Dalam beragama, perempuan kerap menjadi korban eksploitasi kelompok radikal. Tak sekadar menghasut dengan modus hijrah. Kini mereka menghasut perempuan dengan modus hak jihad. Mereka memanipulasi heroisme perempuan dalam sejarah politik umat Islam di masa lalu yang dianggap kiblat membenarkan jihad ala kaum radikal itu.
Maka, agar tak tertipu oleh hasutan jihad kaum radikal. Inilah hak jihad kaum perempuan (yang sebenarnya) berdasarkan tuntunan Al-Qur’an yang harus diikuti. Tentu, hak jihad ini berkaitan dengan tiga hal. Yakni menjaga agama (hifz al-din), menjaga keturunan (hifz An-Nasl) dan menjaga jiwa/kemanusiaan (hifz An-Nafs).
Tiga hak jihad ini, sejatinya dikuatkan ke dalam entitas perempuan di dalam (Qs. At-Taubah:71) “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadikan penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang Ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar”.
Kebenaran ayat di atas sebagai legitimasi dari tiga hak jihad kaum perempuan. Bahwa, perempuan juga memiliki peran vital amal ma’ruf nahi mungkar. Perempuan juga diberi mandat untuk menyebarkan kebaikan dalam agama, terhadap keturunan dan terhadap kemanusiaan. Begitu juga, menjaga kemungkaran bagi agama, keturunan dan kemanusiaan.
Pertama, di dalam konteks menjaga agama (hifz al-din), Perempuan harus mencegah motif ajakan jihad kaum radikal yang kerap membawa narasi untuk menghancurkan kemajemukan beragama di negeri ini. Seperti ajakan jihad melakukan aksi teror/bom bunuh diri yang menyasar tempat ibadah non-muslim dengan menganggap itu ajaran agama.
Karena menjaga agama berarti menjaga sunnatullah atas keberadaan agama lain. Seperti di dalam (Qs. Al-Baqarah:256) “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari-pada jalan yang sesat”. Jadi, hak jihad kaum perempuan dalam membela agama ini bukan memerangi atau menghancurkan agama lain. Tetapi menjaga entitas (tanpa paksaan dalam beragama) yang berarti menjaga moderatisme beragama agar tetap terjaga dengan baik.
Kedua, dalam menjaga keturunan (hifz An-Nasl). Basis dari hak jihad kaum perempuan di dalam menjaga keturunan tentunya menjaga dari segala sesuatu yang membawa dampak mudharat/kemungkaran. Seperti dalam konteks maraknya paham radikalisme yang rentang menyasar perempuan dan anak-anak, maka perempuan harus mencegah hal demikian sebagai bagian dari menjaga keturunan itu.
Jadi, jihad kaum perempuan di dalam menjaga keturunan adalah menjaga anak-anaknya dari segala paham, pandangan dan ajakan yang membenarkan kezhaliman, bisa merusak tanah air dan memecah-belah. Ini sebagai bagian dari prinsip jihad yang harus dijaga dengan baik.
Ketiga, menjaga jiwa/kemanusiaan (hifz An-Nafs). Hak jihad perempuan yang paling penting ini bukan menjadi pelanggar bagi nilai-nilai kemanusiaan. seperti ajakan jihad ala kaum radikal seperti melakukan aksi bom bunuh diri atau melakukan kezhaliman terhadap dirinya dan menyebabkan orang lain meninggal.
Hal jihad kaum perempuan di dalam menjaga jiwa atau kemanusiaan ini tertuang dalam (Qs. Al-Maidah:32) “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau buka karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya”.
Dari tiga hal ini, membuktikan bahwa Islam tak pernah diskriminatif terhadap keberadaan perempuan. Di dalam Al-Qur’an, perempuan pada dasarnya memiliki hak yang sama umat manusia yang beriman. Sebagaimana, dengan hak-hak jihad yang telah disampaikan di atas.
Jadi, tiga point di atas pada dasarnya mengacu pada peran perempuan sebagai khalifah penjaga bumi agar bebas dari kemungkaran. Seperti dalam (Qs. Al-baqarah:30) “Inni Ja’ilung-fil ardhi khalifah” bahwa peran laki-laki dan perempuan dalam penciptaannya itu sama, yakni menjaga bumi NKRI agar tidak dirusak oleh kaum radikal.
This post was last modified on 6 Maret 2024 2:12 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…