Narasi

Inilah Argumen Hukum dan Teologi Penetapan KKB Sebagai Teroris

Pemerintah secara resmi telah menetapkan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua sebagai organisasi teroris. Keputusan ini telah diambil pemerintah sejak tahun 2021 lalu. Kemenkopolhukam, BIN, TNI, Polri, BNTP dan MPR sepakat satu suara dalam menetapkan KKB di Papua sebagai kelompok teroris. Penetapan ini bukan tanpa dasar hukum yang valid. Ada setidaknya dua landasan hukum yang kuat dalam hal ini.

Pertama, dari sisi hukum nasional Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2018 menjadi landasan kuat untuk menetapkan KKB sebagai kelompok teroris. Di dalam UU tersebut, definisi teroris itu adalah siapapun orang yang mengancam, menggerakkan dan mengorganisasi terorisme. Sedangkan terorisme adalah setiap perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas yang dapat menimbulkan korban secara massal.

Kedua, adalah landasan hukum internasional. Secara hukum internasional, ada setidaknya 12 Konvensi Majelis Umum PBB yang bisa dijadikan landasan pemberantasan tindak pidana terorisme. Secara umum, PBB mendefinisikan terorisme sebagai kejahatan yang mengancam atau berakibat negatif terhadap hak atas hidup (the right to life), kebebasan (liberty) dan keamanan seseorang (security of person) dan mempunyai implikasi luas bagi keamanan dan perdamaian global.

Jika diamati, sepak terjang KKB selama ini memiliki kesamaan dengan organisasi teroris yang berdalih ideologi agama. Di satu sisi mereka melakukan kejahatan kemanusiaan yang dilatari motif politik yakni ingin memisahkan diri dari otoritas pemerintahan NKRI yang sah. Tindakan ini jelas merupakan tindakan makar yang melanggar konstitusi dan undang-undang.

Di sisi lain, gerakan KKB tampak terorganisasi secara rapi, dalam artian memiliki pemimpin dan anggota yang terstruktur dari atas ke bawah. Bahkan, mereka juga memiliki semacam perwakilan di luar negeri yang bertugas melobi negara-negara lain agar mendukung perjuangan mereka sembari menebar fitnah terhadap pemerintah Indonesia.

Selain itu, gerakan mereka juga terbilang masif. Aksi teror dan kekerasan sekaligus propaganda dilakukan secara terus-menerus nyaris tanpa jeda. Target serangan pun tidak hanya aparat keamanan, namun juga fasilitas umum dan warga sipil. Aksi kejahtan yang masif ini disamping menimbulkan korban jiwa dan kerusakan fisik juga menimbulkan dampak jangka panjang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tinjauan Teologis Gerakan KKB

Selain kedua landasan hukum (nasional dan internasional) di atas, penetapan KKB sebagai kelompok teroris juga sejalan dengan prinsip hukum agama (Islam). Di dalam Islam, gerakan separatisme dengan tujuan makar atau memisahkan diri dari kekuasaan yang sah hukumnya haram. Di dalam tradisi Ahlussunnah wal Jamaah, makar atau pemberontakan disebut sebagai bughat yang boleh bahkan wajib diperangi.

Islam melarang bughat karena dampak buruknya terhadap masyarakat umum. Di dalam Islam, kepatuhan pada pemimpin yang sah (ulil amri) ialah hal yang mutlak. Sepanjang pemimpin tidak melakukan perbuatan melanggar syariah (hukum Islam), maka rakyat wajib patuh dan taat pada kebijakannya. Bahkan, Ibn Taimiyah pernah mengatakan bahwa hidup enam puluh tahun dibawah pemimpin tidak adil, jauh lebih baik ketimbang satu malam tanpa pemerintahan.

Tidak hanya dalam konteks Islam, makar juga dilarang dalam ajaran agama Kristen. Di dalam tradisi Katolik misalnya, kepatuhan dan ketaatan terhadap pemimpin atau pemerintah merupakan bagian dari keimanan terhadap Tuhan. Ajaran itu bersumber dari Surat Rasul Paulus kepada umat di Roma (Rm.13:1-7) yang mengharuskan jemaat kristiani untuk takluk kepada pemerintah, karena pemerintah itu ditetapkan oleh Allah.

Sikap patuh kepada pemerintah harus mereka tunjukkan bukan saja dengan tidak melawan pemerintah, melainkan juga dengan berbuat baik dan membayar pajak. Mengacu pada ajaran tersebut, melawan pemerintahan yang sah dengan demikian dapat diartikan sebagai melawan otoritas Tuhan.

This post was last modified on 17 Maret 2023 3:02 PM

Desi Ratriyanti

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

22 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

22 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

22 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

22 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago