Pustaka

Ibadah Sosial ala GUS Dur

Buku “Humanisme Gus Dur” merupakan karya yang menarik untuk dibaca, terutama karena pembahasannya fokus pada upaya memanusiakan manusia. Dalam buku karangan Syaiful Arif yang merupakan salah satu Alumni Pesantren Ciganjur Asuhan KH. Abdurrahan Wahid ini, ia melihat bahwa Gus Dur bukan hanya sebagai tokoh kyai, melainkan pula sosok guru bangsa; ia bukan hanya “bapak Pluralisme,” melainkan juga “bapak kemanusiaan.” Mengapa? Karena Pluralisme Gus Dur merupakan salah satu komitmennya atas kemanusiaan. Gus Dur adalah sosok yang dibutuhkan bukan hanya untuk melindungi hak umat Islam, namun juga umat agama lain.

Dalam buku keluaran tahun 2016 ini, penulis menjelaskan kontruksi pemikiran Gus Dur yang terbangun berdasarkan tiga nilai; universalisme Islam, kosmopolitanisme Islam, dan Pribumisasi Islam. Univesalisme Islam adalah nilai-nilai kemanusiaan di dalam Islam. Ia bersifat universal karena ditetapkan sebagai tujuan utama syariat (maqashid al-syar’i). Sementara kosmopolitanisme Islam merupakan pra-syarat bagi terwujudnya universalime Islam, hal ini masuk akal sebab perjuangan penegakan hak-hak dasar manusia di zaman modern membutuhkan alat-alat kemoderen, baik alat pengetahuan maupun alat sosial-politik.

Ketiga adalah pribumisasi Isalam, yakni upaya Gus dur dan Para Ulama NU untuk mengakomodasi kebutuhan realitas dengan memanfaatkan “prosedur keilmuan” yang disediakan oleh nash dan fiqh terhadap pengembangan kontekstualisasi Islam atas realitas.

Penulis mencoba menggambarkan bagaimana pola pemikiran Gus Dur tentang pluralisme, sebuah pemikiran tentang keharmonisan hubungan Islam dan agama-agama lain. Penulis menggabungkan pemikiran Gus Dur secara terpisah, sejak pribumisasi Islam, pesantren sebagai subkultur, agama sebagai kritik pembangunandan pemikiran kebudayaan. Serpihan penulis juga dianalisis melalui tradisi ilmu sosial sehingga melahirkan buku sebelumnya, “Gus Dur dan Ilmu Sosial Traformatif” (2009).

Humanisme Gus Dur bukanlah humanisme Barat yang sekuler, yang lahir dari kritik atas hegemoni agama, melainkan lahir dari permuliaan Islam atas manusia. Humanisme Gus Dur adalan humanisme Islam komunitarian, sebuah prinsip kemanusiaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Islam dan rujukan pada perwujudan masyarakat yang adil.

Membaca “Humanisme Gus Dur,” kita akan mengerti bahwa tugas  kemanusiaan adalah tugas ketuhanan. Kemanusiaan Gus Dur adalah kemanusiaan yang berketuhanan. Sementara ketuhanan Gus Dur adalah ketuhanan yang berkemanusiaan. Artinya, perjuangan Gus Dur untuk memuliakan harkat dan martabat manusia dipahami sebagai pelaksanaan atas perintah Tuhan. Sementara keyakinan Gus Dur pada Tuhan diamalkan melalui kemanusiaan. Pemikiran Gus Dur akhirnya bukan hanya terletak pada penggalian humanisme dalam Islam, tetapi juga stategi “penanggulangan” dehumanisasi di dalam Islam.

Kelebihan buku terletak bukan saja, seperti umumnya buku pengetahuan agama yang hanya bertumpu pada ubudiyah hamba pada tuhan nya, tetapi juga pada penjelasan bahwa ibadah bukan hanya ritual ‘berbuat baik’ pada Tuhan, melainkan perbuatan baik pada sesama manusia. Karenanya tradisi humanisme di dalam Islam juga merupakan ibadah dan bentuk kecintaan pada pencipta.

Sayangnya, buku ini banyak memakai istilah-istilah yang jarang diketahui masyarakat awam, terutama istilah keagamaan. Meskipun buku ini dilengkapi glosarium, pembaca yang umumnya tidak akrab dengan istilah-istilah agama dan tidak memiliki dasar pengetahuan mengenai sejarah akan mengalami sedikit kesulitan dalam mengikuti isi buku.

Pada akhirnya, buku ini dapat menjadi awal yang baik dalam pemahaman manusia atas Tuhan serta pemahaman manusia atas manusia, karena kedua hal tersebut sangat berkaitan. Secara mendasar, komitmen atas kemanusiaan ini dilandasi oleh perintah suci dari Tuhan untuk memuliakan sesama manusia sebagai proses pemanusiaan kehidupan sebagai khalifah di muka bumi.

This post was last modified on 29 Januari 2017 7:13 AM

Intan Yuli Riskiyanti

Alumni STAI Wali Sembilan Semarang. aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang Grobogan, Jawa Tengah. Aktif pula di Fatayat dan beberapa organisasi lain yang ada di Grobogan.

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

22 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

22 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

22 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

22 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago