Narasi

Darurat Literasi Digital Anak agar Tidak Mudah Radikal

Penggunaan media digital yang tidak tepat terbukti mampu melayangkan nyawa manusia. Mutakhir, kita dihebohkan dengan kasus dua remaja di Makassar yang tega menculik dan membunuh rekan lain yang masih berusia 11 tahun. Motifnya adalah ingin mendapatkan rupiah dengan cara menjual organ tubuh korban. Pelaku mendapatkan informasi dari media maya. Namun demikian, sudah terlanjur membunuh, keduanya gagal mendapatkan rupiah karena tidak tahu pastinya cara menjual organ tubuh temannya.

Kasus ini hanyalah gambaran kecil betapa informasi media maya sering kali menimbulkan permasalahan tersendiri. Kesalahan bukan pada media maya-nya melainkan penggunanya. Media maya ibarat pisau dapur, bisa bermanfaat banyak dan bisa menciderai siapa saja. Semua tergantung penggunanya. Pengguna media maya yang baik serta memiliki kemampuan yang cukup dalam menggunakan maka akan berdampak baik pula. Sebaliknya, pengguna jahat akan menghasilkan kejahatan pula.

Sementara, bagi pengguna baik ataupun netral yang tidak memiliki kemampuan cukup dalam menggunakan media maya akan mudah terjebak dalam perbuatan tidak baik. Hal ini karena media maya menyuguhkan beragam jenis menu, mulai yang baik, sedang, maupun buruk. Dan semua dapat dengan mudah tersaji bagi seluruh kalangan. Sehingga, tanpa adanya pengetahuan yang cukup dalam penggunaan media maya, maka pengguna akan mudah terperosok pada konten yang tidak baik.

Salah satu kelompok pengguna media maya yang tidak memiliki kemampuan cukup adalah anak-anak. Mereka adalah kelompok pengguna yang masih minim pengetahuan serta pengalaman. Dengan begitu, konten-konten yang ada di media maya akan dengan mudah diikuti manakala dinilai akan menguntungkan diri. Padahal, tidak semua konten yang menurutnya menguntungkan benar-benar baik. Bisa saja konten tersebut hanyalah penipuan.

Padahal, saat ini di kota maupun desa, semua anak-anak tidak lepas dari dunia maya. Bukan hanya mereka yang sudah usia sekolah, balita bahkan sebelum umum 1 tahun saja sudah menggunakan media maya. Lihatlah betapa anak-anak balita di sekitar kita selalu memegang gawai. Bahkan waktu mereka bermain dengan keluarga tidak lebih banyak dari memegang gawai yang notabene alat penggunaan media maya.

Mengingat media maya adalah alat yang bisa saja menimbulkan dampak negatif besar bagi anak, maka orang tua mesti memberikan pemahaman dan pengawasan kepada anak dengan baik. Jangan sampai karena minimnya literasi digital bagi anak, anak-anak akan berbuat negatif lantaran berselancar di media maya.

Bagi orang tua yang memiliki anak masih kecil sekali, maka orang tua mesti memberikan batasan kepada anak dalam penggunaan media maya. Karena, dengan penggunaan media maya sejak dini dengan mengalahkan interaksi bersama keluarga dan teman-temannya, maka anak akan menjadi inklusif. Belum lagi saat konten yang dilihat adalah bernada kekerasan, maka anak ini pun akan dengan mudah melakukan kekerasan.

Kekerasan yang ada dalam dunia maya bagi anak-anak bukan saja peledakan bom ataupun peperangan sebagaimana yang sering dipahami khalayak umum. Kartun-kartun yang mengejek temannya, memukul, dan sejenis adalah konten kekerasan yang akan tertanam dalam diri anak-anak. Ketika mereka melihat konten-konten kekerasan, meskipun dalam kartun anak, maka anak akan dengan mudah meniru dan bahkan jika tidak mendapat perhatian dari orang tua akan menjadi kepribadian yang tertanam hingga nantinya dewasa.

Sementara, jika anak-anak usia dini ini tidak banyak bersinggungan dengan media maya dan banyak bergaul dengan keluarga atau teman sebayanya, maka ia akan banyak mengalami perkembangan positif. Selain secara motorik akan berkembang pesat, kecerdasan pun akan semakin terasah. Dengan berinteraksi langsung dengan keluarga, teman seusia, ataupun lingkungan, maka semua panca indera akan terstimulasi dengan baik. Kemampuan berkomunikasi juga akan semakin bertambah dan bertambah.

Maka dari sinilah, selagi anak masih balita, dan orang tua dipastikan tidak bisa memberikan pengawasan yang penuh dalam penggunaan media maya, maka lebih baik anak-anak usia dini ini dibatasi dalam penggunaan media maya. Ajak mereka berinteraksi dengan lingkungan secara langsung. Dengan begitu, mereka tidak mudah menjadi radikal. Bahkan, anak-anak usia dini ini akan tumbuh rasa kasih sayang terhadap sesama, termasuk alam sekitarnya.

Bagi anak-anak yang sudah menginjak sekolah dan memerlukan media belajar media maya, maka orang tua mesti memberikan hak anak. Anak-anak bisa menggunakan media maya sesuai dengan kebutuhannya. Dalam hal ini, orang tua mesti memberikan pengawasan yang ketat. Selain itu, orang tua juga harus memberikan bekal yang cukup terkait dengan literasi digital. Anak-anak harus mendapatkan rambu-rambu dari orang yang lebih pengalaman dalam penggunaan media maya. Jangan sampai karena ketidaktahuannya, anak-anak justru tidak bisa memanfaatkan media maya dengan baik dan berakhir radikal.Wallahu a’lam.

This post was last modified on 19 Januari 2023 2:07 PM

Anton Prasetyo

Pengurus Lajnah Ta'lif Wan Nasyr (LTN) Nahdlatul Ulama (LTN NU) dan aktif mengajar di Ponpes Nurul Ummah Yogyakarta

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

12 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

12 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

12 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago