Narasi

Beragama(lah) dengan Akal Sehat di Era Wabah!

Cobalah kita berpikir sejenak, kenapa Allah SWT di beberapa ayat dalam Al-Qur’an selalu menyebut kata “Afala ta’qilun” apakah kamu tidak menggunakan akalmu? “Afala Tatafakkarun” apakah kamu tidak berpikir?. Tentu, relevansi kata “pertanyaan” jika ditinjau dalam kesusastraan Arab, disebut “Istifham ingkari”. Atau mengacu ke dalam the need to do that yang mendiktum ke dalam “must” (keharusan). Dalam arti pemahaman, kita dianjurkan untuk selalu berpikir, merenung dan mengoptimalkan akal sehat dalam beragama.

Misalnya dalam contoh kasus, kenapa pemerintah membuat kebijakan perihal Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat  (PPKM) di tengah darurat wabah yang dimulai sejak 3-20 Juli 2021?. Di antaranya mengacu terhadap (Penutupan tempat ibadah sementara).

Kebijakan di atas, apakah ini sebagai bentuk dari ekspresi kebencian pemerintah terhadap agama? Lalu menganggap bahwa dilarangnya umat beribadah seperti di Masjid, Gereja atau di tempat ibadah lainnya itu bagian dari proyek “komunis” yang sengaja menghancurkan umat beragama di Indonesia? Lalu berasumsi macam-macam, memfitnah dan berprasangka buruk bahwa pemerintah dianggap lebih takut covid-19 dari pada takut kepada Allah SWT.

Tentu, jika kita mencoba untuk berpikir secara mendalam, mengkaji secara detail serta mengoptimalkan “akal sehat” untuk berpikir. Kenapa pemerintah harus melakukan ini misalnya:

Pertama, kita akan menemukan satu alasan yang jelas bahwa wabah yang kita hadapi saat ini semakin terus mengancam kesehatan dan keselamatan banyak orang. Kedua, jika tempat ibadah yang secara potensi memang sering-kali terjadi kerumunan dan rentang menjadi tempat sirkulasi penularan wabah, maka logiskah jika pemerintah membangun kebijakan itu? Demi menjaga keselamatan Jiwa kita semua?

Pertanyaan yang semacam ini sebetulnya sangat relevan dengan perintah Allah SWT di dalam AL-Qur’an. Karena agama-Nya pada hakikatnya tidak pernah memberatkan dan bahkan membiarkan umat manusia merasa berat dan sulit di dalam menjalankannya. Karena ada banyak keringanan, solusi alternatif dan bahkan toleransi yang etis agar kita semakin tenang, nyaman, tidak terbebani dan gembira dalam beragama.

Misalnya dalam kasus lain, jika kita dalam keadaan sakit, kita boleh meninggalkan ibadah layaknya dalam Islam seperti shalat wajib. Tentu kita bisa menggantikan shalat tersebut setelah sehat. Namun jika memaksakan untuk beribadah, kita bisa melakukannya sesuai kemampuan kita. Apakah itu berbaring atau-pun hanya menggunakan gerakan mata dan bahkan dengan kedipan mata sekali-pun.

Dari contoh demikian, ini sebetulnya menandakan bahwa agama-Nya sebetulnya tidak pernah memberatkan manusia dalam beribadah. Hanya kitalah yang selalu berlebihan dan memaksakan diri dalam beragama. Padahal “Allah SWT paling tidak suka dengan orang yang selalu melampaui batas dalam beragama”. Sebagaimana dictum Allah SWT akan pentingnya beragama dengan akal sehat. Agar, kita bisa berpikir, sebagaimana larangan akan beribadah di rumah ibadah selama PPKM seperti halnya di Masjid misalnya.

Ini tentu jika kita pikirkan, renungkan dan menggunakan pertimbangan akal sehat, maka kita akan mengetahui bahwa kebijakan demikian ini secara orientasi mengacu ke dalam “ikhtiar hukum darurat” yang memiliki keharusan kita beribadah di rumah masing-masing karena sedang menghadapi wabah yang mudah menular. Karena dengan cara seperti inilah kita bisa terhindar dari penularan dan bebas dari ancaman kesehatan.

Maka, sebetulnya orang yang menolak adanya kebijakan PPKM. Lalu menganggap pemerintah lebih takut terhadap wabah dibanding takut kepada Allah SWT lalu menganggap bahwa umat beragama dilarang beribadah. Pemahaman yang semacam ini sebetulnya sama-sekali tidak pernah dipertimbangkan dengan akal-sehat serta pikiran yang cerdas dalam agama.            

Sebagaimana tujuan syariat beragama selalu tidak memaksakan kehendak. Karena, hanya kitalah yang jumawa dan merasa benar, lalu tidak mau diatur dalam beragama. Hingga jatuh ke dalam kehancuran dan bahkan terguling ke dalam kemudharatan di tengah wabah ini. Oleh sebab itulah, Allah SWT selalu mempertanyakan kepada kita dalam kata “Afala ta’qilun” apakah kamu tidak menggunakan akalmu? “Afala Tatafakkarun” apakah kamu tidak berpikir? Bahwa covid-19 ini nyata akan siap mengancam kesehatan dan keselamatan kita.

This post was last modified on 6 Juli 2021 9:05 AM

Sitti Faizah

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

24 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

24 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

24 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

24 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago