Narasi

Beda Pilihan, Tetap Toleran : Menghadapi Pemilu dalam Kerangka Islami

Dalam Islam, melaksanakan pemilihan umum (pemilu) adalah bagian dari kewajiban mengangkat seorang pemimpin. Memilih pemimpin adalah perintah dalam Islam karena kekosongan kepemimpinan adalah malapetaka. Karena itulah, Pemilu bukan sekedar dimaknai instrument demokrasi, tetapi bagian penting dalam menjalankan perintah agama untuk memilih pemimpin.

Namun, dalam menjalani Pemilu memerlukan pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai agama. Islam mengajarkan konsep toleransi, menghargai perbedaan pendapat, dan memandang berbeda pilihan sebagai hal yang wajar dalam kehidupan berdemokrasi. Dalam demokrasi perbedaan adalah sebuah pilihan, sementara dalam Islam perbedaan adalah keniscayaan.

Allah SWT menciptakan manusia dengan keunikan dan kebebasan berpikir. Sebagai hasilnya, perbedaan pendapat dan pilihan adalah keniscayaan yang diakui dan diterima dalam Islam. Firman Allah dalam Surat Al-Hujurat (49:13) menyatakan, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.”

Berbeda adalah fitrah manusia termasuk dalam pemikiran dan pilihan. Namun dalam berbeda kita mengenal prinsip saling menghormati agar tercapai saling memahami dan mengenali.

Dalam konteks pemilu, Islam mengajarkan pentingnya tetap toleran dan menghargai perbedaan pendapat. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Perbedaan pendapat dalam umatku adalah rahmat.” Hadist ini mengajarkan bahwa perbedaan pendapat bisa membawa kebaikan dan rahmat jika dielola dengan bijak.

Dalam Al-Quran, Allah menekankan pentingnya toleransi dan merawat persatuan. Surat Ali Imran (3:103) menyatakan, “Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah itu, bersaudara.”

Islam mengajarkan prinsip kemaslahatan bersama (maslahah), di mana kepentingan bersama diutamakan. Ketika menghadapi pemilu, kepentingan bersama harus diutamakan di atas perbedaan pilihan. Dalam kaidah fikih kemashlahatan ammah didahulukan dari kepentingan yang khusus.

Bagaimana merumuskan kemashlahatan ammah tersebut? Musyawarah adalah instrument yang diajarkan dalam Islam. “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya,” (QS. Ali Imran [3]: 159).

Musyawarah adalah ajaran dan praktek dalam Islam dalam memecahkan persoalan. Dalam suatu riwayat Abu Hurairah berkata : “Saya tidak pernah melihat seseorang yang paling sering melakukan musyawarah selain dari Rasulullah SAW,” (H.R. Tirmidzi). Artinya, musyawarah dalam memutuskan perkara adalah sebuah ajaran sekaligus praktek yang selalu dilakukan Nabi.

Islam mendorong umatnya untuk terlibat dalam dialog dan diskusi yang sehat. Dalam mencapai tujuan bersama, saling mendengarkan, menghormati, dan berdiskusi secara konstruktif adalah prinsip-prinsip yang dianjurkan oleh agama. Jika kesepakatan sudah tercapai maka bertawakkallah. Tidak ada kalah dan menang dalam musyawarah. Semua keputusan harus diterima dan dilakukan secara bertanggungjawab.

Menghadapi pemilu, umat Islam diingatkan untuk memegang teguh nilai-nilai toleransi, menghormati perbedaan pendapat, dan merawat persatuan. Islam tidak hanya memahami realitas perbedaan, tetapi juga memberikan panduan tentang bagaimana mengelolanya dengan bijak, memastikan bahwa pemilu menjadi wahana bermartabat untuk mencapai kemaslahatan bersama. Mari hadirkan pemilu yang mencerminkan nilai-nilai Islam, yaitu beda pilihan, tetap toleran.

This post was last modified on 24 Januari 2024 12:34 PM

Farhah Sholihah

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

23 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

23 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

23 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

23 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago