Categories: Kebangsaan

Jalan Damai Dakwah Islam Nusantara

Berbeda dengan wilayah lain, kawasan Asia Tenggara yang di masa lalu dikenal dengan sebutan Nusantara memiliki pola dakwah yang khas. Sejak di tanah kelahirannya hingga di belahan Afrika dan Eropa dakwah Islam dilancarkan lewat pola kekuasaan. Dakwah disebarkan bersamaan dengan penaklukan wilayah, meskipun prinsip kebebasan berkeyakinan tetap menjadi dasar.

Sementara di Nusantara, dakwah disampaikan lewat pola dan relasi yang ‘manusiawi’, yaitu lewat pendekatan kebudayaan. Cara-cara simpatik perlu dilakukan agar dakwah dan visi Islam di kawasan ini dapat diterima masyarakat. Pendekatan ini dilakukan untuk meminimalisir benturan yang bakal terjadi. Apalagi pada kisaran abad 15 wilayah Nusantara dikenal sebagai wilayah ‘beradab dan berbudaya’ dengan kerajaan terkuat yang setara dengan kerajaan di Tiongkok, karenanya aksi kekerasan atau pemaksaan kehendak pasti akan kontra produktif.

Di belahan bumi Nusantara Islam memilih untuk tidak mengambil jalan berseberangan dengan penguasa. Salah satu pola kebudayaan penyebaran Islam yang digunakan adalah lewat pendekatan perkawinan. Kawin-mawin terbukti sanggup mengamankan posisi Islam dan dakwah. Dengan menjalin kekerabatan antara bangsawan setempat, maka posisi Islam tidak akan ‘diganggu’. Dakwah pun tidak hanya berkutat di kalangan ‘Sudra’ tapi menembus kalangan ‘Ksatria’.

Bong Swie Ho alias Sunan Ampel adalah salah satu contoh keberhasilan pola kawin mawin ini. Dia keponakan langsung dari Permaisuri Candrawati seorang putri Tiongkok berkebangsaan Campa (Kamboja). Bibinya itu menikah dengan Pangeran Kertabumi yang kemudian menjadi Prabu Brawijaya V Pamungkas (Raja terakhir Majapahit). Bong Swie Ho inilah yang dipercayakan otoritas Majapahit untuk menjadi guru penyebar Islam di wilayah kerajaan dan mendapat suaka khusus menyebarkan Islam.

Di tanah Pasundan ada nama Pangeran Cakrabuana alias Walangsunsang. Ibunya dikenal dengan nama Nyai Subang Larang seorang Muslimah asal Kerajaan Sumedang Larang.  Nyai Subang menikah dengan Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi (raja terakhir Pajajaran). Dari hasil pernikahan itu lahir Pangeran Cakrabuana yang kemudian mendirikan Kesultanan Cirebon dan Nyai Rara Santang. Sebelum wafat Cakrabuana menyerahkan kekuasaan Kesultanan kepada keponakannya dari saudari perempuannya yang bernama Syarif Hidayatullah dan di kemudian hari dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.

Di Palembang ditemukan nama Adipati Arya Damar alias Swan Liong yang merupakan pejabat tinggi Majapahit pertama yang menganut Islam. Dia menjadi salah satu supporting utama Islam di tanah Palembang.Dia adalah putra dari Prabu Wikrawardhana (Raja Majapahit Paska Hayam Wuruk) dari selir seorang peranakan Tionghoa. Dia lalu menikah dengan bekas selir Brawijaya V dan menjadi ayah tiri Raden Fatah alias Jin Wen yang paska runtuhnya kerajaan Majapahit menjadi Sultan pertama Kesultanan Demak Bintoro.

Penerimaan keyakinan Islam di kalangan Bangsawan Nusantara menunjukkan adanya relasi yang harmoni antara kepentingan Islam dengan kepentingan negara. Islam telah mencitrakan diri sebagai momok yang tidak menakutkan bagi kepentingan kerajaan yang saat ini memiliki agama negara yang berbeda. Barangkali jika pilihan dakwah yang dilakukan generasi awal itu adalah jalur kekerasan, bisa dipastikan bahwa penyebaran Islam akan gagal dan dianggap sebagai kekuatan pengganggu stabilitas kerajaan.

Di kalangan rakyat biasa penyebaran Islam juga tidak pernah ditampilkan lewat cara-cara arogan dan kekerasan. Islam menyatu dengan kebudayaan dan tradisi masyarakat yang sudah berjalan berabad-abad. Kearifan lokal diadopsi menjadi kearifan Islam. Nilai-nilai keislaman disampaikan lewat cerita dan tradisi yang sudah diyakini oleh masyarakat seperti wayang dan cerita rakyat.

Inilah pilihan dakwah para penyebar Islam yang semestinya menjadi tuntunan bagi umat Islam generasi setelahnya. Nampaknya wajah Islam di masa lalu terlihat lebih sejuk dibanding wajah Islam kini. Semoga kearifan mereka bisa kita pahami.

PMD

Admin situs ini adalah para reporter internal yang tergabung di dalam Pusat Media Damai BNPT (PMD). Seluruh artikel yang terdapat di situs ini dikelola dan dikembangkan oleh PMD.

Recent Posts

Masjid Rasa Kelenteng; Akulturasi Arsitektural Islam dan Tionghoa

Menarik untuk mengamati fenomena keberadaan masjid yang desain arsitekturnya mirip atau malah sama dengan kelenteng.…

2 bulan ago

Jatuh Bangun Konghucu Meraih Pengakuan

Hari Raya Imlek menjadi momentum untuk mendefinisikan kembali relasi harmonis antara umat Muslim dengan masyarakat…

2 bulan ago

Peran yang Tersisihkan : Kontribusi dan Peminggiran Etnis Tionghoa dalam Sejarah

Siapapun sepakat bahwa kemerdekaan yang diraih oleh bangsa Indonesia tidak didominasi oleh satu kelompok berdasarkan…

2 bulan ago

Yang Diskriminatif adalah yang Jahiliyah

Islam melarang sikap diskriminasi, hal ini tercermin dalam firman Allah pada ayat ke-13 surat al-Hujurat:…

2 bulan ago

Memahami Makna QS. Al-Hujurat [49] 13, Menghilangkan Pola Pikir Sektarian dalam Kehidupan Berbangsa

Keberagaman merupakan salah satu realitas paling mendasar dalam kehidupan manusia. Allah SWT dengan tegas menyatakan…

2 bulan ago

Ketahanan Pangan dan Ketahanan Ideologi : Pilar Mereduksi Ekstremisme Kekerasan

Dalam visi Presiden Prabowo, ketahanan pangan menjadi salah satu prioritas utama untuk mewujudkan kemandirian bangsa.…

2 bulan ago