Narasi

Dakwah di Tengah Tuntutan Sebagai Umat Beragama Sekaligus Warganegara

Dalam sebuh kisah, seorang kyai tengah didatangi oleh seorang pelacur, yang tentu saja untuk mencari berkah agar aktifitas dagangnya laris-manis. Tak dinyana, kyai itu pun mengabulkan permintaan sang pelacur dengan tanpa basa-basi.

Dalam kacamata umum tentu saja sang kyai itu akan dinilai sebagai orang yang nggedabrus atau seorang kyai pemuja setan. Bukannya menobatkan sang pelacur laiknya agamawan-agamawan yang gagah dalam memegang amanah syari’ah, sang kyai justru mendoakan sang pelacur sesuai dengan apa yang diinginkan.

Ketika orang menilai sikap sang kyai dalam kerangka dakwah, tentu saja apa yang telah dilakukannya bukanlah sebentuk dakwah yang konon bersemangatkan amar ma’ruf nahi munkar dengan konsekuensi tertundukknya para jamaah bukan dengan jalan alamiahnya sendiri.

Pada tahap inilah sebenarnya agama, yang otomatis dakwah dan segala hal yang terkait dengannya, adalah hal yang sangat-sangat “dhewek,” dimana masing-masing individu bisa saja memiliki cara dan pengalaman yang berbeda meskipun berpokok pada hal yang sama.

Dalam kasus ini, taruhlah kitab Hikam dengan segala aforisme yang semakin padat kata-katanya, maka semakin luas maknanya. Orang bisa menyaksikan perbedaan interpretasi antara satu kyai dengan kyai lainnya. Dan memang, kondisi para interpretator adalah faktor yang cukup kuat dalam membingkai hasil interpretasinya.

Maka sebetulnya, benarkah tujuan dakwah itu adalah semata-mata mencari jamaah, atau dalam ungkapan Jawa, “Guru luru murid,” sebagaimana yang banyak orang saksikan di masa kini, yang otomatis memiliki masalah tersendiri ketika dihadapkan pada tuntutan etis sebagai warganegara yang hidup dalam suatu negara? Bukankah tak jarang tuntutan sebagai umat beragama sekaligus warganegara bertumbukan, entah pada wilayah nurani (agama) maupun kenyataan (masyarakat)?

Keberadaan dari golongan yang dengan getolnya membawa identitas keagamaan yang hampir sepuluh tahun ini menghiasi panggung sosial-politik di Indonesia, pada dasarnya adalah salah satu konsekuensi dari pertumbukan antara nurani dengan kenyataan tadi, mendamaikan tuntutan sebagai umat beragama sekaligus sebagai warganegara.

Kembali pada sang kyai, berhubung tak ada hubungan antara aktifitas kepelacuran dengan kewarganegaraan, maka sang kyai pun tak membenturkan juga tuntutan agama, sekaligus tetek-bengek yang mengitarinya sebagaimana dakwah, pada sang pelacur.

Namun, dengan terkabulnya doa sang kyai, tiba-tiba sang pelacur itu pun bertobat dengan sendirinya di tengah kondisi yang memberikannya segala kemudahan. Sang pelacur itu tak kuat lagi meladeni para konsumen yang membludak.

Meskipun tak langsung ber-amar ma’ruf dan ber-nahi munkar, sang kyai justru mampu mencapai tujuan dakwah tanpa harus bertumbukan dengan tuntutan kewarganegaraan. Dan sang kyai, dalam kasus ini, sama sekali tak berperan laiknya sang penunduk yang gagah. Sementara sang pelacur, tertundukkan oleh pengalaman dan cara ataupun dirinya sendiri.

Heru harjo hutomo

Recent Posts

Masjid Rasa Kelenteng; Akulturasi Arsitektural Islam dan Tionghoa

Menarik untuk mengamati fenomena keberadaan masjid yang desain arsitekturnya mirip atau malah sama dengan kelenteng.…

2 bulan ago

Jatuh Bangun Konghucu Meraih Pengakuan

Hari Raya Imlek menjadi momentum untuk mendefinisikan kembali relasi harmonis antara umat Muslim dengan masyarakat…

2 bulan ago

Peran yang Tersisihkan : Kontribusi dan Peminggiran Etnis Tionghoa dalam Sejarah

Siapapun sepakat bahwa kemerdekaan yang diraih oleh bangsa Indonesia tidak didominasi oleh satu kelompok berdasarkan…

2 bulan ago

Yang Diskriminatif adalah yang Jahiliyah

Islam melarang sikap diskriminasi, hal ini tercermin dalam firman Allah pada ayat ke-13 surat al-Hujurat:…

2 bulan ago

Memahami Makna QS. Al-Hujurat [49] 13, Menghilangkan Pola Pikir Sektarian dalam Kehidupan Berbangsa

Keberagaman merupakan salah satu realitas paling mendasar dalam kehidupan manusia. Allah SWT dengan tegas menyatakan…

2 bulan ago

Ketahanan Pangan dan Ketahanan Ideologi : Pilar Mereduksi Ekstremisme Kekerasan

Dalam visi Presiden Prabowo, ketahanan pangan menjadi salah satu prioritas utama untuk mewujudkan kemandirian bangsa.…

2 bulan ago