Narasi

Bulan Hijrah Nabi dan Spirit Melawan Propaganda Film “Jejak Khilafah Nusantara”

Hari ini umat muslim di seluruh dunia sedang merayakan moment pergantian tahun Hijriah yang ke 1442. Awal tahun yang sangat sakral dalam tradisi Islam, karena tanggal 1 Muharram ini menjadi titik awal sejarah peradaban Islam sehingga menjadi agama yang rahmatan Lil Alamin. Bulan suci muharram ini penuh dengan perjuangan kemuliaan dan perjuangan hijrah nabi Muhammad Saw beserta para sahabatnya ke kota Yastrib (Madinah). Nabi Hijrah ke Madinah karena tindakan represif dan intimidasi yang dialaminya beserta umatnya oleh para kafir Quraisy.    

Dalam tradisi Jawa, malam Bulan Hijrahnya Nabi ini menjadi malam yang penuh dengan nilai spiritual, yang biasa disebut dengan 1 Suro. Berbagai ritual dilakukan untuk membersihkan segala hal negatif dalam diri manusia, misalnya ritual “padusan” yakni mandi bersama di sungai untuk membersihkan aura negatif dalam diri manusia sebagai awal untuk menjalani tahun yang baru. Berbeda sekali dengan tahun baru Masehi, yang malamnya diisi dengan suasanan gegap gempita kembang api dan pesta pora, tidak banyak memiliki unsur sakralitas dan spiritualitas.

Selain itu, di malam satu Suro ini di beberapa daerah di Indonesia terdapat macam ritual tradisi. Seperti Larung Sesaji, yakni sebuah ritual sedekah alam yang memberikan sesaji kepada gunung atau laut sebagai wujud kesadaran kosmos yaitu penghargaan manusia terhadap alam. Kemudian ritual “Jamasan Pusaka” yakni memandikan benda-benda peninggalan leluhur seperti keris dan semacamnya, karena di malam 1 Suro ini dipercaya sebagai malam yang memiliki daya magis yang sangat kuat dalam tradisi Jawa.

Baca juga : Subtansi Hijrah dalam Konteks Negara Kebangsaan

Dalam konteks saat ini, masyarakat Indonesia dalam semarak moment bulan Hijrah/Hijriah ini idealnya dimanifestasikan dengan sebaik mungkin untuk meneguhkan spirit kebangsaan. Karena saat ini berbagai gempuran narasi radikalisme sedang menghantui dan teramplifikasi di media sosial. Salah satunya adalah propaganda film “Jejak Khilafah Nusantara” yang rencana akan di upcoming pada tanggal 1 Muharram 1442 H atau bertepatan pada tanggal 20 Agustus 2020, di akun Youtobe Khilafah Channel.   

Film yang digawangi oleh Nicko Pandawa Cs ini telah menyebarkan propagandanya melalui akun Pusat Media Islam di Facebook. Mereka ingin memberikan narasi tentang relasi historis antara kekhalifahan Turki Utsmani dengan berbagai kerajaan di Nusantara, di antaranya kerajaan Samudera Pasai dan kerajaan Islam di Sumatera lainnya, Sultan Mataram serta Sultan Banten.  

Mereka berupaya memaparkan akan romantisme kekhilafahan di abad pertengahan serta mengaitkannya dengan jejak sejarah Nusantara. Padahal, hal ini merupakan suatu kecacatan sejarah yang tidak memiliki dasar data sejarah yang kuat. Mereka berupaya mengaitkan sejarah yang sama sekali tidak memiliki “sanad sejarah” yang otentik, dengan konteks Nusantara. Hal ini juga diafirmasi oleh M. Ishom el Saha (2020), Benarkah Sultan Mataram dan Sultan Banten Bertemu Sultan Turki Usmani, sebagaimana dalam sebagian penjelasan film tersebut? Ternyata tidak! Mereka hanya bertemu dengan Syarif Mekkah generasi kedua keluarga Zaid b. Muhsin yang masih keturunan Bani Hasyim.  

Dalam hal ini, kita perlu melawan propaganda khilafahisme yang dilakukan mereka melalui media. Karena semakin banyak hastag atau wacana tentang khilafah di media sosial, akan semakin memperlebar kesempatan mereka untuk diperbincangkan, karena logika algoritma media memang demikian dalam bekerja. Untuk itu, masyarakat harus membaca kembali akan kebenaran sejarah yang ada di Nusantara, karena hal ini akan memperluas wawasan kita dalam memahami pergulatan sejarah yang amat panjang bangsa kita.       Akhirnya, nuansa sakralitas dalam bulan muharram ini jangan sampai tercederai hanya karena semangat primordial suatu kelompok tertentu untuk memuluskan kepentingannya dalam mengkampanyekan ideologi Khilafah. Kita perlu menyikapi hal ini dan menolak narasi sejarah yang cacat tersebut, agar tidak dikonsumsi oleh masyarakat kita. Sehingga kita selamat dari kebohongan sejarah yang dibuat oleh para pengosong khilafah tersebut. Semoga.  

This post was last modified on 20 Agustus 2020 4:55 PM

Irma Yuliani

Recent Posts

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

13 jam ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

13 jam ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

13 jam ago

Buku Al-Fatih 1453 di Kalangan Pelajar: Sebuah Kecolongan Besar di Intansi Pendidikan

Dunia pendidikan pernah gempar di akhir tahun 2020 lalu. Kepala Dinas Pendidikan Bangka Belitung, pada…

13 jam ago

4 Mekanisme Merdeka dari Intoleransi dan Kekerasan di Sekolah

Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh mereka yang sedang duduk di bangku sekolah. Apa yang…

1 hari ago

Keterlibatan yang Silam Pada yang Kini dan yang Mendatang: Kearifan Ma-Hyang dan Pendidikan Kepribadian

Lamun kalbu wus tamtu Anungku mikani kang amengku Rumambating eneng ening awas eling Ngruwat serenging…

1 hari ago