Narasi

Carilah Ustadz yang Tepat, Agar Terhindar dari Promo Jihad!

Suatu ketika, pernah ada orang yang bekerja di salah satu instansi Bank. Tentu kita semua paham, bahwa gaji seorang karyawan bank, bisa dikatakan cukup besar. Segala kebutuhan hidupnya bisa terpenuhi. Anak-anaknya bisa sekolah dengan mapan. Semua keluarganya bisa sejahtera.

Namun, setelah pergi ngaji ke salah satu “Ustadz”, dia diceramahi bahwa Bank itu riba. Dijelaskan bahwa dosanya jauh lebih besar dari perbuatan zina. Sehingga, orang tersebut memutuskan untuk berhenti (resign). Lantas, dia beralih profesi menjadi seorang driver ojol (ojek online). Berselang-kemudian, dia kembali berangkat ngaji ke ustadz yang sama. Lalu diceramahi lagi, bahwa transaksi online layaknya Go-Pay dan OVO itu juga riba. Dia-pun memutuskan untuk berhenti menjadi driver.

Berselang kemudian, orang tersebut memutuskan untuk (jualan parfum). Keluarganya-pun mulai mengalami kekurangan. Biaya pendidikan anak-anaknya di sekolah mulai nunggak dan kesulitan untuk membayarnya. Keluarga yang asalnya sejahtera, kini menjadi sengsara.

Lalu, orang tersebut kembali lagi ngaji ke ustadz yang sama. Seketika ustadz tersebut mengatakan dengan lantang untuk membangun (promo jihad). Bahwa “Kita ini miskin karena pemerintah zhalim. Kekayaan kita dimakan oleh rezim yang serakah dan tamak. Wajar, Rezim anti-Islam.  Rezim “mengkriminalisasi” ulama. Maka, solusinya adalah khilafah. Marilah kita tegakkan negara Islam. Sebagai jalan untuk menyejahterakan masyarakat”.  

Pilihlah Ustadz yang Tepat 

Fenomena yang semacam ini selalu lahir ketika seseorang salah di dalam memilih ustadz. Artinya, ketika kita bertemu dengan ustadz yang memiliki cara berpikir yang pragmatis, stagnan, kaku dan tekstual. Justru akan menghadirkan pemahaman agama yang berdampak kepada (kemudharatan).

Banyak orang yang kehilangan pekerjaan-nya di berbagai instansi perusahaan. Seperti bank ternama dan bahkan usaha-usaha jual beli online. Karier itu seketika hangus, setelah ada segelintir ustadz yang melabeli pekerjaan yang semacam itu disebut riba dan tidak pantas untuk dilakukan. Namun, setelah ditinggalkan, di sinilah orang tersebut mengalami kesulitan ekonomi yang berkepanjangan. Kebutuhan keluarga kini mulai begitu sulit.

Ketika sedang berada dalam kondisi yang semacam itu, orang sering-kali difitnah agar percaya. Bahwa penyebab situasi yang semacam ini adalah kejamnya pemerintah. Rezim yang tamak. Atau negara dianggap berpihak kepada orang kafir dan dengan segenap alasan lainnya. Sehingga, solusinya adalah revolusi dan berteriak tentang ketidakadilan.

Padahal, penyebab orang tersebut mengalami kegentingan semacam itu diakibatkan (kesalahan di dalam memilih ustadz). Artinya, ustadz tersebut tidak lagi berbicara secara kontekstual bagaimana hukum riba itu berfungsi. Dia hanya berusaha untuk mempromosikan jihad.

Karena ustadz yang tepat, niscaya akan memberikan jalan solusi agar orang yang bekerja di bank itu tidak termakan oleh transaksi riba misalnya. Hal yang semacam itu justru lebih mengedepankan hukum agama yang solutif. Bukan justru pasif dan berdampak kepada pemahaman yang membawa mudharat tadi.

Bahayanya Promosi Jihad  

Di tengah maraknya “gerakan anti riba” dan memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan yang telah menjadikan dirinya tercukupi segala kebutuhan. Lalu setelah berhenti dan mengalami kemerosotan secara ekonomi. Maka, di sinilah kadang-kala promosi jihad selalu hadir.

Promosi jihad itu akan dikaitkan dengan kondisi masyarakat yang semacam itu dengan cara mengintervensi agar orang beranggapan bahwa dirinya miskin karena pemerintah zhalim, rezim serakah, antek-antek orang kafir serta negara tidak berdasarkan asas agama Islam (negara Islam).

Padahal, hal yang semacam itu merupakan akibat dari pemahaman agama yang sempit. Sehingga, agama justru seperti membawa dampak buruk terhadap kehidupan seseorang. Padahal, situasi yang semacam ini sebetulnya dilatari oleh pemahaman hukum keagamaan yang stagnan, tekstual dan sempit tadi.            

Maka, di sinilah pentingnya untuk memilih ustadz yang tepat. Artinya, memiliki kapasitas keilmuan agama yang memadai. Bukan hanya sekadar menghukumi sesuatu tanpa ada dasar pertimbangan yang jelas agar tidak membawa kemudharatan. Sehingga, ustadz yang semacam itu justru bukan solusi yang akan diberikan. Tetapi hanya menyebarkan fitnah, kebencian dan kebohongan. Setelah itu, dia akan melakukan semacam promosi jihad untuk berbuat kezhaliman agar bisa menjembatani masyarakat yang sejahtera tersebut.

This post was last modified on 31 Maret 2021 12:27 PM

Amil Nur fatimah

Mahasiswa S1 Farmasi di STIKES Dr. Soebandhi Jember

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

20 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

20 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

20 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

20 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago