Narasi

Demokrasi Tak Beradab dan Keuntungan Kelompok Radikal

Dalam konteks pemilu, demokrasi telah meniscayakan hak kebebasan bagi kita untuk memilih. Tetapi, kebebasan kita harus didasari oleh rasa tanggung-jawab secara moralitas dan sosial. Agar, kebebasan kita tidak mengusik, mendeskriminasi apalagi merugikan orang lain.

Demokrasi memiliki segudang manfaat dan maslahat bagi bangsa ini ketika dijalankan dengan penuh keadaban. Selain sebagai wasilah dalam musyawarah memilih pemimpin. Dia juga akan menjadi vitamin terhadap mekanisme pemerintahan dalam melahirkan kritikan yang konstruktif. Guna membangun perbaikan-perbaikan untuk kemajuan bangsa yang lebih baik.  

Begitu juga sebaliknya, demokrasi akan menjadi petaka jika dijalankan secara tak beradab. Melegitimasi kebebasan demokrasi untuk menebar hoax dan saling memecah-belah tatanan. Bahkan digunakan menjatuhkan pemerintahan yang sah mengatasnamakan kebebasan demokrasi.

Demokrasi yang tak beradab akan menjadi keuntungan besar bagi kelompok radikal-teroris. Misalnya, da hanya cukup menunggangi kontestasi pemilu 2024 dengan berbagai narasi-propaganda agar kita saling berpecah-belah. Sebab, tugas mereka adalah menggagalkan perhelatan demokrasi dalam mengangkat sistem kepemimpinan secara demokratis yang selalu dituduh/dianggap tak sesuai syariat Islam itu.

Mewaspadai 3 Propaganda Radikal-Teroris di balik Kontestasi Pemilu

Pertama, kelompok radikal-teroris akan hadir membawa provokasi di tengah situasi politik yang semakin memanas. Dengan membawa bara api fitnah, kebencian atau bahkan berupaya untuk menjadikan persaingan politik sebagai musuh yang diekspresikan dengan merobek keharmonisan sosial kita di negeri ini.

Demokrasi tak beradab tidak lagi menggunakan kritisme, idealisme atau pola ideal kita dalam memilih pemimpin. Kita akan terjebak ke dalam tindakan “politik haram” yaitu menggunakan cara-cara yang keliru. Seperti, ingin unggul dengan cara menjatuhkan. Ingin menang dengan gemar menebar fitnah dan cacian.

Jadi, demokrasi tak beradab ini menjadi keuntungan besar bagi kelompok radikal-teroris. Artinya apa? mereka tidak perlu susah-payah untuk menghancurkan sistem demokrasi. Tetapi, mereka memanfaatkan sikap demokrasi yang tak beradab sebagai momentum untuk memorakporandakan tatanan di negeri ini.

Kedua, kerap mengangkat narasi agar saling mencaci dan bahkan saling tuduh. Jadi, akan ada banyak narasi seperti kecurangan atau bahkan menuduh menggunakan politik agama. Semua kecamuk semacam ini tidak lain sebagai alat provokatif kelompok radikal dalam merusak pesta demokrasi kita agar berakhir dengan kekacauan sosial.  

Kekacauan di setiap perhelatan demokrasi akan menjadi keuntungan besar bagi kelompok radikal yang harus kita waspadai, Keuntungan pertama bisa memecah-belah tatanan dengan membakar api di balik panasnya persaingan politik. Keuntungan kedua, bisa menghilangkan bentuk kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi karena dianggap hanya melahirkan konflik.

Ketiga, jika propaganda negara Islam gagal dalam memengaruhi masyarakat Indonesia. Maka, satu keuntungan yang harus kita sadari, dia akan memperalat demokrasi. Yaitu, memanfaatkan momentum persaingan antar pihak calon. Lalu, memanfaatkan pihak calon untuk menegakkan hukum Islam jika jadi dan ini akan merangsang pemikiran masyarakat terhadap conservatism keagamaan berbaju politik itu.

Jadi, di sinilah hal yang harus waspadai. Yaitu permainan narasi tentang siapa yang layak menjadi pemimpin. Lalu dikaitkan dengan prinsip-prinsip “agamisasi” bahwa Indonesia harus dipimpin oleh kelompok yang taat pada syariat-Nya. Secara perlahan, ini akan mengambil kesadaran masyarakat dan memiliki hasrat dengan pola provokasi semacam itu.

Oleh sebab itu, menjadi sangat penting bagi kita. Untuk menerapkan demokrasi yang beradab. Ini adalah kunci bagi kita dalam memperkuat persatuan dan kebersamaan berbasis (hak sosial). Demokrasi yang beradab tak hanya melahirkan pola suksesnya pemilihan pemimpin. Ini akan menjadi vitamin bagi kita dalam melahirkan kesadaran (bersama) untuk menjaga bangsa ini dengan prinsip demokrasi yang beradab itu.

This post was last modified on 16 Januari 2024 11:55 AM

Nur Samsi

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

20 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

20 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

20 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

20 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago