahan atau pengasingan diri ke daerah-daerah yang dikendalikan oleh militan atau yang dianggap sesuai dengan nilai-nilai ekstremis yang mereka anut.
Fakta bahwa ER telah berbaiat kepada ISIS pada tahun 2014 merupakan titik penting dalam kasus ini, karena memperlihatkan bahwa ideologi radikal yang diadopsi oleh individu-individu ini bukanlah fenomena baru. ISIS, yang pada saat itu sedang berada di puncak pengaruhnya, mampu merekrut ribuan pendukung di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, melalui propaganda online yang terstruktur dengan baik dan pesan-pesan yang menggaungkan sentimen kebencian terhadap Barat dan non-Muslim. Keinginan ER untuk hijrah menunjukkan adanya ketertarikan pada konsep yang sering kali dikaitkan dengan keinginan untuk hidup di bawah pemerintahan yang didasarkan pada interpretasi ekstrem terhadap syariat Islam, yang diyakini oleh kelompok-kelompok seperti ISIS sebagai bentuk ideal kehidupan beragama.
Penangkapan tujuh tersangka lainnya yang memiliki inisial HFP, LB, DF, FA, HS, ER, dan RS, di wilayah yang berbeda-beda memperlihatkan bagaimana penyebaran ideologi radikal ini telah menyebar di berbagai bagian Indonesia. Mereka dituduh terlibat dalam memberikan provokasi berupa seruan ancaman bom serta ajakan untuk membakar gereja melalui postingan di media sosial. Hal ini menjadi indikasi bahwa media sosial masih menjadi platform utama bagi kelompok radikal untuk menyebarkan pesan-pesan ekstremis dan membangkitkan kebencian antaragama. Dalam konteks ini, ancaman terhadap Paus Fransiskus bukan hanya serangan terhadap individu, tetapi juga merupakan ancaman terhadap perdamaian.
Penafsiran yang salah Terhadap Konsep Al Wala wal Bara
Ujaran kebencian dan ancaman yang muncul di media sosial terkait kunjungan Paus Fransiskus di Indonesia, seperti yang diungkap oleh para pelaku, sering kali dibalut dengan penafsiran yang salah terhadap konsep-konsep keagamaan. Salah satu konsep yang sering kali disalahgunakan oleh kelompok radikal adalah konsep Al Wala’ wal Bara’. Dalam Islam, Al Wala’ wal Bara’ merujuk pada loyalitas dan disassosiasi, yang seharusnya diartikan sebagai loyalitas kepada Allah, Rasul-Nya, dan sesama Muslim yang taat, serta menjauhkan diri dari tindakan atau keyakinan yang bertentangan dengan ajaran dan nilai-nilai Islam Itu sendiri.
Namun, kelompok-kelompok ekstremis seperti ISIS sering kali memanipulasi konsep ini untuk mempromosikan narasi kebencian terhadap non-Muslim atau Muslim yang tidak sesuai dengan pandangan mereka. Dalam hal ini, mereka menginterpretasikan “bara'” (disassosiasi) sebagai pembenaran untuk memusuhi bahkan menyerang orang-orang yang tidak sejalan dengan pemahaman ekstrem mereka. Dan, non muslim pada khususnya.
Seruan untuk melakukan bom bunuh diri dan membakar gereja, seperti yang terlihat dalam kasus ini, jelas merupakan penyelewengan dari ajaran Islam yang benar. Aksi-aksi terorisme semacam itu tidak hanya melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan, tetapi juga mengkhianati nilai-nilai dasar agama yang mengajarkan kasih sayang, keadilan, dan penghormatan terhadap kehidupan manusia. Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki sejarah panjang dalam menjaga kerukunan antarumat beragama, dan ancaman-ancaman seperti ini merupakan ancaman langsung terhadap nilai-nilai keberagaman dan toleransi yang selama ini dijunjung tinggi di Indonesia.
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…