Ibadah haji seluruhnya adalah simbol perjuangan kemanusiaan. Mari kita memulai saja dari Thawaf. Secara harfiah ia berarti berkeliling atau mengitari sesuatu. Dalam haji ia berarti prosesi mengelilingi, mengitari bangunan kubus (Kabah) sebanyak tujuh kali. Kabah, menurut Alquran adalah rumah paling awal yang dibangun manusia. Ia sengaja dibangun sebagai simbol pusat rotasi kehidupan semesta. Kabah bagai matahari, menjadi pusat tata surya yang dikelilingi oleh planet-planet. Ini sesungguhnya hendak menggambarkan bahwa seluruh alam semesta berputar dan tak pernah berhenti mengitarinya, sambil menyenandungkan pujian dan me-Maha-Sucikan Allah, Penciptanya. “Yusabbihu Lahu ma fi al Samawati wa al Ardh (bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana) [QS Al-Hasyr: 24]”.
Thawaf juga adalah simbol perjuangan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah, menyatukan langkah, pikiran dan hati manusia dalam nuansa hati yang sepenuhnya pasrah kepada dan menuju ke satu titik dari mana mereka berasal dan ke mana pula mereka akan kembali. Titik itu tidak lain adalah Allah. Dia adalah pusat eksistensi, kepada siapa seluruh alam semesta, termasuk manusia harus mengabdi dan menghambakan diri, karena Dialah penciptanya. Perjuangan hidup manusia seharusnya memang diarahkan dalam kerangka ini dan bukan ke arah dan dalam kerangka yang lain. Siapa yang mencari cara hidup selain menundukkan dan memasrahkan diri kepada Tuhan, maka tidak akan diterima, dan dia akan sengsara di hari kemudian.
Sa’i secara literal berarti berusaha dan bekerja keras. Dalam ibadah Haji ia berarti prosesi berjalan kaki dan kadang-kadang berlari kecil, dari bukit Shafa ke bukit Marwah. Ini adalah simbol perjuangan manusia untuk mempertahankan eksistensi (hidup) yang tak pernah berhenti. Ya, perjuangan bertahan hidup. Tujuh seringkali adalah angka kiasan untuk arti banyak dan tak terbatasi. Simbol ini pada mulanya ditampilkan melalui kisah seorang perempuan bernama Siti Hajar. Ia mencari air di lembah yang tandus untuk Ismail, seorang bayi yang baru saja dilahirkannya. Bayi ini anak hasil perkawinannya dengan Nabi Ibrahim. Kelahirannya sudah lama diidamkan ayahnya. Sayang begitu lahir, atas perintah Allah, Ibrahim harus meninggalkan sang anak dan ibunya. Ibrahim ke Palestina. Di tanah yang tandus, kering kerontang, tanpa tumbuhan itu, kedua anak manusia yang lemah itu harus berjuang untuk hidup. Sesuatu yang dicari sang ibu adalah air, karena air adalah sumber utama kehidupan, sekaligus kesuburan bagi manusia dan alam. Allah mengatakan:“Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu [QS.Al Anbiya: 30]”. Tuhan lalu menganugerahinya air Zam-zam. Ada bilang “Tham-Tham” (Tha’am = makanan).
(Bersambung)
This post was last modified on 10 September 2015 3:58 PM
Pilkada serentak 2024 yang akan dilaksanakan pada 27 November 2024 merupakan momentum penting bagi masyarakat…
Dalam menghadapi Pilkada serentak, bangsa Indonesia kembali dihadapkan pada tantangan untuk menciptakan atmosfer damai yang…
Tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Peringatan ini sangat penting lantaran guru merupakan…
Hari Guru Nasional adalah momen yang tepat untuk merenungkan peran penting guru sebagai motor penggerak…
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…