Narasi

Ingin Merdeka? Cobalah Belajar Toleransi

Kenapa takut dan alergi dengan istilah toleransi? Toleransi adalah sikap dengan sadar menyadari keragaman dan menyikapinya dengan tidak hanya saling menghormati, tetapi aktif saling peduli dan berbagi. Toleransi adalah praktek yang sudah menjadi pengikat dalam keragaman.

Ketika anda masih terbelenggu dan merasa takut dengan perbedaan, selamanya anda tidak merasa bebas dan merdeka untuk berinteraksi dan bergaul dengan sesama manusia. Ketika anda merasa yang berbeda sebagai musuh dan tidak berhak hidup bersama, sesungguhnya anda sedang diselimuti paranoid keragaman.

Anda harus bisa merdeka dengan melihat alam sekitar yang sangat beragam. Tidak ada satupun bahkan dalam keluarga kita yang tidak berbeda-beda. Perbedaan adalah bagian dari karakter alam semesta yang diciptakan oleh Allah.

Akhir-akhir ini terasa semakin mengental sikap sebagian masyarakat yang merasa diri tidak ingin berbagi tempat dengan yang berbeda keyakinan dan agama. Seolah bumi ini dan negara ini hanya diperuntukkan secara istimewa bagi kelompok tertentu. Sekedar saling berinteraksi apalagi berbagi teramat susah.

Sekedar menyenangkan hati yang berbeda dianggap menggadaikan akidah. Sekedar menyapa dan memberikan selamat seolah berbagi keyakinan. Dan yang mempertegas diri dengan keyakinan yang kaku dan keras tanpa berinteraksi dianggap paling agamis. Hidupmu terjebak dalam belenggu hitam putih tanpa warna!

Islam sejatinya mengajarkan toleransi. Praktek yang diajarkan Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari tidak pernah membeda-bedakan orang berdasarkan latar bekalangnya. Tidak ada batasan ketika Nabi Muhammad melakukan interaksi ekonomi (muamalah) dengan umat lain dan bertetangga dengan non-muslim.

Nabi pun sering menerima tamu non muslim dan berdiskusi tentang keagamaan. Tidak hanya di Madinah ketika di Makkah Nabi sudah sering berinteraksi dan menerima tamu yang berbeda keyakinan. Dari beberapa kisah, di Makkah Nabi pernah menerima rombongan tamu yang terdiri dari pendeta Nasrani Habasyah berjumlah 70 orang. Di Makkah pula Nabi pernah menerima tamu dari kamu kafir Quraisy. Di Madinah pergaulan Nabi tambah luas dengan menerima banyak tamu yang beragam. 

Bahkan, lihatlah bagaimana Nabi pernah memberikan izin umat lain beribadah di Masjid, ketika ada 60 orang Nasrani Najran datang ke Madinah untuk menemui Rasul. Sahabat kaget, geram dan marah, tetapi Nabi meminta mereka untuk membiarkannya.

Toleransi Tidak Menghilangkan Akidah, Justru Mempertegas Keimanan

Bertoleransi tidak bakal menghilangkan keimanan seorang muslim. Kecuali memang ia merasa imannya lemah sehingga ketika berinterkasi dan bersikap baik terhadap yang berbeda agama seolah imannya luntur. Jika ketakutan ini yang muncul wajar jika sebagian dari kita sangat membenci istilah toleransi.

Dalam prakteknya, toleransi bukan negosiasi akidah dan kompromi keyakinan. Toleransi lebih pada praktek perilaku sosial kepada yang berbeda. Urusan akidah, Islam sudah sangat jelas. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. (Q.S. al-Kafirun: 1-6).

Bertoleransi juga tidak ingin membenarkan keyakinan seseorang, tetapi semata ingin hidup berdampingan dalam keragaman secara harmonis. Jika pikiran paranoid terhadap perbedaan muncul kita perlu memeriksa dalam diri kita bahwa sesungguhnya kita belum merdeka.

Surat di atas menegaskan sesungguhnya toleransi dibatasi tidak boleh dalam persoalan teologi (akidah) dan peribadatan (syari’ah). Atas nama toleransi tidak boleh umat beragama memaksakan diri untuk mencampuradukkan teologi dan Syariah agama. Karena perbedaan aspek teologis dan peribadatan tersebut, agama tidak bisa dikompromikan atas nama toleransi.

Toleransi adalah seputar saling berlomba dalam kebaikan dan saling mengenal antara satu dengan lainnya tanpa batasan perbedaan yang bisa menghalangi. Toleransi bukan memperlemah keimanan, justru semakin semakin mempertegas keyakinan bahwa Tuhan menciptakan manusia secara beragam. Tidak ada paksaan dalam agama karena sesungguhnya pemberi hidayah hanya Tuhan.

Jika ingin merdeka yang sesungguhnya, cobalah untuk mempraktekkan toleransi. Jika tidak, anda hanya dihantui rasa takut terhadap perbedaan, padahal di luar rumahmu seluruh manusia beragam dengan latar belakang yang warna-warni. Lihatlah dunia ini semakin indah dengan warna yang beragam, bukan karena keseragaman hitam dan putih.

This post was last modified on 6 Agustus 2021 4:13 PM

Inke Indah Fauziah

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

6 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

6 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

6 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

6 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

1 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

1 hari ago