Narasi

Islam Indonesia sebagai Paradigma Bela Negara era Millenial

Kekerasan atas nama agama setidaknya jangan terlalu serius dianggap sebagai sebuah akar permasalahan. Berkemungkinan, radikalisme agama hanya merupakan cabang dari lingkaran konflik yang dikonstruk untuk kepentingan kejahatan yang lebih besar. “Isu perdebatan antar dan inter umat beragama, menjadi peluang suburnya kapitalisme. Meski demikian, radikalisme agama tidak bisa dipandang sebelah mata begitu saja.

Memperkuat pemahaman agama yang inklusif sekaligus bercengkrama dengan kebudayaan menjadi penting dan merupakan kebutuhan dalam beragama dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan saat ini. “Salah satu solusinya adalah kita harus menguatkan pemahaman agama dengan benar dan menjadikan kebudayaan atau kearifan lokal sebagai benteng kesatuan bangsa Indonesia dari keberagamaan.

Sebenarnya merupakan sebuah keberhasilan dalam mengawal Islam Ramah dalam arus internasional. Mengapa demikian, sebab “Islam Timur Tengah” bukan lagi menjadi kiblat satu-satunya dalam memandang dan memahami bagaimana agama Islam itu hidup dan berkembang. Selain itu, “Islam Indonesia” dapat memperkuat hubungan Islam dengan negara (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dan tradisi keislaman yang ramah serta mengakomodasi tradisi lokal yang dianggap baik.

Bela Negara dalam Paradigma Kritis Transformatif

Bela negara saat ini, dapat menjadi sebuah peluang sekaligus tantangan kita bersama sebagaimana kita harus lebih kritis dalam memahaminya. Bisa saja dimungkinkan, bela negara hanya akan menjadi alat oleh negara atau militer untuk melakukan dominasi terhadap kehidupan warga negara atau masyarakat sipil. “Kita menghadapi banyak lawan dan kontestasi wacana, seperti globalisasi dan gerakan ultra kanan. Kemudian Isu (Bela Negara) adalah isu sensitif atau halus, bila sampai robek bisa kemana-mana apalagi bila sudah ditunggangi secara politis.

Baca juga : Bela Negara Kontemporer Srikandi Milenial

Negara seperti apa yang harus dibela?” Inilah yang harus kita kritisi bersama menurut sudut pandang global, perilaku negara dapat berbeda-beda selama ini, setidaknya terdapat empat kategorinya. “Perilaku negara ‘Pluralis’, negara hanya mengakomodasi semua kepentingan. Kemudian negara ‘Marxis’, negara didominasi kelompok mayoritas. Selanjutnya negara ‘Leviathan’, negara mempunyai kepentingan untuk mendominasi masyarakatnya. Terakhir, negara ‘Patriarkal’, negara didominasi oleh jenis kelamin tertentu.

Bela Negara dalam konteks Islam Indonesia merupakan sebuah Manhaj al-Fikr atau sebuah Paradigma Berpikir. “Bela Negara merupakan sebuah Manhaj al-Fikr, yakni dengan empat prinsipnya memupuk semangat religius (Ruh al-Tadayyun), memupuk dan menumbuhkan semangat nasionalisme (Ruh al-Wathaniyah), memupuk semangat pluralitas (Ruh al-Ta’addudiyah), dan memupuk semangat humanitas (Ruh al-Insaniyah), demikian juga menurut para ulama Indonesia harus memiliki landasan dasar ukhuwah basyariah (persaudaraan dalam kemanusiaan). penguatan konsep ini memiliki kesatuan hubungan antar manusia Indonesia secara keseluruhan tanpa memandang ras, suku, etnis dan agama.

Tektualitas pasal 27 ayat 3 dalam UUD 1945 adalah setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Dalam konteksnya, entah apa yang harus kita dahulukan, melawan radikalisme agama kah? Atau kita hanya terjebak dalam memperdebatkan kebenaran atas agama tertentu? Mungkin kah melawan kapitalisme dan kemiskinan didahulukan? Atau mungkin saja melawan korupsi dan narkoba yang lebih didahulukan? Bisa jadi ada permasalahan lain yang lebih penting untuk diselesaikan. Singkatnya, Negara harus hadir sebagai sebuah kekuatan dalam membela ketidakadilan dan menegakkan kebajikan. Bila tidak demikian, melawan dan mengajak Negara membela ketidakadilan dan menegakkan kebajikan adalah bagian dari “Bela Negara”.

Ilmi Najib

View Comments

Recent Posts

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

22 jam ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

22 jam ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

22 jam ago

Buku Al-Fatih 1453 di Kalangan Pelajar: Sebuah Kecolongan Besar di Intansi Pendidikan

Dunia pendidikan pernah gempar di akhir tahun 2020 lalu. Kepala Dinas Pendidikan Bangka Belitung, pada…

22 jam ago

4 Mekanisme Merdeka dari Intoleransi dan Kekerasan di Sekolah

Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh mereka yang sedang duduk di bangku sekolah. Apa yang…

2 hari ago

Keterlibatan yang Silam Pada yang Kini dan yang Mendatang: Kearifan Ma-Hyang dan Pendidikan Kepribadian

Lamun kalbu wus tamtu Anungku mikani kang amengku Rumambating eneng ening awas eling Ngruwat serenging…

2 hari ago