Faktual

Benarkah Kebangkitan Khilafah akan Menyatukan Umat?!

Berita tentang munculnya aliran Makom Raja Adil di Sumatera Selatan (Sumsel) menghebohkan jagat publik. Pasalnya, di samping membawa ajaran yang bertentangan dengan Islam (sesat), Raja Adil yang tak lain adalah Rosidi yang membawa ajaran yang disebutnya dengan Tasawuf Makom Hakiki Mutlak itu juga mengklaim bahwa melalui khilafah, konon, seluruh agama akan menyatu di bawah bendera Islam. Benarkah demikian?!

Wacana bahwa khilafah akan menjadi garis pemersatu seyogianya bukanlah hal baru. Di dalam wacana khilafaisme, bahwa khilafah akan menjadi garis pemersatu umat sudah menjadi semacam barang  dagangan bagi kelompok-kelompok yang berambisi untuk mendirikan negara khilafah. Meski mereka sendiri mungkin ‘ragu’ bahwa khilafah mampu menjadi pemersatu, namun mereka tak henti-henti mewartakan bahwa khilafah adalah jalan yang akan mempersatukan umat Islam secara khusus dan umat manusia secara umum.

Hal itu dilakukan karena mereka sadar, bahwa umat manusia pada dasarnya menghendaki persatuan. Alih-alih konflik dan perpecahan. Itu sebabnya mereka selalu menawarkan khilafah sebagai jalan pemersatu. Dan, itulah kelicikan dan kebohongan mereka. Mereka menampilkan diri sebagai pihak yang seolah-olah cinta persatuan, namun nyatanya, mereka hanya memanfaatkan wacana persatuan yang menjadi kehendak umat manusia itu untuk mewujudkan kehendak dan cita-cita politik mereka untuk mendirikan negara khilafah.

Khilafah: Tidak Mempersatukan, tapi Memecah Belah!

Karena itu, munculnya aliran sesat yang membawa wacana khilafah sebagai pemersatu umat manusia lintas agama itu mesti dibaca dan dilihat secara kritis. Sebab, selain mereka sendiri mungkin ragu atau tidak meyakini bahwa wacana yang mereka tawarkan benar, dalam realitasnya sudah sangat jelas bahwa: ukannya menyatukan, justru khilafah malah memecah belah. Hal itu terjadi karena mereka tak menghendaki persatuan dalam perbedaan.

Mereka berasumsi bahwa persatuan disebut persatuan bila perbedaan berhasil ditiadakan. Asumsi itu jelas salah. Sebab, untuk mewujudkan persatuan, perbedaan tak perlu ditiadakan mengingat perbedaan dan persatuan dapat berjalan secara bersamaan yang satu sama lain saling berhubungan (simbolis-mutualisme). Bahkan, logikanya, jika persatuan adalah kumpulan dari beberapa elemen yang berbeda-beda, maka untuk mewujudkan persatuan maka perbedaan adalah hal yang mutlak harus ada. Sebab, tanpa ada perbedaan, maka tidak mungkin sebuah persatuan (kumpulan dari beberapa elemen yang berbeda) akan terjadi.

Karena itu, dapat disimpulkan bahwa yang sebenarnya hendak diwujudkan oleh mereka dalam agendanya mendirikan atau membangkitkan khilafah bukanlah persatuan. Melainkan komunitas tunggal yang di dalamnya tidak boleh ada perbedaan sama sekali. Perbedaan adalah hal yang niscaya. Sebagai yang niscaya, perbedaan tidak akan pernah bisa ditiadakan. Ia akan terus meniscayakan dirinya dalam perkembangan ruang dan waktu. Karena itu, upaya untuk meniadakannya hanya akan menciptakan pertentangan dan perpecahan, alih-alih persatuan.

Persatuan adalah di mana berbagai elemen yang berbeda-beda hidup berdampingan dengan dalam satu tujuan. Bukan keseragaman yang dipaksa dalam jalan yang sama. Karena itu, ulaya membentuk persatuan dengan meniadakan perbedaan yang sedang menjadi proyek khilafaisme bukanlah upaya untuk mewujudkan persatuan yang kita cita-citakan. Melainkan upaya mendesain masa depan sosial ke dalam komunitas tunggal.

Dan, meski ilusif, namun proyek penyeragaman berkedok penyatuan itu adalah bahaya nyata, setidaknya, secara retoris. Sebab itu, satu hal yang pasti yang mesti kita lakukan adalah, menolaknya! Khilafah—dengan proyek penyeragaman sosial yang ditawarkan dengan kedok persatuan itu hanya akan memecah belah umat, persis seperti yang belakangan ini terjadi. Alih-alih menyatukan semua agama di bawah naungan bendera Islam.

This post was last modified on 29 Maret 2023 2:28 PM

Alfie Mahrezie Cemal

Recent Posts

Tabayyun sebagai Kearifan untuk Menghadapi Propaganda

Pergesekan antar ormas (organisasi kemasyarakatan) yang terjadi di Pemalang, serta konflik senjata yang terjadi antara…

10 jam ago

Waspada Karakter Fasik di Era Digital: Menyaring Informasi, Menyelamatkan Persatuan

Di era digital yang dibanjiri informasi, sikap kehati-hatian dan bijak menjadi kebutuhan pokok. Bayangkan, setiap…

10 jam ago

Kekeliruan Istilah Ulama “Pribumi” vs Ulama “Impor”

Wacana yang memisahkan ulama menjadi “pribumi” dan “impor” adalah konstruksi sosial yang lemah secara historis…

10 jam ago

Anak dalam Jejaring Teror, Bagaimana Menghentikan?

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengkonfirmasi adanya peningkatan penetrasi propaganda radikal yang menyasar kelompok rentan…

3 hari ago

Peran Penting Orang Tua dalam Melindungi Anak dari Ancaman Intoleransi Sejak Dini

Di tengah era digital yang serba cepat dan terbuka, media sosial telah menjadi arena bebas…

3 hari ago

Ma-Hyang, Toleransi, dan Kesalehan dalam Kebudayaan Jawa

urip iku entut gak urusan jawa utawa tionghoa muslim utawa Buddha kabeh iku padha neng…

3 hari ago