Satu hal yang perlu kita ketahui mengenai bangkitnya Taliban di Afghanistan. Bahwa, mereka-mereka ini sebetulnya (bukan) penyandang kejayaan Islam yang patut untuk kita apresiasi. Apalagi bersimpati untuk bergabung ke sana. Kita tidak boleh salah-kaprah dalam memahami itu.
Karena, Afghanistan memang sejak dulu, seperti “berlian” yang sedang diperebutkan oleh berbagai kelompok dan berbagai aliran Muslim di sana. Termasuk ISIS dan Taliban inilah yang sama-sama gencar dan berhasrat keras ingin mengejar berlian bernama (kekuasaan) itu. Dengan ciri khasnya yang membawa embel-embel syariat Islam atau negara Islam itu sendiri.
Sebagaimana ungkapan Martin Ewans dalam “Afghanistan: A Short History of Its People and Politics” bahwa, konflik, penaklukan dan pembantaian antar suku dan etnis di Afghanistan sejak dulu, bukan lagi tentang masa depan Islam atau kejayaan Islam. Tetapi, dia lebih kepada “misi politik” yang saling mengklaim dan memosisikan dirinya sebagai pembawa kebenaran Islam itu sendiri.
Padahal, tidak demikian. Karena semua kelompok, termasuk Taliban dan ISIS selalu (lumrah) dan (familiar) berjuang mati-matian untuk “berebut” kekuasaan. Hal itu, mereka tidak melewatkan satu momentum di mana mereka selalu mengaku bahwa “Kami ingin menegakkan syariat Islam”. Lantas, apakah benar begitu? Tentu hal itu hanyalah dalih dan apologi mereka agar masyarakat tergiur akan hal demikian. Karena pada kenyataannya, mereka sangat biadab dan merusak peradaban Afghanistan itu sendiri.
Jadi, hal demikian sebetulnya perlu kita jadikan kesadaran bagi kita semua. Bahwa, Taliban yang kini berkuasa di Afghanistan sejatinya bukan kejayaan Islam itu sendiri. Jadi, jangan mudah kita termakan oleh provokasi kelompok tertentu yang sengaja ingin menghasut kita untuk pergi hijrah atau diberikan pemahaman bahwa kebangkitan negara Islam itu perlu ditegakkan di negeri ini.
Karena, kita perlu memahami antara Islam sebagai pengetahuan, kesadaran dan keyakinan dalam diri, sejatinya jauh berbeda dengan Islam sebagai basis politik untuk mengejar kekuasaan. Tentu pemahaman ini sangat pas bagi kita untuk memahami secara mendalam perihal Taliban yang ada di Afghanistan. Bagaimana secara orientasi, apakah mereka benar-benar membawa kedamaian, kenyamanan dan keamanan?
Pertanyaan itu sebetulnya akan terjawab oleh banyaknya masyarakat Afghanistan yang merasa ketakutan setelah Taliban berkuasa. Bahkan miris-nya, ada warga Afghanistan yang jatuh dari roda pesawat. Akibat mereka ketakutan ingin keluar dari Afghanistan hingga nekat duduk di roda pesawat.
Tentu, research statement di atas sebetulnya ingin menunjukkan bahwa betapa jahatnya Taliban itu. Andai, jika mereka benar-benar membawa (kejayaan Islam) atau basis ajarannya penuh dengan peradaban, penuh rahmat, kasih sayang dan rasa aman, niscaya masyarakat Afghanistan tidak akan merasa ketakutan dan ingin pergi setelah Taliban berkuasa.
Hal itu terjadi sejak dulu, ketika masyarakat Afghanistan tidak mau dipimpin oleh Taliban. Sebagaimana di era Mullah Omar, mereka sangat menolak Taliban untuk memimpin di Afghanistan. Sehingga, tidak ada jalan lain selain kekerasan dan kebiadaban yang mereka lakukan. Sebagaimana kezhaliman mereka mulai ditutupi dengan penerapan syariat Islam secara kaku, ketat dan tidak berperi-kemanuisaan.
Oleh karena itulah, kita perlu menyadari betul bahwa Taliban bukanlah tentang kejayaan Islam. Dia merupakan sosok “permeant” yang ingin mengejar “berlian” bernama kekuasaan itu sendiri. Jadi, tidak ada kaitannya dengan misi untuk membawa peradaban Islam atau kejayaan Islam di tangan Taliban. Karena pada kenyataannya, semua tindakan mereka sejatinya melanggar nilai-nilai Islam itu sendiri. Jadi, kita perlu tegas menolak ideologi transnational dan mari kita jaga NKRI ini.
This post was last modified on 24 Agustus 2021 3:05 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…