Narasi

Demokrasi, Ruang Kebebasan dan Krisis Keadaban

Realitas demokrasi kita saat ini tidak sedang dalam krisis kebebasan, tetapi sedang mengalami krisis “keadaban”. Sebab, banyak kejahatan verbal dengan mudahnya menghina, mencaci dan mengolok-olok pemimpin. Lalu berlindung di balik kebebasan demokrasi dan berdalih melakukan aktivitas (mengkritik).

Benar apa yang disampaikan oleh Plato dalam buku “Republik”, bahwasanya: “Kebebasan sejatinya memang merupakan (kebajikan) demokrasi yang terbaik. Tetapi demokrasi adalah keadaan yang hanya cocok untuk manusia yang sehat ruhaninya”. Artinya apa? nilai demokrasi yang melahirkan kebebasan itu akan disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak sehat secara ruhani.

Menariknya, Plato memberi korelasi-etis antara nilai demokrasi dengan “nilai religiositas” manusia dalam istilah sehat secara ruhani itu. Sebagaimana dalam prinsipnya, agama meniscayakan etika/moralitas (adab) bagi umat manusia, agar perilakunya tidak membawa mudharat bagi tatanan. Karena sepanjang sejarah peradaban manusia itu hancur karena “kebebasan” yang (kehilangan kendali). 

Kebebasan dalam demokrasi yang tidak didasari oleh etika/adab yang baik, maka ini akan menjadi ancaman disentegritas bagi bangsa ini. Karena, akan ada banyak kejahatan layaknya ideologi radikal-intolerant yang dibenarkan mengatasnamakan kebebasan demokrasi. Kebencian, hinaan dan segala bentuk kebencian akan bersembunyi di balik kebebasan demokrasi.

Maka, adab/etika di dalam demokrasi itu menjadi penting. Hal ini sebagai “pengontrol” dalam membangun ruang kebebasan ekspresi mengkritik yang bisa membangun, bukan menjatuhkan, bisa memperbaiki, bukan mencaci-maki. Sebab, ruang kebebasan dalam demokrasi itu demi kebaikan bangsa ini, bukan untuk menghancurkan tatanan bangsa ini dengan perilaku amoral yang berlindung di balik kebebasan itu sendiri.

Urgensi Demokrasi Beradab dengan Nilai Pancasila

Sejatinya, demokrasi yang kita miliki di negeri ini adalah demokrasi yang berwawasan nilai Pancasila. Siapa-pun berhak mengkritik, memberi masukan dan menyampaikan segala aspirasi untuk pemerintah/pemimpin demi terbentuknya pemerintahan yang baik. Tentunya, aktivitas demokrasi yang semacam itu memiliki nilai tujuan demi kemaslahatan bangsa ini.

Demokrasi beradab dengan nilai Pancasila adalah menjadikan ruang-ruang kebebasan dalam aktivitas demokrasi kita harus meniscayakan fungsi-fungsi nilai Pancasila. Seperti, membangun kritikan yang arahnya tetap menjaga kemanusiaan agar tidak berpecah-belah dan menjaga keadaban, agar sikap kritik itu tidak mengadu-domba serta menyakiti perasaan seseorang atau bersifat sentiment menyerang secara personal.

Nilai Pancasila dalam tubuh demokrasi adalah menjembatani “nilai ruhani” yang secara orientasi tidak membawa dampak mudharat bagi satu-kesatuan (Kebhinekaan) bangsa agar tidak-berpecah-belah. Mengapa? karena ketika demokrasi kita tidak dilandasi nilai Pancasila yang menjunjung nilai persatuan, maka ruang demokrasi kita tentunya akan dimanfaatkan oleh sekelompok penjahat yang akan merusak persatuan untuk memecah-belah mengatasnamakan kebebasan demokrasi itu sendiri.

Jadi, problem yang kita hadapi saat ini tidak sedang dalam konteks krisis kebebasan. Melainkan krisis keadaban di tengah maraknya kejahatan berbasis verbal yang memanfaatkan nilai demokrasi untuk mencaci, menghina, mengolok-olok pemimpin dengan penuh kebencian. Maka, di sinilah pentingnya menghidupkan demokrasi dengan basis nilai Pancasila sebagai ruh di dalamnya.

Siapa-pun bebas, berhak dan bahkan perlu menyampaikan aspirasi kritikan demi pemerintahan yang lebih baik. Akan tetapi, kita harus mengedepankan keadaban dalam aktivitas demokrasi kita dengan prinsip nilai Pancasila. Yaitu menggunakan ruang kebebasan menyampaikan aspirasi/kritikan yang membawa perubahan baik bagi bangsa ini dan tetap menjaga persatuan dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan untuk menghindari perilaku mencaci, menghina/mengolok-olok dengan kebencian lalu berdalih di balik kebebasan demokrasi.

This post was last modified on 7 Agustus 2023 12:41 PM

Sitti Faizah

Recent Posts

Tiga Nilai Maulid ala Nusantara; Religiusitas, Kreativitas, Solidaritas

Menurut catatan sejarah, perayaan Maulid Nabi Muhammad secara besar-besaran muncul pertama kali di Mesir pada…

18 jam ago

Muhammad dan Kehidupan

Konon, al-Ghazali adalah salah satu ulama yang memandang sosok Muhammad dengan dua perspektif, sebagai sosok…

21 jam ago

Meneladani Nabi Muhammad SAW secara Kaffah, Bukan Sekedar Tampilan Semata

Meneladani Nabi adalah sebuah komitmen yang jauh melampaui sekadar tampilan fisik. Sayangnya, sebagian kelompok sering…

21 jam ago

Warisan Toleransi Nabi SAW; Dari Tanah Suci ke Bumi NKRI

Toleransi beragama adalah energi lembut yang dapat menyatukan perbedaan. Itulah kiranya, salah satu ajaran mulia…

2 hari ago

Walima, Tradisi Maulid ala Masyarakat Gorontalo yang Mempersatukan

Walima, dalam konteks tradisi Maulid Nabi, adalah salah satu momen yang sangat dinanti dan dihormati…

2 hari ago

Darul Mitsaq; Legacy Rasulullah yang Diadaptasi ke Nusantara

Salah satu fase atau bagian paling menarik dalam keseluruhan kisah hidup Rasulullah adalah sepak terjang…

2 hari ago