Narasi

Kebangkitan Khilafah Bermodal Prasangka dan Tak Berakar

Seruan kebangkitan khilafah ini layaknya modus penipuan melalui telepon yang diiming-imingi hadiah. Sebuah tipu-daya yang usang dan semua orang sudah mengetahui modus kejahatannya.

Sebab, kebangkitan khilafah itu sebagai ilusi yang tak berakar kebenarannya. Dia hanya bermodal prasangka dan gemar menduga-duga. Di hadapan teks suci, argumentasinya rapuh. Dia hanya bisa memanfaatkan potongan demi potongan ayat secara tekstual agar membenarkan intrik politiknya.

Seruan kebangkitan khilafah tidak hanya pada saat momen 100 tahun kejatuhan Turki Utsmani pada 2024. Dia akan terus menyebarkan sayap provokasinya bermodal prasangka dan tak berakar kepada apa-pun.

Misalnya, ketika ada musibah alam. Mereka akan hadir dan menduga itu sebagai tanda agar manusia perlu menegakkan khilafah. Seperti contoh kasus, kejadian gempa bumi di Cianjur yang memakan banyak korban jiwa pada (21/11/22). Itu diklaim sebagai “azab”, karena tidak menegakkan khilafah. Begitu juga fenomena menghijaunya tanah gersang di Arab, juga dianggap tanda kiamat dan perlu tegaknya khilafah.

Artinya apa? Agenda terorisme itu hanya bermodal dugaan/prasangka dan fitnah-fitnah. Dia tidak memiliki akar yang jelas dan kerap memolitisasi sejarah.

Misalnya, dalam konteks kekhalifahan Turki Utsmani telah berakhir (1924-2024). Tentu, sikap kita berpijak pada komitment. Bahwa sejarah di balik keruntuhan kekhalifahan Turki Utsmani adalah akhir sekaligus babak baru menuju peradaban dunia tanpa perang, tanpa pertumpahan dan tanpa penaklukan kekuasaan.

Seperti yang disampaikan oleh Recep Tayyib Erdogan dalam pesannya mengingat peristiwa 1915-1924, “Di dunia sekarang ini, memunculkan permusuhan dari sejarah dan menciptakan antagonisme baru tidak dapat diterima dan tidak berguna untuk membangun masa depan bersama”.

Turki saat ini tidak pernah berhasrat mengembalikan kebangkitan khilafah di masa lalu. Melainkan hanya dijadikan bagian dari sejarah mereka yang tak akan pernah terulang.

Gerakan Mustafa Kamal Ataturk telah menandakan satu fakta transformasi dari kekhalifahan ke sekularisme. Seperti yang disampaikan Recep Tayyib Erdogan. Bahwa peristiwa genosida Utsmaniah terhadap orang Armenia pada 1915 hingga kejatuhan Turki Utsmani pada 1924 dengan kecamuk pertumpahan darah jangan jadikan dendam masa lalu dan dia telah menjadi sejarah.

Ini harus disadari bersama. Kejayaan kekhalifahan di Turki hingga mengalami keruntuhan pada 1924. Itu jangan  sebagai alasan untuk membakar api pertumpahan darah dengan membawa romantisme masa lalu. Tetapi jadikan itu sebagai air yang akan membersihkan segala dendam dan mengalirkan semangat kedamaian.

Dunia telah berubah. Peristiwa sejarah harus kita sadari sebagai satu pelajaran penting demi tatanan dunia yang lebih mapan. Dunia telah menuntut kita untuk menyadari peran agama sebagai jalan membangun peradaban yang tanpa konflik.

Jika romantisme 100 tahun kejatuhan Turku Utsmani sebagai awal kebangkitan khilafah yang harus ditegakkan. Maka, hal yang pantas untuk mengawali ini adalah negara Turku. Tetapi pada faktanya? Negara Turki sampai detik ini tidak ada hasrat secara orientasi dalam membangkitkan negara kekhalifahan di masa lalu.

Artinya apa? Ini hanyalah agenda terorisme yang hanya bergulir di atas prasangka dan dugaan. Sebagaimana, sejak awal keruntuhan Turki Utsmani. Mustafa Kamal Ataturk telah membangun kesadaran atas realitas dunia yang telah modern.

Oleh sebab itu, kita sebagai umat Islam jangan mudah terpengaruh dengan provokasi kebangkitan khilafah. Utamanya di momen 100 tahun kejatuhan Kekhalifahan Turki Utsmani 1924-2024. Karena ini adalah bagian dari agenda terorisme yang hanya bermodalkan prasangka dan tak berakar kebenarannya.

This post was last modified on 13 Januari 2024 1:37 PM

Amil Nur fatimah

Mahasiswa S1 Farmasi di STIKES Dr. Soebandhi Jember

Recent Posts

Kampanye Ekologi dan Bencana Ekstremisme: Perlukah Diserukan Tokoh Lintas Agama?

Di tengah krisis lingkungan global dan meningkatnya gelombang ekstremisme, masyarakat dunia menghadapi dua ancaman berbeda…

5 menit ago

Ksatria dan Pedagogi Jawa

Basa ngelmu Mupakate lan panemu Pasahe lan tapa Yen satriya tanah Jawi Kuno-kuno kang ginilut…

3 hari ago

Ketika Virus Radikalisme mulai Menginfeksi Pola Pikir Siswa; Guru Tidak Boleh Abai!

Fenomena radikalisme di kalangan siswa bukan lagi ancaman samar, melainkan sesuatu sudah meresap ke ruang-ruang…

3 hari ago

Pendidikan Bela Negara dan Moderasi Beragama sebagai Benteng Ekstremisme

Indonesia, sebagai negara dengan keberagaman etnis, agama, dan budaya, menghadapi tantangan besar dalam menjaga persatuan…

3 hari ago

Narasi Tagut : dari Doktrin ke Aksi Teror-Jurnal Jalan Damai Vol. 1. No. 9 November 2025

Salam Damai, Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya Jurnal Jalan…

3 hari ago

Guru Pendidik: Menanamkan Budi Pekerti dan Nalar Kritis Ektremisme

Dalam dinamika sosial yang semakin kompleks, peran guru pendidik tidak hanya berkutat pada transfer pengetahuan…

4 hari ago