Narasi

Derita Palestina, Standar Ganda Barat, dan Hipokrisi Kelompok Khilafah

Palestina telah lama menjadi simbol penderitaan dan ketidakadilan di panggung internasional. Derita yang dialami oleh rakyat Palestina mencakup berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia, mulai dari pengusiran paksa, penghancuran rumah, hingga pembunuhan warga sipil yang tidak berdosa. Situasi ini telah berlangsung selama beberapa dekade, namun dunia internasional tampaknya kurang memberikan perhatian yang memadai terhadap penderitaan mereka. Salah satu alasan utama di balik kurangnya tindakan nyata untuk membantu Palestina adalah standar ganda yang diterapkan oleh negara-negara Barat.

Banyak negara Barat yang mengklaim menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, kebebasan, dan hak asasi manusia, namun ketika datang pada isu Palestina, standar ini tampaknya lenyap. Mereka lebih memilih untuk mendukung sekutu strategis mereka, meskipun itu berarti mengabaikan pelanggaran berat yang dilakukan terhadap rakyat Palestina.

Negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, memiliki pengaruh besar dalam konflik Palestina-Israel. Dukungan militer dan diplomatik yang kuat dari AS kepada Israel telah membuat negara tersebut merasa kebal terhadap tekanan internasional. Israel terus membangun serangan mematikam, melanggar hukum internasional dan resolusi PBB.

Namun, reaksi dari negara-negara Barat terhadap tindakan ini cenderung tidak konsisten. Hipokrit. . Dalam kasus lain, ketika negara-negara tertentu melakukan pelanggaran serupa, Barat tidak segan-segan menjatuhkan sanksi keras dan mengutuk tindakan tersebut secara tegas. Sebut saja dalam kasus perang Rusia-Ukraina, misalnya, di mana berbagai sanksi diberikan kepada Rusia. Namun, ketika berhadapan dengan perang Israel-Palestina, mereka justru menunjukkan yang sebaliknya. Memberi dukungan pada kejahatan zionis Israel.

Hipokrisi serupa dalam merespons penderitaan warga Palestina juga dapat dilihat dari sikap kelompok yang mengklaim memperjuangkan khilafah atau negara Islam. Banyak dari kelompok ini menggunakan isu Palestina sebagai alat propaganda untuk meraih dukungan dan legitimasi. Mereka seolah-seolah mengutuk Israel dan Barat atas perlakuan terhadap Palestina, namun pada saat yang sama, mereka justru menjadikan isu Palestina sebagai tunggangan.

Hipokrisi kelompok-kelompok ini sangat tampak dalam kegagalan mereka untuk menyediakan bantuan nyata bagi rakyat Palestina. Sebaliknya, mereka lebih sering terlibat dalam retorika yang memanaskan situasi tanpa memberikan solusi konkret. Banyak bantuan yang diklaim untuk Palestina berakhir di tangan para pemimpin korup atau digunakan untuk tujuan-tujuan yang tidak berkaitan langsung dengan kesejahteraan rakyat Palestina. Akibatnya, rakyat Palestina terus menderita tanpa adanya bantuan efektif dari masyarakat internasional.

Dalam upaya untuk mengakhiri penderitaan Palestina, penting bagi semua pihak untuk merenungkan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan yang sesungguhnya. Negara-negara Barat harus menghindari standar ganda dan bertindak konsisten sesuai dengan prinsip-prinsip yang mereka anut. Sementara kelompok yang mengklaim membela Palestina harus menunjukkan komitmen nyata dalam tindakan mereka dan menghindari retorika yang memperburuk situasi.

Derita Palestina adalah derita bagi kita semua. Sebab itu, masyarakat internasional harus bekerja sama untuk mendorong solusi damai yang menghormati hak-hak rakyat Palestina dan menciptakan perdamaian yang berkelanjutan di wilayah tersebut tanpa menjadikan derita Palestina sebagai kuda tunggangan semata. Negara-negara Barat dan kelompok khilafah harus mengakhiri sikap hipokritnya dan bersatu memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Hanya dengan demikian, kita dapat melihat akhir dari penderitaan panjang yang dialami oleh rakyat Palestina dan memastikan masa depan yang lebih cerah dan adil bagi generasi mendatang.

Rusdiyono

Recent Posts

Ketika Umat Muslim Ikut Mensukseskan Perayaan Natal, Salahkah?

Setiap memasuki bulan Desember, ruang publik Indonesia selalu diselimuti perdebatan klasik tak berujung: bolehkah umat…

3 jam ago

Negara bukan Hanya Milik Satu Agama; Menegakkan Kesetaraan dan Keadilan untuk Semua

Belakangan ini, ruang publik kita kembali diramaikan oleh perdebatan sensitif terkait relasi agama dan negara.…

3 jam ago

Patriotisme Inklusif: Saat Iman yang Kuat Melahirkan Rasa Aman bagi Sesama

Diskursus publik kita belakangan ini diuji oleh sebuah polemik yang sebetulnya tidak perlu diperdebatkan. Rencana…

3 jam ago

Jebakan Beragama di Era Simulakra

Banyak yang cemas soal inisiatif Kementerian Agama yang hendak menyelenggarakan perayaan Natal bersama bagi pegawainya,…

1 hari ago

Melampaui Nalar Dikotomistik Beragama; Toleransi Sebagai Fondasi Masyarakat Madani

Penolakan kegiatan Natal Bersama Kementerian Agama menandakan bahwa sebagian umat beragama terutama Islam masih terjebak…

1 hari ago

Menanggalkan Cara Beragama yang “Hitam-Putih”, Menuju Beragama Berbasis Cinta

Belakangan ini, lini masa kita kembali riuh. Rencana Kementerian Agama untuk menggelar perayaan Natal bersama…

1 hari ago