Narasi

Isra’ Mi’raj dan Spirit Perdamaian

Perjalanan Nabi Muhammad SAW dalam peristiwa Isra’ Mi’raj menjadi penanda penting dalam jejak kemanusiaan yang teguh dengan prinsip dan kebenaran. Isra’ Mi’raj menyajikan saripati ajaran yang dijunjung Muhammad bukanlah ajaran yang gampang marah, mengklaim paling benar sendiri, melainkan ajaran yang teduh, ramah, harmonis, dan selalu membela kemanusiaan universal. Ajaran shalat lima waktu yang diterima Nabi menunjukkan Islam selalu mengajarkan kedamaian, kejujuran, dan kedisiplinan sosial.

Kembalinya Nabi ke bumi dalam peristiwa ini juga menunjukkan bahwa Muhammad ingin membawa peradaban bumi sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran. Muhammad Nabi tidak ingin sinyalemen Malaikat yang menjelaskan bahwa makhluq bernama manusia hanya akan menumpahkan darah sesama di muka bumi. Tegaknya manusia di muka bumi adalah untuk menjaga kemakmuran dan kasih sayang seluruh semesta.

Lukman Hakim Saifuddin (2015) menyatakan esensi peringatan Isra Mi’raj adalah mendorong umat terus membangun dan mengembangkan peradaban Islam. Peradaban Islam yang mengedepankan perdamaian, kemajuan, keadilan, keseimbangan, dan persamaan. Pengembangan peradaban itu bertumpu pada konsep Islam yang membawa rahmat bagi semesta alam.

Lukman juga menyebutkan penyatuan dimensi sosial dan dimensi spiritual pada ibadah salat itu ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Maun yang mengecam orang-orang yang mengerjakan salat, tetapi tidak berusaha mengejawantahkan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari. Hari ini, Islam kembali dihadapkan pada tantangan baru untuk merevitalisasi dimensi kekayaan spiritual yang terdapat dalam ajaran-ajarannya.

Isra Mi’raj tidak hanya memiliki dimensi kekayaan spiritual serta pesan-pesan kehidupan, tetapi juga mengandung dimensi ilmu pengetahuan yang cukup menantang di kalangan para ilmuwan. Peringatan Isra Mi’raj juga dimaknai sebagai wahana transformasi peradaban ilmu pengetahuan. Melalui Isra Mi’raj, umat Islam tidak hanya diperkenalkan dengan ilmu pengetahuan yang bersumber dari hasil observasi, tetapi juga diperkenalkan tentang ilmu pengetahuan yang bersumber dari kitab suci. Dengan pemahaman integralistik, maka melahirkan bentuk dan praktik pendidikan yang tepat sehingga akhirnya melahirkan manusia yang berkepribadian utuh.

Pesan moral inilah yang harus diaktualisasikan dewasa ini. Karena peradaban dunia (world civilization) yang terbentuk era sekarang sering dikontruksikan untuk saling berlawanan dan bermusuhan. Momentum Isra’ Mi’raj harus kita fokuskan dalam membangun komitmen bersama masyarakat dunia untuk menciptakan perdamaian global (world peace). Konflik berdarah Timur Tengah yang masih hangat merupakan bukti bahwa peradaban dunia sedang di ujung tanduk. Karena api peperangan selalu dikobarkan, sehingga masa depan peradaban (the future of civilization) terus terancam, dan sekaligus mengancam masa depan kehidupan umat manusia.

Saatnya mengakhiri saling mengancam dan menuduh satu dengan lainnya. Saling mengancam hanyalah memperkeruh masa depan perdamaian umat manusia. Padahal peradaban bumi saat ini sudah jenuh dengan keserakahan umat manusia yang rakus dengan nafsu kuasanya yang despotik. Manusia terlalu bernafsu dengan kepentingannya sendiri, melalaikan kemanfaatan publik. Padahal, nafsu dengan kepentingan sendiri sejatinya awal runtuhnya jati diri manusia. Sebaliknya, membela kemanfaatan publik justru menjadikan diri makin mulia.

Momentum Isra’ Mi’raj harus menjadi starting point membangun kembali komitmen perdamaian global antarperadaban. Komitmen menjembatani dialog antar peradaban menunjukkan bahwa Indonesia merupakan Negara yang sangat strategis sebagai mediator dialog, karena organisasi keislaman di Indonesia seperti Muhammadiyah dan NU selalu tampil dengan komitmen moderatisme global yang mengutamakan sikap moderat, keseimbangan, toleransi, dinamis, dan kemaslahatan bagi segenap warga. Sikap-sikap inilah yang harus dijadikan modal sosial (social capital) gerakan moderatisme global dalam menggalang perdamaian.

Kehadiran intelektual, tokoh politik, dan agamawan lintas negara pasti akan mendapatkan masukan berharga dalam merumuskan perdamaian global yang sesuai dengan kemaslahatan seluruh masyarakat dunia. Dengan Isra’ Mi’raj ini, semoga konflik berdarah dalam skala global segera mereda dan selesai, dan dunia akan menemukan fotmat strategisnya yang penuh kedamaian, keadilan, dan kemanusiaan.

Umat Islam Indonesia sudah saatnya menjadi pelopor perdamaian global, sehingga Indonesia semakin berperan dalam menciptakan tata peradaban yang damai.

 

 

Siti Muyassarotul Hafidzoh

Alumnus Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, Litbang PW Fatayat NU DIY dan mengajar di MTs Al-Quran, Pesantren Binaul Ummah Wonolelo Pleret Bantul

Recent Posts

Majelis Nurul Legend; Metode Dakwah Santri Berbasis Game Online

Barangkali tidak pernah terbayangkan sebelumnya jika game online dapat menjadi media dakwah. Game online kerap…

4 jam ago

Menolak Senjakala Pesantren

Ada sebuah diktum yang meresahkan bagi kaum santri saat ini, yaitu bahwa untuk menjadi modern,…

4 jam ago

Ronggawarsita: Daya Jelajah Seorang Santri

Di Tegalsari, Ponorogo, terdapat sebuah pesantren yang, dalam catatan Bruinessen (1995), merupakan pesantren tertua dalam…

4 jam ago

Jihad Santri; Mengafirmasi Kritisisme, Membongkar Fanatisme

Hari Santri Nasional tahun ini diperingati di tengah kontroversi seputar tayangan Xpose Uncencored Trans7 yang…

1 hari ago

Diplomasi Santri di Kancah Global; Dari Komite Hijaz, Isu Palestina, ke Kampanye Islam Moderat

Santri kerap diidentikkan dengan kelompok muslim tradisional yang kuno, kolot, bahkan ortodoks. Santri juga kerap…

1 hari ago

Santri Sebagai Rausyanfikr; Transformasi dari Nalar Nasionalisme ke Internasionalisme

Kaum santri barangkali adalah kelompok yang paling tepat untuk menyandang gelar Rausyanfikr. Istilah Rausyanfikr dipopulerkan…

1 hari ago