Narasi

Desa Siaga; Sinergi Pemerintah dan Masyarakat Mewujudkan Ketahanan Sipil di Akar Rumput

Dalam konteks fenomena terorisme dan ekstremisme, kelompok masyarakat di level akar rumput ini bisa menempati beragam peran atau posisi. Pertama, masyarakat akar rumput bisa menjadia aktor atau pelaku aksi teror. Seperti kita tahu, banyak pelaku teror yang berasal dari kalangan masyarakat sipil biasa.

Kedua, masyarakat sipil juga bisa menjadi korban dari tindakan teror dan kekerasan yang mengatasnamakan agama. Sejauh ini, aksi teror atau kekerasan yang dilakukan kaum ektremis justru lebih banyak memakan korban di kalangan warga sipil tidak berdosa.

Ketiga, masyarakat di level akar rumput juga memiliki kerentanan yang tinggi terhadap paparan infiltrasi paham radikal-ekstrem. Sudah menjadi rahasia umum bahwa masyarakat sipil di level akar rumput adalah target utama penyebaran paham ekstrem.

Maka dari itu, ketahanan nasional kita, terutama dalam konteks tantangan ekstremisme, sebenarnya sangat bergantung pada ketahanan masyarakat di level akar rumput. Jika masyarakat di struktur paling bawah ini kuat dalam melawan ancaman ekstremisme, bisa dipastikan ketahanan nasional kita akan juga kuat.

Sebaliknya, jika masyarakat di level akar rumput bersikap permisif pada penyebaran ideologi radikal ekstrem, bisa dipastikan ketahanan nasional kita ada dalam ancaman serius. Dalam konteks inilah, gagasan tentang desa siaga yang digagas oleh BNPT menjadi urgen dan relevan untuk dielaborasi lebih lanjut.

Mengapa Harus Mendukung Desa Siaga?

Mengapa harus desa siaga, mengapa tida kota siaga? Tersebab, secara demografis sebagian besar penduduk Indonesia saat ini tinggal di kawasan rural atau pedesaan. Selain alasan demografis, gagasan desa siaga kiranya juga dijustifikasi dengan pendekatan sosiologis.

Yakni bahwa karakter masyarakat desa masih kental dengan prinsip kolektivisme (kebersamaan) dan gotong-royong. Karakter itulah yang kiranya bisa menjadi modal untuk membengung arus ekstremisme yang kian deras belakangan ini.

Ekstremisme sebagai akar dari terorisme pada dasarnya hanya akan tumbuh dan berkembang di masyarakat dengan tingkat intoleransi dan eksklusivisme yang tinggi. Ekstremisme kesulitan mencari ruang hidup di tengah masyarakat yang masih menjunjung prinsip kolektivisme seperti gotong-royong, guyup, srawung, dan sejenisnya.

Gagasan tentang desa siaga ekstremisme kiranya juga bisa dipahami bahwa strategi melawan ekstremisme kiranya bisa dibangun melalui pendekatan peripheral alias dimulai dari pinggiran, lalu ke tengah. Maksudnya, gagasan desa siaga ekstremisme ini hanyalah awal dari gerakan siaga lain, seperti kota siaga, sekolah siaga, lingkunga kerja siaga, dan sebagainya.

Senafas dengan konsep desa siaga, Kementarian Agama pada Juli 2023 lalu juga meluncurkan program 1000 kampung moderasi beragama di 34 provinsi se Indonesia. Program ini bertujuan untuk menjaga kerukunan antar-kelompok agama di masyarakat sekaligus mewujudkan harmoni kebangsaan di level akar rumput. Di lapangan, program Kampung Moderasi Beragama ini diimplementasikan ke dalam sejumlah agenda. Antara lain peningkatkan fasilitas infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, dan penanaman nilai-nilai kebangsaan.

Pentingnya Moderasi Beragama di Akar Rumput

Agenda Kampung Moderasi beragama yang digulirkan oleh Kemenag ini kiranya bisa disandingkan dengan konsep desa siaga sebagaimana dicanangkan oleh BNPT.  Setidaknya ada sejumlah alasan mengapa moderasi beragama penting disebarluaskan di kalangan masyarakat akar rumput.

Pertama, moderasi beragama idealnya tidak hanya disegmentasikan untuk kalangan elite atau kelas menengah saja. Moderasi beragama idealnya juga dipromosikan masyarakat bawah. Agenda Kampung Moderasi Beragama ini kiranya merupakan upaya menghadirkan gagasan moderasi beragama di masyarakat bawah.

Kedua, masyarakat akar rumput selama ini kerap menjadi target penyebaran narasi kebencian, provokasi, dan adu-domba. Jadi, tepat kiranya jika agenda moderasi beragama ditargerkan ke kelompok masyarakat di akar rumput. Terlebih lagi, mereka adalah kelompok mayoritas di negeri ini. Artinya jika mereka berpandangan moderat, bisa dipastikan sebagian besar umat beragama di negeri ini akan berpandanhan toleran dan inklusif. 

Arkian, gagasan desa siaga ekstremisme ini kiranya bisa menjadi bagian dari upaya membangun ketahanan sipil dari level akar rumput. Ibarat rumah atau bangunan, masyarakat akar rumput ini adalah fondasi. Jika mereka kuat, maka seluruh bangunan akan kokoh.

Melawan ekstremisme dimulai dari kesiapsiagaan di level paling bawah, yakni masyarakat akar rumput adalah sebuah agenda yang patut didukung oleh semua kalangan. Dengan mewujudkan desa yang berdaya dan siaga melawan infiltrasi radikal, kita patut optimistik bisa membendung infiltrasi paham ekstrem.

This post was last modified on 11 September 2023 11:29 AM

Siti Nurul Hidayah

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

9 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

9 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

9 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago