Faktual

Anne Ratna Mustika dan Ironi Politisasi Penyegelan Rumah Ibadah untuk Kepentingan Politik!

Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika kembali menjadi sorotan publik. Bukan karena soal perceraiannya dengan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Dedi Mulyadi beberapa waktu lalu yang sempat membuat heboh publik, melainkan karena kebijakannya yang dinilai diskriminatif karena melakukan penyegelan terhadap Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) yang tidak memiliki ijin resmi.

Penyegelan rumah ibadah GKPS itu dilakukan Anne pada Minggu (02/04/2023). Menurutnya, pendirian rumah ibadah tanpa ijin resmi merupakan bentuk pelanggaran hukum. “Mengacu pada regulasi kaitan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang tahun 2022 tentang bangunan dan gedung, ada dua hal yang terkait dengan urus izin. Yang pertama dokumen persetujuan bangunan gedung dan sertifikat laik fungsi,” ujar Anne kepada awak media.

Di satu sisi, kita mengapresiasi langkah Bupati Anne dalam upaya menegakkan aturan hukum. Akan tetapi, di sisi lain, kita justru merasa miris karena hanya persoalan administrasi, kemudian kita dengan mudahnya merampas kebebasan umat beragama dalam menjalankan ibadahnya. Apalagi, alih-alih menyelesaikan masalah, penyegelan itu yang ada hanya semakin memperkeruh suasana dan serta akan menimbulkan kegaduhan  tidak penting. Tentu, penyegelan rumah ibadah GKPS itu sangat kita sesalkan.

Tersiar kabar bahwa penyegelan itu hanya bersifat sementara. Di mana jika rumah GKPS itu sudah mendapat izin resmi dari pihak berwenang, maka penyegelan itu akan dicabut. Akan tetapi, meski begitu, hal itu tetaplah problematis. Seharusnya, jika Bupati Anne memang punya komitmen dan kepedulian terhadap kebebasan beribadah, maka yang harus dilakukannya bukanlah menyegel, tetapi membantu umat Kristen GKPS untuk segera menyelesaikan surat izin pembangunan rumah ibadah tersebut.

Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, semua umat beragama dijamin haknya dalam menjalankan ibadahnya sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Pasal 28E ayat satu menegaskan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Selain itu,  dalam Pasal 29 ayat dua UUD NRI 1945, juga disebutkan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.

Oleh sebab itu, jika mau berbicara masalah penegakan hukum, seharusnya aturan hukum yang lebih tinggi itulah yang harus diutamakan untuk ditegakkan, yakni aturan hukum yang diatur dalam konstitusi. Lex specialis derogat lex generalis. (hukum yang lebih khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum). Bukan sebaliknya, hukum yang bersifat umum mengesampingkan hukum yang lebih khusus (lex generalis derogat lex specialis.

Karena itu, jika kita benar-benar mau menegakkan aturan hukum, sebaiknya penyegelan itu dicabut. Bahwa rumah ibadah GKPS itu belum memiliki izin, maka berikanlah waktu kepada mereka untuk menyelesaikan soal perizinan pendirian rumah ibadah itu. Sebentar lagi seluruh umat Kristiani akan memperingati Hari Jum’at Agung (Paskah). Karena itu, janganlah kita merenggut hak beribadah mereka dengan kebijakan-kebijakan tak perlu yang ujung-ujungnya hanya untuk kepentingan politik elektoral semata.

Kebijakan publik yang ideal adalah kebijakan yang berorientasi pada pemenuhan kepentingan bersama, tidak diskriminatif dan serta tidak merugikan sebagian pihak. Karena itu, sebuah kebijakan publik tidak bisa dijalankan hanya untuk memenuhi desakan sejumlah pihak.  Meski sejumlah pihak mengajukan keberatan, tidak semua gugatan keberatan itu mesti dipenuhi jika memang tidak berorientasi pada kepentingan bersama.

Di tengah desakan banyak pihak, aturan konstitusional harus tetap di kedepankan. Jangan hanya karena mengharapkan dukungan elektoral, kemudian kita dengan mudahnya mengabulkan desakan pihak tertentu sembari mengabaikan aturan konstitusional. Seperti penutupan Patung Bunda Maria di Kulon Progo, Yogyakarta, beberapa waktu, penyegelan rumah ibadah GKPS juga adalah preseden buruk di bulan suci yang mesti segera kita benahi.

This post was last modified on 6 April 2023 1:16 PM

Elly Ceria

Recent Posts

Membaca Ulang Fatwa Jihad Palestina: Perspektif Kritis terhadap Fatwa IUMS

Beberapa waktu lalu, Organisasi Internasional yang menaungi para ulama Muslim dari berbagai belahan dunia, yaitu…

11 jam ago

Menimbang Dampak Maslahat-Mudharat Fatwa Jihad ke Palestina

IUMS (International Ulama Muslim Scholars) beberapa waktu yang lalu, mengeluarkan sebuah fatwa seruan Jihad ke…

11 jam ago

Fatwa Jihad Internasional: Perlukah Indonesia Bertindak di Luar Jalur Diplomasi?

Fatwa jihad yang dikeluarkan oleh International Union of Muslim Scholars (IUMS) pada awal April 2025…

12 jam ago

Bagaimana Seharusnya Muslim Nusantara Meratifikasi Seruan Jihad Global Melawan Israel?

Gelombang kekerasan dan genosida di Palestina, terutama di Gaza oleh zionis Israel seolah kian menggila.…

12 jam ago

Terorisme Pasca JI : Jurnal Jalan Damai Vol. 1. No. 2 April 2025

Salam Damai, Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya Jurnal Jalan…

16 jam ago

Masjid Rasa Kelenteng; Akulturasi Arsitektural Islam dan Tionghoa

Menarik untuk mengamati fenomena keberadaan masjid yang desain arsitekturnya mirip atau malah sama dengan kelenteng.…

2 bulan ago