Narasi

Empat Bahaya Candu Medsos bagi Anak dan Bagaimana Mencegahnya

Indonesia dikenal sebagai negara dengan pengguna media sosial terbesar di dunia. Data Asosiasi Jasa Penyedia Internet Indonesia (Apindo) menyebut 73 persen dari total populasi Indonesia merupakan pengguna internet dan media sosial aktif. Dari jumlah tersebut, anak-anak berusia di bawah 17 tahun merupakan salah satu kelompok penyumbang terbesarnya.

Masih menurut data yang sama, ada sekitar 87 persen anak-anak di Indonesia yang sudah mengenal medsos sebelum menginjak usia 13 tahun. Bahkan, ada 92 persen anak-anak dari keluarga kelas bawah yang mengenal medsos dari usia yang lebih dini lagi. Padahal, seperti kita tahu medsos seperti YouTube, Instagram, Facebook dan sebagainya telah menerapkan batas usia minimal penggunanya, yakni 13 tahun.

Meski demikian, banyak anak usia di bawah 13 tahun yang telah mengakses medsos. Entah itu melalui akun orang lain (biasanya akun orang tua, saudara, atau kawan). Maupun melalui akun sendiri dengan jalan memalsukan tahun kelahiran. Ironisnya lagi banyak orang tua yang bersikap permisif ketika anak-anak mengakses media sosial. Alasannya tentu beragam.

Pertama, banyak orang tua sibuk sehingga tidak memiliki waktu untuk mengontrol dan mendampingi anak sepanjang waktu. Orang tua akhirnya bersikap permisif terhadap anak yang kecanduan medsos karena tidak ada pilihan lain. Kedua, banyak orang tua yang bersikap naif dan meyakini bahwa anak-anak bisa belajar melalui medsos atau internet. Padahal, seperti kita tahu medsos jauh lebih banyak menyimpan sisi negatif ketimbang manfaat positif.

Ketiga, di kalangan masyarakat kelas bawah ada semacam keyakinan bahwa ketika anak-anak dibekali gawai pintar dan aktif bermain medsos akan meningkatkan gengsi orang tuanya. Kedekatan anak dengan gawai dan medsos dianggap sebagai capaian yang patut dibanggakan. Sikap irasional yang demikian ini tentu menafikan kenyataan bahwa candu medsos pada anak dapat berakibat buruk bagi perilakunya.

Mudarat Adiksi Medsos pada Anak

Jika kita amati, kecanduan medsos pada anak itu lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. Ada setidaknya empat residu persoalan yang ditimbulkan ketika anak-anak kecanduan medsos. Pertama, anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang anti-sosial, tidak mau kenal dengan lingkungan sekitar, dan hanya asik dengan dunia virtualnya.

Anak-anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya di dunia virtual kebanyakan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dan bersosialisasi. Bahkan, sebagian anak yang kecanduan medsos mengalami gangguan psikologis dan gangguan tumbuh kembang lainnya.

Kedua, anak-anak yang larut dalam dunia medsos umumnya tidak dapat membedakan mana hal yang bersifat realita dan mana ilusi yang hanya direkayasa. Seperti kita tahu, media sosial lebih banyak menyajikan citra-citra semu yang artifisial alias palsu. Apa yang tampak di media sosial kerapkali tidak mencerminkan realita dan fakta yang sesungguhnya.

Akibatnya, anak-anak akan kehilangan orientasi dalam menilai segala sesuatu. Anak akan kehilangan daya imajinatif dan nalar kritisnya. Puncaknya, anak-anak akan terjerumus ke dalam pola pikir serba instan yang tidak menghargai proses.

Keempat, hilangnya daya imajinasi dan nalar kritis itulah yang mendorong anak-anak berlaku impulsif dan destruktif. Yakni perilaku di luar nalar yang memiliki kecenderungan merusak diri sendiri maupun orang lain. Kasus pembunuhan anak oleh dua remaja di Makassar dengan motif mengambil ginjal untuk dijual secara online menjadi bukti bagaimana perilaku impulsif-destruktif yang diakibatkan oleh paparan internet dan medsos.

Di kasus yang lain, ada anak berusia 11 tahun yang tega memperkosa teman sekolahnya akibat terpengaruh konten pornografi yang tersebar di media sosial. Kasus-kasus itu hanyalah puncak dari fenomena gunung es residu medsos di kalangan anak-anak. Lantas, bagaimana mencegah hal itu terus terjadi dan kian parah?

Pentingnya Edukasi dan Literasi Bermedia Sosial

Langkah pertama yang wajib diambil ialah mengembalikan peran orang tua dan fungsi keluarga sebagai tempat bernaung paling nyaman bagi anak-anak. Anak yang kecanduan medsos biasanya merupakan pelarian karena orang tua dan keluarga gagal menjalankan fungsinya sebagai pengayom dan pelindung. Disfungsionalitas inilah yang harus dibenahi bersama.

Dalam pola asuh yang ideal, orang tua harus benar-benar hadir di tengah perkembangan anak. Orang tua harus membangun relasi komunikasi yang berbasis simpati dan empati pada anak. Dengan begitu, anak-anak tidak akan menjadikan medsos sebagai rujukan atau referensi dalam kehidupannya.

Langkah kedua, memberikan edukasi dan literasi tentang bermedia sosial yang sehat. Orang tua tentu tidak bisa semena-mena melarang anaknya mengakses internet atau mengintip media sosial. Yang wajib dilakukan orang tua ialah membekali anak dengan pemahaman-pemahaman dasar terkait medsos.

Salah satu yang terpenting ialah orang tua harus menegaskan ke anak bahwa apa yang tersaji di medsos belum tentu sesuai dengan realita dan fakta di lapangan. Anak-anak harus disadarkan sejak ini bahwa medsos ialah etalase yang memajang citra dan gambaran palsu tentang kehidupan manusia. Kesadaran ini penting agar anak-anak tidak menelan mentah-mentah narasi atau opini yang mengemuka di medsos.

Terakhir, orang tua harus berpikir keras untuk mensubtitusi kegiatan bermedsos anak dengan aktivitas lain yang lebih bermanfaat. Anak-anak perlu dialihkan dari paparan medsos dengan kegiatan yang menarik dan bermanfaat. Dengan begitu tingkat adiksi anak pada medsos bisa diminimalisasi.

This post was last modified on 19 Januari 2023 2:05 PM

Nurrochman

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

1 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

1 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

1 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago