Narasi

Dasar Syariah NKRI Itu Bernama Pancasila

Seiring dengan munculnya gagasan NKRI Bersyariah, perdebatan lama tentang hubungan Pancasila dengan agama menyeruak kembali. Sekalipun menurut  para pengusungnya, gagasan NKRI Bersyariah itu tidak bertentangan dengan Pancasila. Para pengkritiknya menyebut itu sebagai langka mundur. Sebab debat mengenai Pancasila dengan syariah sudah tuntas dahulu. Pancasila sudah diterima secara konsensus dan final oleh kaum muslim.

Wajar bila sebagian kelompok menuding gagasan itu mubazir, penuh intrik politik elektoral, dan sia-sia belaka. Sebab, usulan dan poin-poin yang diserukan oleh mereka sejatinya sudah termaktub dalam Pancasila. Pancasila sudah mengakomodir cita-cita luhur dari hampir semua agama, tradisi, dan budaya yang ada di Indonesia.

Yudi Latif (2015) mengungkapkan, Pancasila itu ibarat perasan dari berbagai budaya dan tradisi yang hidup di masyarakat Nusantara. Pancasila adalah kristalisasi dari pengalaman hidup bangsa Indonesia selama berabad-abad lamanya. Ia bukan barang yang baru jadi, atau nilai luar yang dipaksakan kepada rakyat Indonesia. Pancasila adalah darah daging yang lahir dari rahim ibu pertiwi.

Dengan latar belakang seperti ini, wajar apabila pendiri bangsa ini sebagai dasar negara. Maksud dasar negara, Pancasila dijadikan sebagai pedoman dalam berbangsa dan bernegara, baik itu pada pemerintah maupun pada rakyat. Semua peraturan hukum (syariah) harus menjiwai Pancasila. Ini sesuai dengan UU No.10 Tahun 2004 yang menyatakan, bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum (baca: syariah) negara.

Mengapa Pansila menjadi sumber (al-masadir) sekaligus dasar (al-asas) negara? Jawabannya selain bahwa Pancasila merupakan kristalisasi dari pengalaman hidup manusia Nusantara, juga bisa dilihat dari sila-sila Pancasila yang penuh dengan nilai integrasi (Baidhawy, 2015), yakni integrasi spiritual, kemanusiaan, keindonesiaan, politik, sosial, dan ekonomi.

Nilai Integrasi

Integrasi spiritual terejawantah dalam sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Siapapun orang, di manapun tempatnya, selama masih menginjakkan kaki di muka bumi, setiap manusia selalu butuh akan nilai-nilai spiritualitas, yang itu terwujud dalam Ketuhanan. Sengaja dibuat kata benda dengan awalan ke  dan akhiran kan, tidak lepas dari tujuan untuk mengakomodir semua agama dan keyakinan yang beragam.

Integrasi spiritual saja tidak cukup, ia harus membumi dengan wujud kemanusian. Orang bertuhan harus juga bisa menghargai kemanusian. Di sinilah perlunya integrasi kemanusian yang tercantum dalam sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab. Bagaimana cara menghargai kemanusia, jawabannya dua: harus adil dan harus beradab! Bila spiritualitas hubungan vertikal, maka kemanusian sebagai hubungan horizontal.

Kedua integrasi ternyata belum cukup juga, maka harus ada nilai yang dijadikan sebagai basis untuk mencintai tempat lahir, memperjuangkan tanah air. Dalam konteks inilah perlu integrasi keindonesian, yang terwujud pada sila ketiga Persatuan Indonesia. Artinya nilai-nilai spiritualitas dan kemanusian itu harus dibumikan di tempat manusia lahir, dibesarkan, dan wafat, yakni Indonesia. cara integrasi keindonesian itu melalui persatuan.

Ke mana tiga integrasi di atas diarahkan, sila selanjutnya menjawab kepada politik, sosial, dan ekonomi. Hal ini termaktub dalam sila keempat Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan sila kelima  Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Artinya integrasi politik harus dijalankan dengan hikmah kebijaksanaan yang melahirkan perdamaian dan keharmonisan, jika terjadi sengketa dan konflik, dicarikan solusi dengan musyawarah. Hal yang sama juga dalam integrasi sosial dan politik, semuanya demi terwujudnya keadilan.  

Dengan posisi starategis dan filosofi yang terkandung di dalamnya, wajar apabila Pancasila dijadikan sebagai dasar negara tak terkecuali dasar hukum (syariah) negara. Sebab Pancasila adalah jembatan yang bisa menghubungankan lintas agama, keyakinan, budaya, sosial-politik, ekonomi, dan tradisi yang hidup di masyarakat. Mari kita dudukkan kembali Pancasila sebagai dasar syariah NKRI.

This post was last modified on 2 Juni 2021 1:01 PM

Hamka Husein Hasibuan

Recent Posts

Kekerasan Performatif; Orkestrasi Propaganda Kebencian di Ruang Publik Digital

Dalam waktu yang nyaris bersamaan, terjadi aksi kekerasan berlatar isu agama. Di Sukabumi, kegiatan retret…

14 jam ago

Mengapa Ormas Radikal adalah Musuk Invisible Kebhinekaan?

Ormas radikal bisa menjadi faktor yang memperkeruh harmoni kehidupan berbangsa serta menggerogoti spirit kebhinekaan. Dan…

14 jam ago

Dari Teologi Hakimiyah ke Doktrin Istisyhad; Membongkar Propaganda Kekerasan Kaum Radikal

Propaganda kekerasan berbasis agama seolah tidak pernah surut mewarnai linimasa media sosial kita. Gejolak keamanan…

14 jam ago

Merawat Persatuan, Meredam Bara di Tengah Fanatisme Golongan

Peristiwa bentrokan antar kelompok yang terjadi di Pemalang, Jawa Tengah dan Depok, Jawa Barat beberapa…

14 jam ago

Apakah Ada Hadis yang Menyuruh Umat Muslim “Bunuh Diri”?

Jawabannya ada. Tetapi saya akan berikan konteks terlebih dahulu. Saya tergelitik oleh sebuah perdebatan liar…

2 hari ago

Persekusi Non-Muslim: Cerminan Sikap Memusuhi Nabi

Belum kering ingatan kita tentang kejadian pembubaran dengan kekerasan terhadap retreat pelajar di Sukabumi, beberapa…

2 hari ago