Narasi

Islam Maslahah, Yes. Ideologi Khilafah, No!

Pertama, Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk membawa maslahat kepada semua umat manusia. Sumber hukumnya berdasarkan kitab suci Al-Qur’an. Fungsinya untuk membawa kemaslahatan. Paradigma-nya mengangkat umat manusia dari kebodohan, menuju cahaya ilmu pengetahuan. Menumpas ketidakadilan, menegakkan kemanusiaan. Meretas sekat-sekat konflik perbedaan dengan kesepakatan (toleransi), perdamaian dan persaudaraan.  

Jika “penyeragaman” akan mengakibatkan konflik, disentegritas sosial dan pertumpahan darah, maka niscaya Islam dihadirkan oleh Nabi Muhammad SAW untuk merawat perbedaan tersebut dalam kedamaian (kesepakatan) dan pemberian hak kebebasan satu sama lain. Karena Islam adalah benang merah untuk menemukan jalan keluar kebaikan dan kenyamanan bagi umat manusia tanpa ada ketimpangan hukum yang tidak berlaku adil.

Kenapa bangsa Indonesia menolak ideologi khilafah? Padahal begitu banyak di antara mereka berteriak dengan lantang bahwa itu merupakan ajaran Islam. Tetapi persoalannya, bukan pada titik ajaran Islam apa bukan. Tetapi praktik Islam yang disampaikan tidak ubahnya “pemaksaan” sebuah kepentingan yang mau tidak mau harus ditegakkan. Tanpa berpikir ulang kemudharatan yang akan berdampak buruk kepada realitas sosial tersebut.

Padahal, Nabi Muhammad SAW memiliki prinsip yang mengedepankan (maslahah) dengan mengkontekstualkan ajarannya di setiap situasi dan kondisi. Karena para penyeru, penyokong maupun penggerak “negara khilafah” di Indonesia seperti terejakulasi untuk mengarahkan Islam ke dalam kepentingan yang mendesak. Tanpa berpikir ulang dampak (kemudharatan) yang akan terjadi di tengah realitas bangsa Indonesia yang majemuk dan sudah tertata dengan rapi dalam simbol Pancasila sebagai pemersatu (kesepakatan). Lalu ingin dihancurkan dan dipaksakan untuk diseragamkan.

Islam maslahah yes, Khilafah No, merupakan penjernihan Islam secara fungsi untuk mengedepankan (Maslahah), dari pada memaksakan kehendak demi tujuan-tujuan politik yang mengarah kepada cara-cara ekstrem layaknya prinsip “Pokoknya harus begini” dan “Pokoknya harus begitu”. Klaim kebenaran mereka para provokator khilafah sangat-sangat membawa dampak buruk bagi relasi bangsa ini. Maka langkah kewajiban yang diambil adalah menolaknya dengan tegas dan sigap.

Nabi Muhammad SAW tidak pernah sedikit-pun untuk memaksakan ajaran-Nya kepada mereka yang tidak beriman. Apalagi seperti kita yang hanya mendapatkan bias cerita, bacaan dan doktrin tentang tegaknya negara khilafah di Indonesia yang harga mati. Tanpa memikirkan ulang bahwa Nabi Muhammad SAW begitu sangat berhati-hati dan menjaga kehormatan agama-Nya untuk tidak melukai masyarakat yang tidak beriman. Karena beliau diutus memperbaiki kepribadian umat manusia dengan menawarkan cinta kasih akan Islam.

Islam sejatinya memiliki solusi di dalam mencari jalan keluar dan titik temu (kemaslahatan) itu akan bisa terbentuk. Misalnya dalam ibadah Puasa yang wajib. Boleh tidak dikerjakan ketika dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk melakukan Puasa. Apakah itu memiliki penyakit lambung atau  (udur) jika akan berdampak buruk bagi kesehatan dirinya. Menggantinya di lain waktu ketika sembuh. Atau jika tidak, ada keringanan yang akan menjadi dasar hukum orang tersebut untuk membayar fidyah.

Maka persoalan yang semacam ini selaras dengan proses di dalam menerapkan negara khilafah atau negara Islam. Bagaimana seandainya konsep tersebut diaplikasikan. Lalu merusak dan memperkeruh situasi di tengah realitas bangsa Indonesia yang telah hidup damai dalam (kesepakatan) perbedaan agama, suku dan bahasa untuk bersatu.

Maka di sinilah letak ideologi khilafah akan membawa kemudharatan bagi tatanan sosial masyarakat tersebut. Karena jika diaplikasikan akan berdampak buruk dan akan memperburuk kondisi masyarakat yang kompleks jika diseragamkan. Maka jalan keluarnya adalah Islam sebagai solusi untuk membangun kemaslahatan bangsa Yes, sedangkan khilafah yang akan merusak relasi sosial masyarakat No.  

This post was last modified on 28 Agustus 2020 8:02 PM

Sitti Faizah

Recent Posts

Membedah Anatomi Gerakan Gen Z; Membangun Imajinasi Keindonesiaan yang Otentik

Geliat gerakan yang dimotori gen Z di sejumlah negara ternyata tidak dapat dipandang sebelah mata.…

14 jam ago

Wajah Baru Radikalisasi di Dunia Game

Gen Z lahir dengan dua kewarganegaraan. Indonesian citizenship dan internet citizenship (netizen). Bagi mereka, tidak…

14 jam ago

Gen-Z dan Islam Moderat; Bagaimana Ekologi Media Membentuk Identitas Beragama yang Inklusif?

Hasil survei dari Alvara Institute pada tahun 2022 lalu menyebutkan bahwa agama menjadi salah satu…

15 jam ago

DNA Aktivisme Gen Z: Mengelola Genetik Perubahan Anak Muda

Gelombang aktivisme anak muda, khususnya Generasi Z, semakin menjadi sorotan global. Dari Nepal, Bangladesh, Sri…

2 hari ago

Membaca Ulang Jihad ala Gen Z

Ketika berbicara tentang jihad, kerap kali kita terjebak dalam narasi yang sempit dan reduktif, seolah…

2 hari ago

Dakwah Hibrid ala HTI; Dari Menggaet Influencer ke Adaptasi Budaya Populer

Jika ada pentolan HTI yang patut diacungi jempol lantaran lihai bermanuver, maka nama Felix Shiaw…

2 hari ago