Narasi

Jangan Diam !!!, Lawan Ujaran Kebencian Di Media Sosial

Kemajuan teknologi yang begitu pesat membelah alam manusia menjadi dua, yaitu, alam nyata dengan alam maya (warga net). Berbeda dengan alam nyata, warga net dengan jagad sosialnya memudahkan warganya untuk mengakses informasi dari segala arah. Segala berita tersebar dengan cepat, mulai dari berita-berita yang bermanfaat sampai ujaran kebencian yang dibumbui dengan berbagai kepentingan. Anehnya, akhir-akhir ini, media sosial yang pada mulanya adalah lalu lintas untuk bersilaturahmi dan media bertegur sapa kepada handaitolan, kini berubah derastis menjadi ajang pertengkaran dan alat utama untuk menebar kebencian. Ruang-ruang peluang inilah yang dipergunakan segelintir pihak (apalagi kaum anti pancasila) untuk mendulang perpecahan di antara anak bangsa.

Realitas di atas, menurut penulis tidak terlepas dari masih banyaknya pengguna media yang tidak cermat dan pintar bermedia. Setidaknya tidak memahami bagaimana sebuh informasi diberlakukan. Saya pikir, di celah inilah urgensi kaum berpikir atau kaum intlektual hadir untuk meluruskan. Karena tidak semua pengguna media yang menyebarkan ujaran kebencian dan hoaks itu melalui hati nuraninya, sebagian besar dari mereka hanya terbawa-bawa dan ingin terlihat sebagai pahlawan karena telah menyebarkan informasi yang penting menurutnya (salah satu temuan post truth).

Jangan Diam

Ada dua adagium fenomenal yang resiprokal sebagai landasan filosofis dari tulisan ini, pertama: “Dunia akan aman bila saja orang-orang dungu berhenti bicara” yang kedua: Merajalelanya pelanggaran karena diamnya orang-orang baik (pintar). Kedua adagium yang sarat dengan nilai ini begitu relevan dalam kondisi bangsa kita sekarang, meskipun adagium ini tergolong tua (redaksinya). Boleh jadi, apa yang kita rasakan saat ini diakibatkan melubernya orang-orang dungu yang sudah punya panggung (termasuk media sosial), sementara di saat yang sama kaum intlektual mulai meninggalkan panggung akademiknya. Artinya, sudah ada indikasi bahwa kaum intlektual mulai meninggalkan tradisi mencerahkan yang dibebankan secara wajib di atas pundak mereka. Padahal, gejolak besar di negeri ini dipicu oleh pikiran-pikiran kecil yang melenceng yang kemudian digembosi oleh orang-orang tertentu.

Baca juga : Etika Melawan Genosida Ujaran Kebencian

Kaum intlektual semestinya tampil dan berperan mengarahkan kaum sesat pikir meskipun terjadi pada kasus-kasus sepele. “jangan diam” adalah ajakan buat kita yang terpelajar untuk memberikan semacam penjelasan pikiran yang mengajak kaum dungu untuk mengerti apa yang ia bicarakan. “jangan diam” juga ajakan moral bagi kaum-kaum terpelajar untuk memperbaiki generasi ini baik ia melalui dunia nyata lebih-lebih media sosial. Menyeterilkan ujaran kebencian dengan pikiran adalah upaya yang butuh kesabaran dan semangat menegakkan kebanaran. Jika semangat ini hilang, maka yang ikut merasakan dampaknya bukan hanya kaum dungu malah lebih-lebih kaum terpelajar karena akan ditekan oleh kondisi di mana kita dikepung oleh berbagai pernyataan-pernyataan yang selalu bertentangan dengan akal pikiran.

Akhirnya, dibagian penutupan ini, saya hanya ingin menguatkan, bahwa kaum terpelajar adalah agen perubahan yang memiliki nilai juang tinggi untuk menegakkan percakapan yang masuk akal agar kita tergolong orang-orang yang sudah menginfakkan pikirannya untuk bangsa. Maka amat sayang sekali jika pikiran-pikiran yang lurus itu hanya diam dan tidak mau berbuat untukk kepentingan bangsa dan negara. Lebih parah lagi, bila pikiran-pikiran kaum terpelajar sudah mulai membeo dan tunduk terhadap pikiran-pikiran kaum dungu yang tiba-tiba punya panggung. Oleh karenaya, mari kita sama-sama melawan hoaks dengan berjuang lewat nalar demi mewujudkan Indonesia aman dan tentram.

Suheri Sahputra Rangkuti

View Comments

Recent Posts

DNA Aktivisme Gen Z: Mengelola Genetik Perubahan Anak Muda

Gelombang aktivisme anak muda, khususnya Generasi Z, semakin menjadi sorotan global. Dari Nepal, Bangladesh, Sri…

3 jam ago

Membaca Ulang Jihad ala Gen Z

Ketika berbicara tentang jihad, kerap kali kita terjebak dalam narasi yang sempit dan reduktif, seolah…

3 jam ago

Dakwah Hibrid ala HTI; Dari Menggaet Influencer ke Adaptasi Budaya Populer

Jika ada pentolan HTI yang patut diacungi jempol lantaran lihai bermanuver, maka nama Felix Shiaw…

3 jam ago

Membentuk Gen Z yang Tidak Hanya Cerdas dan Kritis, Tetapi Juga Cinta Perdamaian

Fenomena beberapa bulan terakhir menunjukkan betapa Gen Z memiliki energi sosial yang luar biasa. Di…

1 hari ago

Dilema Aktivisme Gen-Z; Antara Empati Ketidakadilan dan Narasi Kekerasan

Aksi demonstrasi yang terjadi di Indonesia di akhir Agustus lalu menginspirasi lahirnya gerakan serupa di…

1 hari ago

Menyelamatkan Gerakan Sosial Gen Z dari Eksploitasi Kaum Radikal

Gen Z, yang dikenal sebagai generasi digital native, kini menjadi sorotan dunia. Bukan hanya karena…

1 hari ago