Pustaka

Telaah Historis Hubungan Islam-Kristen sebagai Pedoman di Masa Kini

  • Judul buku: Koeksistensi Islam-Kristen
  • Penulis: Mun’im Sirry
  • Penerbit: Suka Press
  • Tebal: ix + 291 halaman
  • Cetakan: September, 2022

Koeksistensi adalah suatu keadaan atau kondisi di mana seseorang ataupun suatu kelompok hidup bersama pun berbeda secara ras, suku, agama atau pun keyakinan agama. Mereka (sebagai dia entitas) hidup saling menghormati satu sama lain, menghargai perbedaan, dan saling menyayangi sesama. Juga, bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.

Kondisi saling menghargai dan saling menghormati (koeksistensi) antara umat Islam dan Kristiani itu sudah terjalin lama dan masih terawat sampai sekarang. Fakta sejarah memperlihatkan bahwa umat Islam dan umat Kristiani hidup berdampingan selama berabad-abad. Mereka hidup dengan prinsip saling menghargai dan saling menghormati satu sama lain.

Bahkan, fakta sejarah juga mencatat bahwa kedua agama ini juga sering menjalin hubungan kerja sama untuk membangun peradaban kemanusiaan yang lebih maju dan unggul. Perbedaan agama atau keyakinan tidak membuat keduanya bercerai berai dan memusuhi satu sama lain. Dari masa kepemimpinan Nabi Muhammad, Dinasti Abbasiyah, Umayyah, dan Fathimiyah umat Kristiani juga banyak terlibat atau dilibatkan dalam pengelolaan pemerintahan Islam. Bahkan, Dinasti Fathimiyah tercatat banyak mengangkat wazir (menteri) dari kalangan non muslim atau dari umat Kristen itu sendiri.

Alasannya, karena kala itu orang-orang Kristen memiliki pengalaman dan pengetahuan mumpuni untuk mengelola birokrasi dan pemerintahan ketimbang orang-orang Islam yang merupakan pendatang baru dalam dunia pemerintahan dan birokrasi (Mun’im Sirry, 2022). Bahkan, lebih lanjut, Mun’im Sirry dalam buku yang berjudul Koeksistensi Islam-Kristen ini mengatakan bahwa dalam sejarah emas yang dicapai oleh umat Islam, di dalamnya tak terelakkan juga terdapat keterlibatan umat Kristiani yang tidak bisa dilupakan begitu saja.

Artinya, jika kita membicarakan pencapaian emas yang telah diraih umat Islam, maka kita tidak boleh lupa atas peran dan keterlibatan umat Kristen di dalamnya.

Serpihan sejarah itu menandakan bahwa sebenarnya Islam dan Kristen memiliki hubungan (koeksistensi) yang baik selama berabad-abad. Keduanya menyatu sebagai dua entitas sosial yang memotori perubahan dan pembangunan sejarah panjang umat manusia.

Jadi, dengan hal itu jelas bahwa Islam dan Kristen punya rekam jejak yang positif selama berabad-abad yang patut untuk terus kita lestarikan sepanjang waktu.

Karena itu, dengan begitu umat Islam pada khususnya, tidak boleh terprovokasi oleh narasi-narasi kebencian yang didengungkan oleh kelompok Islam kanan yang selalu memposisikan umat Kristiani sebagai musuh yang mesti dilawan dan diperangi. Dalam konteks kebangsaan, kita semua sama sebagai warga bangsa, tidak ada kafir dan semacamnya.

Dan, sebagai warga bangsa, kita memiliki tugas yang sama, yakni memelihara hubungan persaudaraan yang baik dan harmonis. Perbedaan adalah keniscayaan. Dan itu sama sekali bukan penghalang bagi kita untuk menjalin hubungan satu sama lain. Sejarah telah membuktikan bahwa Islam-Kristen bisa berjalan beriringan.

Koeksistensi Islam-Kristen adalah warisan sejarah yang patut kita rawat dan lestarikan hingga akhir zaman. Karena itu, satu sama lain (Islam-Kristen) sudah waktunya untuk saling menghargai dan menghormati. Kasus-kasus pembubaran ibadah secara sepihak, seperti yang terjadi di Bandar Lampung beberapa waktu lalu, tak boleh terjadi lagi.

Umat Islam, khususnya, dalam posisinya sebagai mayoritas, harus lebih toleran lagi dalam melihat perbedaan. Artinya, umat Islam harus mulai belajar bagaimana memperlakukan dan umat yang berbeda keyakinan dengan cara-cara yang lebih beradab dan martabat, sebagaimana sejarah Islam-Kristen menuliskannya di masa lalu, dengan tinta emasnya.

Rusdiyono

Recent Posts

Refleksi Harkitnas; Redefinisi Kebangkitan Islam di Tengah Fenomena Banalitas Keagamaan

Salah satu fenomena menarik dalam lanskap keberagaman Indonesia pasca Reformasi adalah perubahan perilaku beragama di…

12 jam ago

Cobalah Kritis pada Diri, Ketika Agama Semata-mata Menjadi Ornamen Pribadi

"Satu ons praktik lebih berharga daripada berton-ton khotbah," demikian pernah diungkapkan oleh Mahatma Gandhi. Kutipan…

15 jam ago

Perusakan Makam Kristen di Bantul, Normalisasi Kebencian yang Terlembaga?

Sebuah insiden yang diduga bakal menambah daftar panjang intoleransi terjadi lagi belum lama ini. Sebanyak…

15 jam ago

Hikayat Akhir Zaman; Bedah Narasi Eskatologis Kelompok Radikal Teroris: Jurnal Jalan Damai Vol. 1. No. 3 Mei 2025

Salam Damai, Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya Jurnal Jalan…

19 jam ago

Benarkah Nasionalisme Modern Bertentangan dengan Ukhuwah Islamiyyah?

Salah satu debat klasik di kalangan umat Islam adalah tentang nasionalisme dan ukhuwah Islamiyyah. Sebagian…

2 hari ago

Menghindari Banalitas Beragama; Menuju Kebangkitan Nasional yang Bermakna

Kebangkitan nasional selalu dikenang sebagai momen kolektif ketika kesadaran sebagai bangsa Indonesia mulai menyatu dalam…

2 hari ago